Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Konsisten vs Hambatan

Kata konsisten atau kontinu atau kegigihan adalah bentuk aktivitas yang terus-menerus untuk meraih target atau tujuan. Dan kita bilang bahwa konsisten itu sudah kita lakukan tapi tidak membuahkan hasil. Maka kita pun beralih kepada tujuan yang lain.
Tidak banyak orang yang konsisten, mereka adalah yang meraih kesuksesan saat ini. Maka dapat dikatakan bahwa belum konsisten kalau belum sukses. Jika ada yang ngomong saya sudah konsisten dan belum sukses BERARTI saat mereka bicara itu sudah tidak konsisten sehingga belum sukses.
Mengapa konsistensi itu "terhenti" ? karena ada hambatan yang besar benar-benar memperlama atau bahkan menghentikan konsisten itu. Yang terpenting adalah tetap pada tujuan sehingga mampu mendorong untuk konsisten.
Apakah dengan adanya hambatan bisa menghentikan konsistensi ? Hambatan selalu ada baik yang kecil maupun yang besar. Jadi tidak perlu kita risaukan, maka yang mesti kita sikapi adalah bagaimana kita mampu melewatinya dengan ilmu dan trik yang benar. Tanpa ilmu dan trik (pengalaman), hambatan membuat kita tak melihat lagi tujuan sehingga mengurungkannya dan akhirnya berhenti untuk konsisten.
Konsisten butuh kesabaran untuk belajar ilmu dan trik (pengalaman) agar mampu melewati hambatan. Sama halnya iman ... belum tentu beriman kalau belum diuji (hambatan), maka iman itu menjadi sempurna dengan mengamalkan petunjuk Allah (ilmu dan teladan dari Nabi dan orang terpilih).
Mau sukses ? Mau ....

Semangat itu menyenangkan

Ada temen bilang,"bete banget kerja". Terus saya lanjutkan dengan pertanyaan,"lagi nggak semangat ya ?". Dengan tegas temen itu bilang,"semangat dong". Apakah ada hubungan antara semangat dengan perasaan ? Apakah orang yang semangat itu wajahnya menyenangkan atau sebaliknya bikin bete ?
Semangat itu memiliki energi lebih banyak dalam melakukan sesuatu karena ada motivasi tinggi untuk meraih apa yang diinginkan. Bisa dibayangkan saat kita bersemangat maka tubuh kita dapat merasakan kesenangan yang luar biasa, maka sebenarnya kondisi bete itu sangat kecil terjadi. Hal itu bisa terjadi saat kita menemukan kesulitan atau hambatan dalam perjalanan menuju impian. Atau kita membolak-balikkan dengan perasaan senang bisa membangkitkan semangat. Tidak ada aturan yang merumuskan itu.
Jadi alangkah baiknya saat kita termotivasi yang muncul dari dalam, maka semangat itu bisa menggelora yang memberi energi luar biasa dalam bertindak. Dan yang pasti menyenangkan sekalipun ada hambatan.
bandingkan saat perasaan senang itu muncul yang banyak dipacu oleh ransangan luar (eksternal), maka semangat yang muncul tidak begitu kuat. Saat bertemu hambatan bisa melemahkan semangat dan bikin kita juga bisa bete.
Agama mengajarkan kita untuk membangkitkan semangat dari dalam (internal) yang berupa ikhlas, bekerja untuk Allah. Kondisi ini betul-betul memberikan energi luar biasa sehingga diberikanlah kenyamanan hati dan perasaan oleh Allah. Pengen semangat dan menyenangkan, maka ikhlaslah dalam bekerja.

Bisa nggak sih berubah ??

Kalimat di atas merupakan ungkapan frustasi terhadap apa yang kita lakukan untuk merubah orang lain. Seakan-akan apa yang kita lakukan sudah maksimal tapi hasilnya tidak ada. Bisa nggak sih berubah ? Pertanyaan yang ditanyakan kepada kita sendiri dan kita sendiri pula yang menjawab. Pastilah Anda menjawab nggak bisa dan susah.
Jika kita ingin merubah orang lain, maka tentulah ada cara baru atau cara yang tepat yang bisa dilakukan orang lain untuk berubah. Perubahan itu hendaknya muncul dari dalam diri orang tersebut. Dan kita hanya sebagai pembangkitnya saja. Tapi kenyataannya, kita lah yang banyak melakukan apapun untuk merubah orang lain itu dengan cara-cara yang menurut kita baik, bahkan dengan sedikit memaksa.
Masihkah kita ingin memaksa perubahan itu dengan cara-cara kita pada orang lain ? dan menuntaskan dengan pertanyaan di atas yang seharusnya ditujukan kepada orang lain tapi selalu ditanyakan kepada diri kita sendiri.
Mengajari orang untuk berubah seperti menggurui yang mana tidak semua orang suka. Orang yang digurui merasa rendah dan tidak mau direndahkan yang akhirnya tidak mau digurui, oleh sebab itu banyak orang yang tidak mau berubah. Kalaupun berubah pastilah terpaksa.
Yang paling dasar yang wajib kita lakukan adalah mengajak orang tersebut untuk memahami pekerjaannya dan apa respon banyak orang terhadap mereka. Apakah yang dikerjakannya saat ini terasa berat ? jika iya, maka bangkitkan semangat bahwa mau nggak sih pekerjaannya jadi ringan ? pastilah mau ........ maka mulailah menghargai dorongan awal ini. Lalu jadilah teman agar dapat menerima masukan dari kita. Membantu dan mensupport mereka yang mau berubah selalu dikedepankan daripada kesalahan yang mereka perbuat.
Jadi pertanyaan di atas,"bisa nggak sih berubah ?" tidak perlu kita lontarkan kepada orang lain atau bahkan kepada diri kita sendiri. Karena sebenarnya kita sendirilah yang tidak berubah karena memaksa dengan cara-cara kita sendiri yang kita anggap benar tanpa mau memahami orang lain. Mari kita ciptakan yang tidak menyinggung perasaan orang lain dan membuat orang lain terdorong untuk melakukan sesuatu dengan cara yang santun.

Berlatih sabar

Sabar sudah menjadi kata yang sering kita ucapkan. Saat temen bilang,"ayo cepetan ... ntar terlambat". Dan dengan sigap kita pun menjawab,"sabar kenapa ?". Dilain peristiwa kita pun menerima nasehat,"sabar ya dengan keadaan sekarang, dan Insya Allah sabar itu berbuah manis". Orang marah atau sangat emosional, kata "sabar" sudah jadi paket yang disampaikan orang lain kepadanya.
Semua orang hampir pasti tahu makna sabar, diantaranya sabar diartikan "jangan marah" atau sabar dimaksudkan untuk kita menunggu hasil yang diharapkan. Hampir pasti bahwa kata sabar kita sampaikan kepada orang lain sebagai nasehat, dimana orang tersebut lagi tidak sabar. Apa yang terjadi ? Komunikasi dari 2 pihak tersebut "tidak connect" karena yang satu lagi emosi dan yang satu tidak emosi dan bisa terpancing emosi.
Pernahkah kita terpikir untuk menasehati diri sendiri untuk sabar ? Pastilah menasehati diri sendiri terjadi saat kita sedang tidak emosional. Kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan kita sabar. Dan menasehati orang lain untuk sabar tetap terus kita sampaikan.
Di awal pastilah pikiran dan perasaan kita begitu kondusif untuk bersabar. Dan saat marah, hal tadi kalah sehingga kita marah lagi. Kalau ini yang terjadi maka lakukan terus kesadaran kita untuk sabar ... dan masih terjadi tidak sabar karena hal itu sudah menjadi kebiasaan. Merubahnya perlu waktu dan latihan. Jadi tetaplah bersabar dalam berlatih sabar.
Saat kita sabar, ada saja godaan dan ransangan untuk tidak sabar dengan berbagai alasan yang logis,"gemana mau sabar, sedangkan dia aja suka marah sama saya".Tapi TETAPLAH BERSABAR.
Saat kita sudah merasa mampu bersabar pun masih ada rayuan untuk tidak sabar,"buat apa sabar dan yang lain saja nggak gitu, Capek". Tapi TETAPLAH BERSABAR
Dan saat kita sudah merasa biasa bersabar, "kok sampai kapan ya saya harus bersabar, katanya Allah bersama orang yang sabar". Kalau begitu kita hanya belajar bersabar terus agar waktu menunggu (yang bisa merusak kesabaran) .. tidak jadi fokus.
SUDAH MEMBIASA SABAR pun tidak luput dari godaan agar tergelincir menjadi tidak sabar. Orang sabar bisa bikin bangga diri dan sombong ... Lalu TETAPLAH BERSABAR dan memurnikan niat hanya kepada Allah.
Insya Allah semua perjalanan menjadi sabar itu disempurnakan Allah dengan kekuasaan dan kekuatanNYA. Aamiin

Saat tidak sabar, dunia berubah

Dalam hidup banyak pesan untuk kita bersabar, "sabar ya" dalam kondisi terpuruk atau kondisi yang membuat kita terpancing untuk emosi. "jangan dipikirin emang orangnya begitu" dan banyak kalimat lain yang mengajak sabar,"sabar aja, Allah bersama kita".
Bayangkan ujian kesabaran itu seringkali kita lewatkan begitu saja BUKAN menjadi sabar tapi hanya sekedar menahan emosi lalu mengabaikannya. Alhasil ujian sabar itu muncul lagi karena memang kita belum lulus, dengan sumber yang sama masalahnya atau dari sumber lain. Apakah kita disebut seudah bersabar ? Entahlah tapi rasanya belum bersabar.
Saat kesabaran itu tidak ada, maka dunia berubah tidak sesuai dengan keinginan kita. Kok bisa ? Kita menjadi sabar itu karena ingin harapan kita tercapai/terjadi. Kalau nggak sabar ya pastilah harapan kita pun tidak tercapai. Contoh, saat kita marah sama anak, artinya kita tidak sabar lagi untuk mencapai keinginan kita. Maka yang terjadi adalah bisa jadi anak mengikuti kita tapi dengan ngedumel (kondisi yang tidak sesuai dengan keinginan kita) atau bahkan anak kita melawan. Bagaimana dengan harapan kita agar tercapai ? Bersabarlah dengan apa yang sudah kita lakukan dan terus memperbaiki cara untuk bersabar dengan merubah/memberi contoh peringatan untuk anak ikut berubah dengan hatinya.
Untuk menjadi sabar bisa jadi wajib menghadapinya (apa yang menjadikan kita tidak sabar). Ada orang yang diajarin nggak bisa-bisa, maka akibatnya bikin kita tidak sabar saat ditanya lagi. Terucap,"otaknya udah bebel nggak bisa diajarin". Tapi ingat, bisa jadi memang kita yang ngajarinnya yang salah bukan orang yang bodoh. Dengan sikap ini, kita bisa membangun kesabaran itu yang membuat kita mau belajar dan mengajarkannya dengan lebih baik. BUKAN menghindar dari orang yang susah diajarin. Itulah kesabaran ... BUKAN sekedar menahan emosi tapi memberikan kebaikan bagi kita dan orang lain.
Atau saat kita kesel dengan seseorang yang tidak ada habis-habisnya, maka yang membuat kita sabar adalah kita percaya bahwa masih ada Allah yang mampu merubahnya. Tetap selalu menghadapi mereka dengan cara dan ilmu yang semakin baik DAN dibarengi doa agar Allah membukakan hati orang tersebut untuk tidak membuat kesel lagi.
Insya Allah dengan sabar dan sabar, menunjukkan kita mampu mengikuti perintah Allah dan kita terus menempuh perjalanan yang baik yang sesuai apa yang kita inginkan. Insya Allah kita dirahmati dalam menempuh kesabaran dalam segala hal dalam hidup ini. Aamiin

Kok bisa

Kalimat pendek itu seringkali muncul, "ya kok saya bisa begini ?" Atau kalimat itu bisa tertuju kepada orang lain juga. Seakan bertanya atas hal yang tidak umum terjadi atau peristiwa yang tidak diduga terjadi.
Begitulah kita yang saat ingat memunculkan banyak pertanyaan yang mengajak kita bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Kondisi ini bisa terjadi karena kita tidak sadar dengan kejadiannya, kok bisa nggak sadar ? Iya lah karena kita tidak fokus dan tidak menjalankan dengan hati (hanya fisik yang dirasakan atau dilihat bekerja). Makanya saat hati tersentuh barulah kita menyadari apa yang kita kerjakan atau apa yang kita lihat.
Selain itu "kok bisa ....." Bisa muncul karena kita melakukan sebuah aktivitas rutin atau melihat aktivitas rutin sehingga tidak mampu merasakan apa-apa lalu di saat hati tersentuh barulah kita sadar dan berkata kok bisa ya ?
Begitulah bahwa kesadaran itu membawa kita kepada keadaan yang semakin baik lewat hati. Dan seakan tidak percaya "kok bisa ?". Kesadaran itu didorong oleh kekuatan dan kekuasaan Allah sehingga kita pun berkata,"kok bisa ya ". Seolah tidak percaya.
Mari sikapi hal seperti itu dengan rasa syukur yang luar biasa sebagai bukti bahwa kita itu tidak memiliki kekuatan apa pun kecuali kekuatan dari Allah. Rasa syukur itu dengan memelihara kesadaran itu dengan meneruskannya lewat amal-amal saleh yang Allah rahmati sehingga hati selalu terjaga.

Sadar saat butuh pertolongan

Saat butuh pertolongan karena kita sudah merasa tidak melihat hasil yang menggembirakan kita, mengapa ? Karena kemampuan dan kekuasaan kita tidak cukup, lalu muncullah memohon pertolongan. Siapa yang bisa menolong kita ? Ada pasangan kita, orang tua kita, anak atau saudara dan sebagainya.
Siapapun yang menolong kita cenderung hanya untuk beberapa kali saja. Tapi sepertinya pertolongan selalu muncul sepanjang hidup kita. Wajarkah ? Iya wajar, tapi yang tidak wajar adalah pertolongan dari orang lain yang tidak bisa langgeng. Dan pertolongan itupun seringkali tidak memberikan hasil yang baik, sesuai keinginan kita.
Yang pasti pertolongan itu muncul secara naluriah dari dalam hati kita lewat kalimat doa, "ya Allah, kami mohon ....." Itulah bentuk kebaikan dari Allah yang menciptakan kita dan juga memlihara kita. Tapi kitalah yang tidak sadar tentang hal itu.
Saat butuh pertolongan itulah kita sadarkan untuk kembali kepada Allah, maka janganlah disia-siakan dan segeralah untuk ditindaklanjuti menjadi tindakan berupa amal saleh. Amal saleh itupun butuh ilmu yang dapat kita temukan berupa petunjuk dalam Al Qur'an. Agar kesadaran itu sempurna dan siap menjadi amal saleh maka banyaklah membaca Al Qur'an dan pahami petunjuknya dengan mengamalkannya. Insya Allah sat kita butuh pertolongan Allah selalu stand by karena kita selalu menjaga koneksi dengan Allah lewat amal saleh. Dengan demikian kita bisa pula menolong orang lain.

Jas hujan

Saat hujan pastilah meneduh atau selalu mempersiapkan jas hujan. Tapi ada juga orang yang tetap berhujan dengan perhitungan yang matang,"hujan segini ya tidak bikin sakit dan lagi pula ada urusan penting yang mesti dijalani". Begitulah kira-kira persiapan kita saat hujan.
Tapi ada juga sih yang cuek dengan turunnya hujan. Tidak ada persiapan dan jalani saja.
Dalam hidup ini pun kita memiliki banyak hal yang sama dengan hujan dan terlihat lebih pasti. Bukankah dalam hidup ini selalu ada hambatan dan gangguan saat bekerja ? Iya lah pasti ada. Hambatan dan gangguan itu seringkali mirip dengan hujan, tidak bisa diprediksi tapi ada. Saat kita menduga dia ada atau saat kita cuek maka hambatan dan gangguan itu muncul. Seperti halnya hujan, maka yang benar adalah selalu mempersiapkan jas hujan.
Untuk urusan kita, maka jas hujan itu adalah kesiapan kita. Hiduppun mesti disiapkan "jas hujan"nya yaitu ilmu yang selalu diperbarui, niat yang lurus dan kuat, bersabar untuk tekun beraktivitas, selalu berpikir baik dan lainnya. Dan yang pasti jangan lupa selalu "kontak dengan Allah" agar Allah selalu menolong kita saat diperlukan. Sudahkah kita mempersiapkan jas hujan kehidupan kita ?

Pilihan itu tidak ada

"Kok judulnya nggak oke kayaknya". Lalu Anda bilang seharusnya "Pilihan itu ada dan bahkan banyak". Oke lah kalo begitu ... Mari sama-sama kita telusuri arti judul di atas.
Pilihan itu tidak ada, apa betul ? Nggak betul. Pertanyaannya apa saja pilihan itu ? Misalkan kita mempunyai tujuan ke Bandung, maka ada beberapa pilihan menuju Bandung yaitu jalan tol Purbaleunyi, Bogor - Puncak - Cianjur, Cikampek - Padalarang - Cimahi dan banyak lagi. Kalo ada pilihan yang banyak pasti hanya satu kan yang dijalani. Artinya apa ? Hanya ada satu pilihan. Terus Anda pun tanya,"apa arti pilihan yang lain?" Pilihan yang lain itu hanya ingin mengajak kita memilih yang kita sukai atau yang paling logis. Dan pilihan lain itu bisa menggoda dan membuat kita memainkan perasaan dan logis saling beradu untuk jadi pemenang. Sebenarnya pilihan kita itu memang satu, lalu kita mikir sebentar atau berkomunikasi dengan orang lain maka muncul pilihan lain dan semakin banyak. Pilihan itu ternyata cara yang beraneka ragam TAPI pilihan kepada TUJUAN hanya satu.
Ingat bahwa semakin banyak pilihan membuat kita "bingung" yang seringkali membuat kita tidak memilih dan sebaliknya satu pilihan tidak memberi kesempatan untuk mikir lagi tapi langsung action. Dan akhirnya memang hanya ada SATU TUJUAN dan SATU CARA yang kita laksanakan.
Seiring waktu, pilihan yang sudah kita jalani bisa diganti dengan pilihan yang semakin baik untuk mendekatkan kita menuju TUJUAN. Itulah proses dari satu pilihan ke satu pilihan berikutnya yang dipengaruhi oleh evaluasi atas apa yang sudah kita dapatkan dalam menuju TUJUAN.

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...