Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Niat, semua sudah tahu.

Seorang teman yang jadi salesmen merasa kesulitan saat ini, karena untuk menjual banyak sekali hambatan. Harga menjadi mahal dan konsumen tidak memiliki daya beli tinggi, persaingan dengan kompetitor semakin berat, produk kompetitor semakin murah dan bagus, harga yang murah dari penjualan online menjadi trend saat ini. Ditambah lagi kebutuhan keluarga semakin besar seiring anak yang sudah mulai sekolah. Semua persoalan menjadi semakin terasa karena perasaan ini sangat merasakan yang tidak nyaman, merasa sendiri, sedih dan "malas" melakukan apa-apa.
Sama halnya dengan teman yang kerja di kantor, gaji ya segitu aja dan tidak bertambah secara drastis. Sedangkan kebutuhan di rumah dan lainnya semakin meningkat. pinjaman dan pinjaman hanya menjadi solusi sementara. Dan banyak lagi yang dirasakan dan dialami banyak orang. Seorang pedagang pun mengalami hal yang sama dan bisa juga terjadi pada orang yang terlihat kaya dan terkenal.
Jika kita pikirkan sepertinya semua itu karena persoalan duit dan mencari duit itu adalah solusinya. Dalam mencari duit sangat tergantung "nasib", bisa aja orang yang kerjanya ngga begitu sibuk dapat duit besar atau sebaliknya. soal mencari duit ini tidak ada rumus yang benar, bisa zigzag. Orang kaya bisa dapat uang banyak tapi uangnya pun bisa habis, di sisi lain orang yang biasa dapat uangnya sedikit tapi kok bisa pergi haji.
Ada hadist yang bilang begini,"semua amal itu bergantung niat". Oke kita pakai hadist itu sebagai dasar pemikiran kita dalam mencari duit. Jika mau dapat duit maka kita kerjapun diniatkan dapat duit, maka niat itu ngga salah. Tapi kita sering menjalankannya tapi kita tidak dapat duit. Bahkan orang yang berniat itu sudah banyak melakukan ibadah dan berdoa.
Bukan untuk mengatakan solusi benar dan yang itu salah, tapi mari kita merenungkan hadist di atas, memang dikatakan semua amal itu bergantung kepada niatnya, tapi boleh kita bertanya amal yang jelek karena niat jelek. Bener nggak ? iya sih. Perhatikan apakah orang yang jahat itu mempunyai niat jahat pula ? bener nggak ? Tapi kalau ditanya apakah bener mereka yang jahat mempunyai niat jelek ? Kalau ditangkap penjahat itu bilang mereka tidak niat, tapi ada godaan atau kesempatan. Atau boleh saja sih kita bilang penjahata itu merencanakan bukan meniatkan. Apa bedanya ? Rencana itu sebatas pikiran dan emosi kita, tapi niat itu masuk ke dalam hati. Masuk ke dalam hati, berarti niat itu berurusan dengan Allah. Dan niat itu tidak sekedar sebuah "niat" (kepada sesuatu), saya niat kerja buat keluarga bandingan saya niat kepada Allah dengan kerja saya.
Yang pasti niat itu pasti yang baik dan sekaligus niat itu pun tertuju hanya kepada Allah. Niat yang sesuai dengan petunjuk Allah. Mari kita evaluasi saat kita bilang saya kerja cari duit buat keluarga, siapakah yang memberi duit kepada kita dengan kerja ? apakah bos kita atau Allah ? Bisa jadi kita terjebak dalam menetapkan niat ini sehingga kita lalai menempatkan Allah jadi nomer satu dan satu-satunya. Baik nggakk niat itu ? baik dan karena niat cari duit kita pun mendapatkan duit, duit dari bos kita. Apakah duit itu berkah ? inilah yang bisa jadi persoalan kita. orang yang bekerja luar biasa mendapatkan duit terus kerja dan kerja sehingga mereka pun mendapatkan duitnya. Tapi dimasa tuanya duit itu menjadi "hilang" untuk membayar kelelahan kerja mereka alias sakit mereka di masa tua.
Jika begitu boleh dong kita ubah menjadi niat .... saya kerja untuk mendapatkan ridha Allah. Bukankah Allah yang mutlak yang bisa memberikan rezeki kepada kita dan juga yang memelihara kita. Jadi apa yang kita kerjakan tertuju kepada "bos" Allah, cara dan ilmu dalam kerja pastilah sesuai dengan keinginan Allah. Jika kita percaya betul pemahaman ini, Insya Allah kita dicukupkan Allah. Allah mengatur bos kita untuk membayar gaji, Allah mengatur kehidupan kita dimana kita menjalankan kehidupan sesuai petunjukNya. 
Sudah niat ? Insya Allah kita mulai hari ini, kerja kita atau belajar kita untuk mendapatkan ridha Allah. Agar diberi kemudahan dan kelancaran, maka kita mau tidak mau mesti membaca petunjukNya yaitu Al Qur'an. Dengan membaca Al Qur'an kita diberi hikmah oleh Allah tentang apa yang harus kita kerjakan. Ibadah (shalat, puasa, sedekah dan sebagainya) dan amal saleh menjadi dasar kita kerja. Misalkan dengan senyum kepada orang lain, bisa membuat kita kerja lebih baik karena senyum kita membuat orang di sekitar kita ikut memberi kontribusi kerja kepada kita. Shalat itu bisa menyakinkan orang dengan akhlak kita sehingga mereka itu percaya dan tidak takut untuk berbagi.
Demikian saja pemikiran kami tentang niat. Jadi kita mulai dari niat dan memang semua berawal dari niat. Insya Allah persoalan hidup kita yang semrawut dan tidak ada solusinya ini, dapat kita evaluasi dari niat dan menindaklanjuti niat itu dengan benar.

Tidak enak ...

Seorang sahabat "tidak enak" terhadap kita agar kita merasa nyaman, Ada kekhawatiran kita marah, emosi dan banyak hal bisa terjadi yang tidak diduga. Persahabatan menjadi point penting daripada membenarkan apa yang terjadi pada diri kita. Sebaliknya kita pun merasa "tidak enak" untuk menegur sahabat jika ada salah.
Seorang suami merasa "tidak enak"terhadap isteri dan anaknya yang ingin sesuatu, yang menurut suami bisa membuat mereka bahagia. Jika tidak dituruti, maka "kan itu juga tanggung jawab suami". Keadaan ini membuat suami berkorban untuk keluarganya. Dalam hatinya, dia ingin mengungkapkan ada yang mengganjal semua itu. Tak terungkap dan akhirnya suami pun merasakan penderitaannya.
Seorang bawahan di kantor merasa tidak enak menegur atasannya, karena dia (atasan) sudah berbuat baik kepada dirinya. "entar kalau ditegur malah saya disalahin dan dia marah besar". Padahal kita tahu apa yang dilakukan atasan bisa berdampak negatif.
Cerita lain, ada teman yang ingin pinjam uang, tapi kita sendiri tidak suka dengan kelakuan teman yang foya-foya. Mulut tidak mampu bicara untuk mengatakan tidak. Akhirnya kita pun meminjamkan uang juga, padahal kita hanya uang segitunya.
Semua keadaan tidak enak itu memang seperti menutupi "kebaikan" yang berakhir kita mengerjakan atau melakukannya dengan berat (terpaksa) atau tidak ikhlas. Begitulah perasaan yang sangat berperan untuk menciptakan keadaan tidak enak itu. Apakah dampaknya ? Menutupi kebaikan adalah godaan syetan dan kita lah yang terkena dampaknya. Maka orang lain pun mendapatkan balasan yang buruk yaitu "tidak berubahnya perilaku atau sifat mereka".
Allah mengajarkan kita untuk mengungkapkan kebaikan itu, untuk disampaikan agar kita mendapatkan balasan kebaikan dan kebaikan itu bisa memberi manfaat kebaikan bagi orang di sekitar kita. Balasnya keburukan dengan kebaikan melalui cara-cara yang santun. Maka merasa tidak enak mesti diambil hikmahnya adalah kita harus belajar banyak untuk memahami orang lain agar kita pun tahu cara yang pas untuk menegur orang lain. Dan yang pasti proses belajar itu juga harus berani mengungkapkan walaupun pahit.
Insya Allah kita diberi hidayah dan bimbingan untuk mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi diri kita sendiri dan orang lain dengan amal saleh yang kita lakukan.

Terpuruk ...

Beberapa orang pernah mengalami kondisi terpuruk, kondisi yang sangat menyedihkan dan membuat diri kita tak berdaya. Mau curhat ? hanya sedikit orang yang mau mendengar, dan memohon bantuan tidak ditanggapi karena mereka bilang saya juga begitu. keadaan ini membuat kita merasa sendiri sekalipun ada teman, saudara, orang tua dan sebagainya. lalu mau bagaimana ?
Diam dan hanya menyendiri atau terus menjalani saja kehidupan ini apa adanya atau mencari solusi yang tepat dengan pikiran yang tenang. Seringkali kita mengatakan,"kok dia aneh beberapa hari ini" atau bahkan ada yang bunuh diri,"kok bisa bunuh diri, rugi". Inilah tanda-tanda bahwa kita memiliki keadaan yang tidak baik. Ada jalan pintas dan ada jalan yang benar.
Keadaan yang makin terdesak dengan berbagai masalah dan kehidupan sudah menunggu untuk dijalani. Kita cenderung menuju jalan yang pintas, jalan yang mudah untuk menutupi kehidupan yang mesti dijalani. Berharap jalan ini adalah jalan terbaik dan setelah itu kita berharap pula ada jalan lain yang lebih baik. Tapi pengalaman kita sebelumnya jalan mudah itu meneruskan jalan yang sudah dijalani. Akhirnya kita pun terjerumus kembali. 
Jalan yang benar itu jalan yang menyelesaikan masalah (keterpurukan) kita. Berilah waktu untuk merenungkan segala hal yang terjadi  ..... kembalilah kepada Allah. Allah yang Menciptakan kita dan Dialah yang Maha mengatur, yang Maha menyempitkan dan Melapangkan kehidupan kita. Allah itu Maha Adil, Adil terhadap apa yang kita kerjakan. Artinya apa yang kita dapatkan hari ini adalah apa yang kita kerjakan selama ini. Allah tidak zalim kepada hambaNya dan HambaNya lah yang menzalimi dirinya sendiri. Sadarkah kita ? Kesadaran ini mesti mendorong motivasi kita untuk bangkit dan semakin percaya kepada Allah.
Atas dasar kesadaran di atas, maka hanya Allahlah yang mampu menyelesaikan masalah kita, keterpurukan kita hari ini. Selanjutnya mulailah dari kita untuk mendekat kepada Allah yang mendorong Allah meridhai dan merahmati kebaikan buat kita. Di waktu kita lapang, kita sudah tidak bersyukur dan saat sempit kita mesti 2 kali dan bahkan lebih untuk menyediakan waktu, tenaga dan fokus kepada Allah. Ibadah shalat lebih khusyuk dan shalatpun semakin banyak, zikir dan doa lebih merasuk agar kita benar-benar merasakan kedekatan kepada Allah, sedekah dan ibadah lainnya. Yang penting lagi adalah kesabaran dalam menjalani semua itu. Harus ada prasangka positif dengan selalu berharap Allah yang maha Rahman dan Rahiim agar Allah menyelesaikan keterpurukan hari ini. 

Tuhan tempat bersandar

bersandar atau bergantung adalah sesuatu yang seringkali dilakukan oleh manusia manapun. Ada yang pintar selalu menyandarkan dirinya kepada ilmu. Kurang ilmu dia belajar giat dan punya ilmu pun bisa bikin "sombong". Sejak lahir sampai sekarang siapa kita sering diidentikkan dengan sesuatu baik itu berupa materi atau non materi.
Dari nama sejak dilahirkan kita sudah mulai bersandar kepada nama yaitu nama orang tua, "oohh si Amir yang anaknya pak Abdullah". Karena memang kita belum punya apa-apa, mulai sekolah kita pun menempelkan nama kita dengan sekolah. Kita bangga dan bilang hebat karena kita memang sekolah di sekolah favorit. Jika kita menjadi juara kelas, sandaran kita semakin bertambah ....dan seterusnya. Sejak mulai bekerja kita pun mulai bersandar pada pekerjaan kita, pada jabatan, pada perusahaan, bersandar pada materi, uang, rumah, kendaraan
Bagaimana jika sandaran itu hilang ? Maka kita menjadi "hilang" juga. Mengapa itu terjadi ? Karena sandaran kita itu tidak mutlak alias bisa ada dan bisa hilang. Bukankah yang kita harapkan itu sandaran itu mesti kuat dan selamanya. Jadi yang pantas menjadi sandaran adalah Allah, Tuhan semesta alam
Makna yang bersandar itu berarti saat kita memiliki sesuatu berupa materi atau hal lainnya, maka sebaiknya kita berbagi sehingga tidak merasa memiliki. Tapi yang kita miliki adalah Allah yang Maha Memberi. Semua berasal dari Allah dan kembali kepada Allah.
Perhatikan saja, dulu kita dilahirkan dan dibesarkan tidak memiliki apa-apa dan kemudian diberikan Allah segala yang kita perlukan dan kita inginkan .. Mengapa kita mesti "kecewa" jika semua itu diambil lagi ? Insya Allah sikap ini kita bangun membuat iman kita semakin baik dan tinggi.

Kok dia hebat ya

Dalam hidup sehari-hari kita sering melihat orang lain dan sangat sedikit melihat diri kita sendiri. Mata melihat ke depan dan tidak bisa melihat ke dalam. Bahkan otak kita yang berpikir pun selalu memikirkan apa yang kita lihat sehingga jarang kita merenung untuk melihat keadaan kita sendiri dan berpikir tentang diri kita sendiri. Yang kita lihat kurang lebih ada 2 jenis yaitu yang lebih bagus dan yang buruk, ada yang sedang-sedang saja.
Apa yang terjadi ? Mata yang selalu terbuka dan melihat itu sangat mudah menerima informasi apa yang dilihat dan menyimpan dalam memori otak. Bangun tidur kita lihat kamar tidur, keadaan tidak rapi maka pikiran kita berkata,"biasa" karena hal itu terjadi setiap hari. Apa efeknya ? Karena kita terbiasa dengan yang tidak rapi, maka kita pun tidak melakukan apa-apa. Bagaimana saat kita melihat di luar rumah ada orang dan lingkungannya rapih ? Maka kita bilang,"hebat ya orang itu".
Hal lain adalah kita sering pula mendengar dari luar, yaitu omongan orang dan omongan orang tentang kita. Saat menyinggung tentang kita, kita mulai baper dan merasa "panas". Seakan-akan kita membantah apa yang diomongin orang tentang kita. Semua itu terjadi karena orang lain itu melihat kita dan berkomentar. Padahal kita pun melakukannya yang sama, kita melihat orang dan berkomentar tentang orang lain, dan kita merasa benar apa yang kita omongkan tentang orang lain.
Kok dia hebat ya ? maknanya kita mengakui orang itu hebat karena kita melihat orang itu dimana kemampuannya kita dibawahnya. Yang salah itu kita sendiri, karena kita tidak pernah memperhatikan diri kita sendiri, mata melihat sekitar kita dan pendengaran protes saat diomongin.
Kita juga hebat sekarang. Percayalah kita tidak lebih buruk dari yang lain. Mulai fokus melihat diri kita sendiri dan berterima kasihlah atas komentar buruk untuk kita dari orang lain. Kesadaran tentang keberadaan diri kita saat ini bisa mengantarkan diri kita kepada yang lebih baik
Jika kita bercermin,"ohh ternyata kita bangun siang dibandingkan orang lain", maka mengapa kita tidak mau bangun lebih pagi ?  Setelah bangun pagi terus-menerus, orang bilang,"hebat ya kamu sekarang"!
Ini baru satu hal kita fokus dan serius tentang diri kita, lalu jika setiap hari kita beri fokus dan waktu SATU PERBAIKAN MAKA DALAM SEBULAN KITA SUDAH MENJADI MANUSIA BARU. Banyak orang bilang "wow kamu luar biasa sekarang"
Insya Allah fokus kita ke dalam diri sendiri itu membuka pikiran untuk mengenal diri kita sendiri. Dengan mengenal diri sendiri dapat mengantarkan kita kepada siapa yang menciptakan kita.

Berjalan ke kiri dan ke kanan

Andaikan Anda berjalan dari rumah menuju tujuan dengan jalannya yang tidak lurus, kadang ke kiri dan kadang ke kanan. Yang pasti perjalanan kita itu terus bergerak mendekati tujuan. Seharusnya bisa nyampe lebih cepat, tapi apa mau dikata kita belum tahu jalan yang lurus itu. Jalan ke kiri atau ke kanan itu pun kita ikuti orang di dapan kita. Bisa karena macet kita yang tidak sabar menunggu jadi ikut jalan orang yang kelihatannya lancar dan cepat tapi ternyata jalan itu pun tidak lebih cepat. Menoleh ke jalan lurus .... bertemu lagi kita dengan kendaraan yang tadinya di belakang kita. Atau bisa juga kita tidak yakin dengan jalan lurus itu sehingga menggoda kita untuk belok kiri atau kanan.
Setelah tiba di tujuan, barulah kita tahu bahwa "mengapa saya tidak jalan yang lurus aja ?".
Bagaimana dengan perjalanan hidup kita ? Menuju jalan kebaikan yaitu jalannya Allah. Sudahkah kita mengenal jalan Allah itu ??? Apakah kita pernah merasakan nikmat dan susahnya jalan Allah itu ? Bisa jadi tidak banyak. Yang kita lakukan malah jalan yang menyimpang dari jalan Allah dan kita banyak merasakan suka dan dukanya. Imbanglah begitu atau bahkan yang menyimpangnya lebih banyak. Memori perasaaan kita tadi yang menyimpang jauh menggoda kita untuk susah menuju jalan Allah. Jika jalan ke kiri itu adalah jalan menyimpang yang buruk (rayuan syetan), maka seringkali kita mengikuti karena memang tidak sabar menunggu di jalan Allah. Sudah memohon kepada Allah untuk ditunjukki, dibuka, dimudahkan bagi kita ? Sepertinya tidak nampak, sedangkan kebutuhan dan keinginan sudah terdesak maka ajakan syetan lebih baik. Bahkan impian yang kosong diberikan syetan bahwa,"kalau salah kan Allah Maha Pemaaf". Jadilah kita menjadi di jalan kiri (jalan yang bukan jalan Allah).
Seandainya jalan kanan itu kita ibaratkan jalan yang juga kelihatannya jalan baik tapi tetap aja jalannya bukan jalan Allah. Kita merasa berjalan di jalan lurus tapi keikhlasannya membuat jalan itu miring ke kanan. Berilmu dengan benar, tapi masih ada di hati mau  disebut orang yang berilmu (pintar dan ingin dipuji), Memiliki harta dengan suka dermawan, tapi ada sedikit di hati ingin dibilang orang yang baik dan suka memberi, demikian juga dengan kita yang memiliki kekuasaan yang menjalankan perintah agama, tapi dalam hati masih ada ingin disebut sebagai orang yang berjasa bagi banyak orang karena kepemimpinan kita.
Jalan yang  lurus itu pasti lebih cepat, tapi bisa juga menanjak atau menurun. Maka kita sebagai hamba Allah mesti mengenal jalan itu .... Allah telah memberi petunjuk bagi manusia untuk menemukan jalan Allah. Dan ada tip-tip dari Allah saat mengikuti perjalanan jalan menurun atau jalan yang menanjak atau jalan berlubang dan jalan tidak mulus. Sudahkah kita mengenal dan memahami jalan Allah itu ? Ayo kita kuatkan niat di hati dan memohon Allah untuk membimbingnya agar kita mampu dan dimampukan menjalani jalan yang lurus.

Khawatir masa depan

Seorang temen curhat tentang kehidupannya yang semakin terpuruk, satu masalah belum selesai ada lagi masalah baru, tambah pikiran stress. Semua masalah itu diawali dengan uang yang tidak cukup ? cek lagi dan renungkan dengan seksama, apakah kita sendiri yang kerjanya belum maksimal sehingga uangnya juga tidak maksimal ?? Jika sudah maksimal, maka boleh dong periksa apakah yang kurang uang itu untuk kebutuhan dasar atau memenuhi keinginan kita ???
Ada temen yang lain yang secara ekonomi udah cukup, masih ada kekhawatiran tentang bulan depan ? dan masa depan keluarga ?
Mau menyelesaikan masalah kekhawatiran tentang masa depan ... terus melintas dalam pikiran. Selalu dipikirkan dan selalu dicariin solusinya dan berusaha untuk dijalani, tapi ternyata masih ada aja kekhawatiran itu. Apalagi di saat usia semakin lanjut.
Perhatikan aja, jika kita kurang uang, tanya pada diri kita .. apakah ini persoalan pikiran atau urusan hati atau perasaan ? Secara langsung sih urusan PIKIRAN, kurang uang ya cari uang, ngga ada ilmunya cari ilmunya dan seterusnya. Jika kurang itu ada urusan dengan pasangan karena marah-marah, maka urusan ini BUKAN hanya pikiran tapi campur dengan perasaan. Sekali pun dirayu pasangan kita belum tentu menyelesaikan masalah kurang uang. Menyuruh pasangan untuk sabar bisa saja urusan selesai tapi hanya sementara. Masalah pasangan hanya bisa diselesaikan dengan memberi uang.
Out of box adalah berpikir bahwa kekhawatiran itu adalah urusan hati. Bukankah hati kita yang khawatir ? Bagaimana urusan khawatir itu kita sambungkan dengan hati dan Allah ? Emang urusan selesai dengan hati dan Allah (urusan uang dicukupkan). Buat apa kita sambungkan ke hati dan Allah ? Agar saat terrkoneksi (sadar) membuat kita mendapat petunjuk yang benar, dan kita tetap terus menggali ilmu yang benar untuk sesempurna mungkin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan kita. Allah ada cara yang sederhana yaitu beriman sepenuhnya kepada Allah, lalu tidak pasrah tapi kita pasrah kepada Allah dengan menjalankan apa yang diperintah dan dilarang, dan banyaklah beramal saleh
Berzikir menenangkan jiwa (hati), banyak beramal membuat hati bahagia dan perasaaan senang, banyak ibadah bisa menentramkan pikiran dan hati, bahkan saat berpikir masa depan berarti berpikir tentang hari ini yaitu apa yang kita kerjakan hari ini buat hari esok.
Ayo kita banyak merenungkan dan beramal saleh agar mendapat petunjuk dan keberuntungan dari Allah. 

Ketakutan atau khawatir vs beriman

Judul di atas kami angkat sebagai materi motivasi yang mesti kita perhatikan. Bisa dibayangkan saat kita sedang khawatir atau takut dengan masa depan kita. Khawatir bulan depan masih kerja apa nggak, bulan depan masih hidup lebih layak atau memang hari ini tidak punya uang untuk makan sehingga membuat kita semakin khawatir dan takut ... "kelaparan", "kekurangan" atau "mati".
Fakta seperti itu dapat kita lihat disekitar kita, yaitu orang yang mengemis atau meminta-minta, pekerja lepas, mereka tidak memiliki pekerjaan atau orang yang banyak hutangnya (pendapatannya tidak cukup). Suasana di rumah menjadi masalah, mau ngapa-ngapain jadi malas.Mau kerja ? yah pasti kerja tapi tidak membuat kita mendapatkan hasilnya sekarang. Mau cari tambahan, gemana caranya ? kerjapun hanya ala kadarnya dan tidak tuntas. Wajah suram ... Menunggu petunjuk dengan Berdoa dan minta tolong teman.
perhatikan katanya kita beriman kepada Allah, salah satunya adalah percaya kepada Allah yang Maha Memberi rezeki. Berpikir sederhana dan mudah aja adalah kita percaya berarti kita pasti berserah diri kepada Allah dengan jalan mengikuti petunjukNya agar Allah berkenan memberi rezeki. Sebagai hamba pasti ada kekhawatiran tidak diberikan rezeki tapi kekhawatiran itu dioptimiskan dengan percaya kepada Allah. Dalam beberapa terjemahan Al Qur'an ada kalimat "saat kita percaya kepada Allah dan beramal saleh maka tidak ada kekhawatiran dan tidak merasa sedih". Hati-hati bahwa semakin besar kekhawatiran membuat rasa percaya (beriman) itu berkurang. Semakin maksimal khawatir semakin tidak beriman yang bisa membuat kita "bunuh diri", tidak ada pegangan lagi. Gemana kalau jika beriman yang kuat ? Dengan iman yang benar melalui amal saleh yang kita lakukan tidak membuat kita 100% optimis (sombong). Optimisme untuk sebuah harapan dari Allah menjadi bagian dari iman kita dan rasa pesimisme kita tetap ada dalam rangka merasa apa yang kita lakukan tidak sempurna dan ingin selalu disempurnakan sampai datangnya ridha Allah.
Kehidupan diatur Allah maka apapun yang terjadi yang kita alami adalah bagian pengaturan oleh Allah. Pengatiran Allah aturan dituangkan dalam petunjukNya dengan konsep beriman sepenuhnya dan beramal saleh. Solusi atas kekhawatiran atau ketakutan kita dapat menerapkan penjelasan di atas. Bagaimana khawatir itu tidak semakin kuat ? Mari tingkatkan keimanan kita kepada Allah dengan memahami Allah dengan benar lewat Al Qur'an dan selalu beramal yang saleh. Semakin kuat iman kita semakin kta percaya Allahlah yang Maha Memberi rezeki dan kekhawatiran itu semakin kecil. Kekhawatiran itu tetap ada agar mengajak kita untuk selalu banyak beramal saleh dan menyempurnakannya sampai Allah berkenan. Banyak beramal dan menyempurnakannya mesti menuju kerja yang ikhlas, belajar dengan ilmu yang bisa menyelesaikan tuntas pekerjaan (amal) kita dan dibarengi sikap sabar. Percaya dan yakinlah bahwa saat kita berbuat amal saleh dengan memberi tenaga, waktu, pikiran, materi MAKA ALLAH SIAP MENGGANTIKAN DENGAN KEBAIKAN YANG LEBIH BAIK. Just do it.

Bebek dan Ayam bermain

Jika ada bebek dan ayam bertemu, maka keduanya bingung mau ngomong apa. Hal ini disebabkan karena bahasanya tidak sama, bahasa bebek dan bahasa ayam. Tapi bebek dan ayam bisa bermain bersama dengan bahasa baru, bahasa isyarat. Sekalipun ada hambatan dalam berkomunikasi maka bebek dan ayam bisa bermain bersama atau berjalan bersama dan aktivitas lainnya
Seorang bule datang berbelanja di pasar, belanja ikan. Maka penjual ikan jadi bingung dan rada takut karena tidak tahu bahasa bule. Mari kita cari apa yang samanya ? Orang Bule ke pasar buat beli ikan. Maka penjual ikan tak perlu khawatir, ternyata bicara aja apa yang dijual atau menunjukkan ikannya. Bukankah ikan yang dimaksud orang bule sama dengan ikan yang dijual di pasar. Lalu berat tidak perlu takut timbangannya pun dapat ditunjukkan pada angka yang terbaca tanpa bahasa bule.
Itulah yang sering terjadi dalam banyak kehidupan kita. Jika kita yang punya kepentingan kepada seseorang, maka kita mesti menggunakan bahasa orang tersebut atau secara alamiah bisa bersama dalam berbagai aktivitas sekalipun kendala bahasa.
Dalam agamapun banyak orang berpikir tidak bisa bersatu antara paham satu dengan yang lain, BUKANKAH tuhanya satu yaitu Allah. Orang Arab dan orang indonesia bisa shalat bareng, bisa saling membantu dalam kesulitan dan banyak hal lagi yang baik yang bisa dilakukan. Mengapa kita berpikir yang tidak bisa dilakukan karena perbedaan ?
Dengan seorang wanita kita yang pria sudah berbeda, kita dengan asal daerahnya sudah beda, kita dengan pendidikannya sudah beda, kita dengan latar belakang keuarga juga beda, kita dengan sifat dan karakternya berbeda ... dan banyak lagi. Tapi jika kita mempunyai tujuan yang sama maka perbedaan itu tidak ada lagi.
Berbuat baik itu sulit, karena kita memikirkan di luar berbuat baik itu. Orang sabar itu susah karena orang berpikir mana tahan dengan sabar, jujur itu tidak dihargai karena kita jujur buat orang lain bukannya jujur itu ikhlas, mau tersenyum aja kita mikir karena dia sih cuek kalau disenyumin, maknanya bahwa Allah mengajak kita untuk tidak melampaui batas, jika makan itu baik tidak berlebih maka janganlah kita melampaui batas dengan makan berlebih. Bukankah kita bisa berpikir makan yang sedikit tapi mengenyangkan, makan yang bergizi dengan sayuran dan lauk tempe/tahu sudah lebih dari cukup dibandingkan dengan daging yang mahal. Tujuan kita ingin berbuat baik maka pikirkan apa yang bisa kita lakukan agar bisa berbuat baik BUKAN diluar itu (melampaui batas).
Inssya Allah kita diberi kemampuan untuk mendapatkan petunjuk dan tidak melakukan sesuatu di luar batas. Aamiin

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...