Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Kerja sepenuh hati

Judul itu seperti tidak mudah dijalani, kerja sepenuh hati. Bukankah kerja sepenuh hati itu tanpa pamrih ? Itulah pandangan orang tentang kerja sepenuh hati.  Cocoknya untuk mereka yang kerja sukarela, lembaga sosial. Pandangan itu tetap saja dipegang sampai hari ini.
Terus apakah mungkin dijalani kerja sepenuh hati itu di kantor dan sejenisnya ? Oke, saya mengikuti pandangan awal bahwa kerja sepenuh hati tanpa pamrih (sukarela). Sebenarnya saya menulis judul kerja sepenuh hati itu maksudnya kerja ikhlas. Kata ikhlas berhubungan dengan hati dan Allah, saya temukan bahasa Indonesianya sepenuh hati.
Perhatikan kata ikhlas atau sepenuh hati, ikhlas berarti untuk Allah. Untuk Allah itu adalah kita mempersembahkan kerja kita untuk Allah. Bukan berarti kita tidak memberi kerja kepada perusahaan/kantor. Apa yang kita kerjakan itu adalah kerja yang diberikan kantor, untuk menjadi kerja yang ikhlas untuk dipertunjukkan kepada Allah adalah dengan mengikuti petunjuk yang Allah berikan. Kerja yang jujur, kerja yang bertanggung jawab, kerja yang berilmu, kerja tuntas, yang sesuai keinginan Allah. Dengan kerja seperti ini tentu membuat kita kerja yang benar dan pasti bisa memenuhi target kerja di kantor. Jadi pola pikir kita mesti dibangun kerja ikhlas/sepenuh hati itu mempunyai nilai lebih tinggi dari apa yang ditargetkan kantor. Akibatnya kita tidak bercabang, kerja ikhlas secara agama dan kerja juga secara dunia. Dalam firman Allah, jika kita mengerjakan agama (akhirat) maka kita mendapatkan dunia dan akhirat. 
Berikutnya .... saat kita kerja untuk Allah, maka "bos" kita sudah lebih tinggi dari bos kantor yaitu Allah. Allah memberi amanah dan kita mesti mempertanggungjawabkannya. Untuk bisa mewujudkannya maka Allah selalu mengawasi kita 24 jam, kalau salah ditegor dan kalau benar disupport (didampingi dan diberi petunjuk). Akibatnya kita kerja jadi bener ... setiap saat dilihat Allah.
Disisi lain, kerja ikhlas atau sepenuh hati itu menjalankan yang wajib ditambah yang sunnah. Sunnah berarti kita mengerjakannya lebih dari yang diminta. Bayangkan saat kita mengerjakan apa yang diperintahkan dengan menambah nilai pekerjaan itu .. sudah menjadi ikhlas/sepenuh hati. Bukankah tambahan nilai yang kita berikan itu tidak diminta (tanpa pamrih) ?
Dari penjelasan di atas, kerja sepenuh hati itu sangat mungkin dilakukan. Dimulai dengan niat kerja (kerjaan kantor) dan melanjutkan dengan mempertunjukkan kerja yang benar di mata Allah dan hasilnya kita bisa "bahagia" dan menghasilkan yang terbaik untuk kantor. Allah pun membalas kita dengan kebaikan di dunia berupa pendapatan dan kebaikan lainnya seperti karir dan dipercaya banyak orang.
 

Bersemangat !!

Saar ini yang sedang pandemi corona, banyak orang kurang semangat kerja. Semangat karena ada dorongan untuk bertahan hidup dan ada pula mulai pasrah dengan keadaan karena gaji dipotong atau terdampak pengurangan karyawan. Apa yang terjadi ? Kita menjadi sangat tergantung dengan keadaan pandemi, mau kerja takut tertular corona dan tidak kerja atau kerja dengan WFH menjadi kurang produktif. Semua tergantung corona dan terasa dampaknya
Selanjutnya kita bisa bertanya dimana Allah ? Ketergantungan kepada keadaan corona membuat kita yakin ... yakin terhadap dampaknya atau akibatnya. Mau keluar rumah takut ? Mau berbisnis takut bertemu orang dan sebagainya bahkan mau shalat di Masjid takut juga.
Bagi yang yang terdampak  dipecat atau dipotong gajinya, maka yang salah adalah corona. Pengurangan atau diPHK menyalahkan corona. Tapi renungkan sesaat, apa benar kita dipecat karena corona. Dalam perusahaan ada yang dipecat atau tidak dipecat. Yang dipecat dipilih 90% karena tidak produktif dalam kerja atau tidak kooperatif dalam team (terutama atasan). Tidak produktif berearti tidak ada kemampuan yang luar biasa. Kemampuan itu tumbuh karena mau belajar dan berubah. Saat kita dipecat maka mulai mengoreksi diri, mengapa dulu saya tidak memulai mandiri ? mengapa dulu saya tidak belajar ? 
Jadi bukan karena corona 100% kita dipecat atau dipotong gajinya. Bayangkan saat dulu kita sudah belajar dan menerapkan ilmunya untuk meningkatkan kinerja kita, bisa jadi tidak terjadi PHK pada diri kita. Bayangkan lagi kalau dulu saya mulai mandiri, bisa jadi saya tidak masalah kalau diPHK karena saya bisa mengerjakan banyak hal.
Tak ingin menyalahkan siapa-siapa lagi dan sudah terjadi, yang terbaik adalah kita menerima dengan ikhlas. Ikhlas berarti menerima keadaan ini bukan karena corona, corona hanyalah perantara dari Allah untuk keadaan kita. Keadaan kita hari inipun karena dulu kita tidak melakukan hal yang berarti. Tak perlu menyalah apa-apa lagi, tapi mulailah memperbaiki diri agar mampu melewati.Tumbuhkan rasa percaya dan beriman kepada Allah agar harni tertuju kepada Allah, Bismillah  

Bukan Ujian keimanan

Banyak kejadian yang sudah kita lewati, salah satunya kita sering bilang,"ini adalah ujian". Ujian apa ? ujian keimanan kita. Apakah salah kita mengatakan ini ? Tidak salah sih. Mari kita dalami dulu makna ujian keimanan, menguji keimanan kita. Umumnya ujian itu sesuai keimanan seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin tinggi pula ujiannya. Apakah benar iman kita sudah siap diuji oleh Allah. Contoh, kadang orang bilang,"sakit itu ujian". Apa yang terjadi jika makna itu benar ? Yang pertama adalah kita yang merasa diuji tadi, merasa iman tinggi mau dinaikkan sama Allah. Apakah kita semakin beriman dengan sakit tadi ? Jika iman kita sudah siap diuji maka sikap kita mesti baik terhadap ujian itu.
Apa yang kita lakukan saat sakit ? Biasanya aktivitas kita menurun dan mulai mengeluhkan kondisi yang semakin lemah. Apakah ini yang kita bilang ujian iman, dimana iman kita ? Bukankah jika iman itu sudah ada memiliki sifat dan karakter yang baik, diantara kita bisa menerima dengan ikhlas ketetapan Allah (sakit tadi). Tak hanya itu jika kita sakit kita cenderung dan fokus untuk berobat lebih dulu dan sangat mengandalkan obat agar sembuh. Dengan apa yang kita lakukan di atas, dimana iman kita ? dimana kita menempatkan Allah dalam masalah sakit ini ? Disinilah kita mulai berpikir dan introspkesi diri
Bisa kita bayangkan .... bisa kan sakit tidak diizinkan Allah karena kita menjaga kesehatan dengan makan yang sehat. Kita bekerja melebihi waktunya sehingga tubuh tidak mendapatkan istirahat. lalu bisa juga kita memang melalaikan pola pikir negatif sehingga tubuh mengikuti pola negatif. Atau memang kita tidak tahu cara hidup sehat dan tidak mau juga belajar. Jika ini yang terjadi maka apakah ini yang disebut ujian keimanan ?
Bagaimana dengan masalah hidup ? musibah dan sejenisnya ... masihkah kita berpikir kita diuji imannya. Saya mulai berpikir memang itu ujian, tapi ujian apa ? Sakit mengingatkan kita diuji, apakah kita sudah bersyukur dengan nikmat sehat ? Sudahkah kita menggunakan pikiran untuk menjalani hidup sehat atau mengabaikannya ? apakah kita bersyukur dengan tubuh yang sehat dengan memperbanyak ibadah dan amal saleh atau melalaikan (kufur) dengan nikmat Allah itu dengan tidak mentaatinya ? Jika pola pikir kita seperti ini membuat kita lebih sadar dan sesuai memang kondisi kita, maka kita pun menjadi mau berubah menjadi semakin baik (tidak merasa iman kita yang sudah baik).
Apapun sikap kita menghadapi sakit dan sejenisnya ? Yang terpenting kita semakin sadar kepada Allah dan kembali kepadaNya untuk menghadapinya bersama Allah. Hal inilah yang menjadi kekuatan kita untuk meningkatkan iman kita.  

Mengeluh atau berhenti

Dimulai tgl 31 Desember Malam ... ada banyak bencana di seluruh Indonesia. Umumnya banjir. Air menggenangi banyak wilayah dan menganggu aktivitas banyak orang. Ada apa ya ?
Ada yang bilang ini bencana, maknanya telah terjadi kerusakan di muka bumi dan laut oleh tangan-tangan manusia. Bencana itu sudah seizin Allah. Bisa jadi bencana ini tadinya belum terjadi karena Allah ingin melihat apakah manusia itu sombong atau nggak. Ada pembangunan yang dibanggakan dan ada banyak karya yang diyakini karya yang luar biasa. Begitulah kita jafi sombong dan sekarang masih mau bicara tanpa hati. Allah pasti lebih tahu ... yang hebat lagi manusia itu mengklaim bencana ini dengan menyalahkan orang lain. Mari kita bercermin, untuk apa kita menyalahkan karena pasti ada orang yang seperti itu. Jadi yawng jauh lebih penting adalah apa yang mesti kita lakukan hari ini. Yang pasti banyak istigfar dan lakukan banyak hal tanpa perlu mengeluh.
Hal lain dari kejadian di atas adalah menetima keadaan dengan terus bersemàngat memperbaiki keadaan sebagai amal kita. Mengeluh dan menyalahkan orang lain tidak merubah keadaan. Bisakah kita ikhlas  ? Ikhlas pun tanpa komentar ya.
Ayo kita menata hati agar dapat menyikapi dan semakin baik dalam bertindak., Bismillah semua itu menjadi baik dan inilah latihannya

Banyak orang sibuk ...

Sepanjang tahun ini ada satu hal yang menarik dan seperti berulang dari tahun ke tahun adalah selalu membuat rencana atau sering dibilang membuat resolusi. hanya sedikit orang dari awal tahun yang mampu meraihnya. Bagaimana dengan tahun ini ??? Bersiap untuk memulai kembali. Apakah ada jaminan kembali berhasil ? Pola mereka sudah ada dan bisa jadi hanya ingin merubah pola agar menjadi lebih baik. Begitulah biasa setiap keberhasilan sudah membuat jalan sendiri yang bisa ita lalui kembali untuk lebih baik, syaratnya menambah dan meningkatkan kualitasnya.
Tahun ini mereka sudah mencapai level A, maka mereka menuntut level lebih tinggi untuk bersaing dengan orang lain yang lebih hebat. Sebuah dorongan yang kuat untuk memulai dengan baik.
Tapi disisi lain, mereka yang lain yang belum mencapai rencana tahun ini, mestinya mulai berpikir bahwa segala sesuatu tidak bisa diraih tanpa kerja. Yang sederhana sih, banyak dari mereka ini memang kerjanya belum maksimal. Perlu bukti ? Mereka menyambut liburan dan merencanakan seperti orang yang sudah berhasil. Sama-sama libur. Yang belum berhasil mengatakan bahwa saya libur untuk rehat sejenak setelah stress kerja. Tapi saat mereka masuk kerja lagi stress pun tiba. dan begitulah siklusnya. Libur dan bila perlu cuti agar tidak stress, apa yang dilakukan mereka adalah sangat sibuk. Disinilah perbedaan sikap mereka yang belum mampu meraih rencananya, mereka melihat kerja sebagai sebuah kesibukan dan stress sehingga sulit untuk meningkatkan kemampuan kerja. Kerja yang sibuk tidak menjamin hasil yang baik, seolah-olah kerja berat tapi hasil tidak ada. Renungkan .... seperti halnya orang sudah shalat tapi tak banyak memberi kebaikan. Periksalah kerja kita, apakah asal kerja atau kerja yang hanya mengerjakan untuk hasil yang direncanakan ?
Bayangkan saat kita kerja 10, jarang kita mendapatkan nilai 10. Probabilitasnya kecil. Tapi bayangkan saat kita kerja 15 maka nilai 10 itu menjadi mudah dan bisa diraih. Jadi sesibuk apapun kita, maka koreksi apa yang kita sibukkan (apa yang kita kerjakan). Jika rencana kita ingin jadi supervisor dalam karir kantor, maka nilai dan kualitas kerja kita tidak boleh sebatas supervisor tapi menetapkan kerja yang melebihi nilai supervisor. Inilah kerja bukan ala kadarnya, tapi kerja dengan sepenuh hati.
Bagaimana shalat kita tadi ? Jika shalat itu ingin dijadikan wasilah untuk permintaan doa kita dikabulkan Allah. Maka kita mulai mikir tidak boleh shalat seadanya. Koreksi kualitas shalat kita, shalat yang dimaknai dengan hati sehingga kita benar-benar shalat, yaitu berkomunikasi dengan Allah. Shalatlah dengan hati bukan sekedar lisan dan perbuatan fisik saja.
Apa hubungan shalat dan rencana kita ? Perhatikan "jika shalatnya benar maka perbuatan lain menjadi benar". Sikap dan paham ini mesti kita bangun agar shalat itu bisa mendorong kerja yang benar, shalat dengan sepenuh hati maka kerjapun menjadi sepenuh hati dan sungguh-sungguh. Insya Allah dengan mengembangkan kualitas shalat yang luar biasa maka kerjapun menjadi ringan untuk dijalani dengan bimbingan Allah. Sibuk ? ya Sibuk dengan kerja yang sudah terbimbing dan hasilnya dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Ingin berhasil shalatlah dengan benar.

Tidak kerja itu lebih baik itu biasa ???

Kata yang berhubungan dengan kerja sering dikaitkan dengan urusan dunia, kerja di kantor, kerja cari uang, kerja yang membahagiakan atau sering kita tafsirkan kerja formal. Orang yang kerja di kantor disebut kerja, sedangkan kerja diluar kantor seperti berdagang "tidak disebut kerja tapi usaha". kerja atau usaha sebenarnya merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan sesuatu.
Awalnya kerja itu menjadi dorongan kuat bagi kita untuk menjalaninya, sering kita mengatakan, "saya kerja yang benar jika ini sudah dimulai atau diberikan kepercayaan". janji dalam diri yang sebenarnya tidak perlu diungkapkan. Keadaan ini sudah menjadi bagian dari awal kita memulai kerja. Selalu punya inisiatif dan proaktif untuk memulai pekerjaan itu bahkan kita lupa waktu, yang penting memberi yang terbaik sampai tuntas. Sampai berapa lama hal ini bisa bertahan ..?
Sampai kita merasa cukup. Benarkah begitu ? Ternyata semua keadaan itu terhenti karena kita sudah mulai bosan. Bosan mengerjakan hal yang sama setiap hari dan hasilnya tidak membuat hasi yang bertambah. Selalu ada kaitan dengan kerja lebih pasti harus menambah uang kita. persepsi inilah yang membuat kita mulai "frustasi" karena hasil tidak mengikuti nilai kerja kita. Akhirnya kita pun berhenti untuk melakukan kerja yang lebih baik
Mulai stress ? mulai tertekan dengan beban kerja yang semakin meningkat karena dunia luar menuntu kita kerja lebih agar bisa bertahan. Lalu hasil juga tidak mengikuti. Gaji atau pendapatan hanya naik setahun sekali dan tidak besar, sedangkan kebutuhan dan keinginan kita berlipat ganda. Mulai sering capek dan tak bergairah. Sudah tahu, kok masih diam saja ?
Boleh dong kita berpikir berbeda dari yang ada selama ini. kerja ya kerja dan hasil adalah hasil dari kerja. Sedangkan hasil itu meliputi kebutuhan dan keinginan kita. Bisa jadi hasil kita peroleh saat ini sudah cukup untuk hidup layak. Agar kerja yang maksimal terjadi maka kita pun mesti memiliki ketenangan jiwa dan kesehatan dan hal terkait lainnya. Ini semua dipenuhi oleh hasil yang kita dapatkan yang bukan saja berupa tapi campur tangan Allah untuk mengelola itu semua. Bagaimana jika kita sakit ? apakah kita bisa kerja ? maka tidak sakit itu adalah pemberian Allah alias wujud dari kerja kita dimana Allah memelihara tubuh kita tetap sehat agar kebutuhan hidup kita lebih baik. kalau begitu menjadi lebih sehat itu baik dong ? Maka kerja yang kita lakukan selama ini tidak hanya sekedar mencari uang tapi mengharapkan Allah memelihara kesehatan kita. masihkah kita berpikir kerja itu apa adanya alias tidak mau kerja yang lebih baik lagi ? Bangun diri kita dengan sehat yang luar biasa agar kerja yang luar biasa dan hasilnya Allah berikan yang lebih baik (barokah). Apa barokah itu ? Uang yang kita terima dari hasil kerja bisa menenangkan diri sehingga kita tidak dibalas oleh Allah dengan azab berupa keluarnya uang untuk hal-hal yang tidak kita duga. Uang bisa sama setiap bulan tapi saat kita dapat barokah maka uang itu terasa dicukupkan.
jadi kita mulai berpikir bahwa kerja itu bukan sekedar cari uang, tapi kerja itu mesti semakin hari ditingkatkan agar nilai barokah Allahnya semakin tinggi. Kehidupan kita dicukupkan ...
teruslah kerja yang membuat Allah tersenyum dan senyuman Allah itu membuat kita semakin beriman. kerja aja susah, apalagi tidak kerja. kerja semakin baik itu sangat berat, apalagi kerja yang tidak lebih baik. Selamat bekerja



Makhluk Allah

Banyak hal yang sudah kita ketahui, tapi tak banyak yang kita ikuti dan bahkan kita mengikuti yang belum kita ketahui dan mencari hal yang menarik. Apa yang sudah kita miliki dan belum dimaksimalkan tapi kita sudah mulai bosen dan ingin meraih yang lain, banyak menambah kualitas dan kuantitas.
Yang sudah punya motor, sebelum ada keinginan membeli mobil. Kemana-mana kita menggunakan motor yang ada. Kita rawat dan selalu dijaga penampilannya karena hanya dengan motor itu kita bisa mencari rezeki. Dan kita bangga memiliki motor itu dan bilang ke semua orang,"motor ini berjasa dan jantung kehidupan saya. Hemat lagi. Kalau hujan saya masih bisa menggunakan jas hujan". Dan yang lebih hebat lagi ... "saya sehat dengan motor ini".
Lalu ada apa dengan mobil ? Karena melihat orang lain pakai mobil, "kok enaknya. Nggak panas dan nggak kena hujan" Inilah barang kali dorongan untuk memiliki mobil dengan ditambah karena gengsi dan ingin membahagiakan keluarga. Jadi deh mau beli mobil. Tapi belum punya mobil. Apa yang terjadi pada diri kita, maka kita sudah mulai stress dengan beban pikiran ingin memiliki mobil, antara fakta belum punya uang dan impian untuk nyaman dalam hidup.
Keadaan ini membuat kita tidak bisa berpikir jernih, jalan pintas adalah membeli mobil dengan kredit. Ada tawaran pula bahwa DPnya murah dan cicilan lumayan. Artinya kita sudah harus berhutang untuk membeli mobil, lalu bagaimana dengan makan, dan kebutuhan lainnya. Bukankah jadi ikut berkurang .... ? Ditambah lagi nanti untuk menjalankan mobil butuh uang bensin dan perawatan, parkir dan jajanan saat mobil parkir di mall dan sebagainya. Mau juga mobilnya dibagusin dengan asesoris. Tidakkah kita berpikir semua itu karena kita sudah menjadi hambanya nafsu. Nafsu hanya mengarahkan kita menuju yang enak aja dan Nafsu tidak bisa memenuhinya ... kita aja yang mau mengikutinya. Dan akhirnya Nafsu tidak memberikan kebaikan apa-apa, jika kita terpuruk maka kita sendiri aja yang menanggungnya
Renungkan sesaat, kita ini adalah makhluk Allah, Allah yang menciptakan dan Dia pula yang memeliharaNya. Bahkan Allah juga memberi petunjuk dan siap membimbing kita untuk kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat. Kalau begitu mengapa kita tidak menjadi makhluk Allah saja ? Bukankah Allah mendengar curhatan makhlukNya, melihat makhlukNya selama 24 jam sepanjang usia kita. Bukankah Allah juga mengabulkan doa kita. Apa lagi ya ? Allah pula yang menerima kita yang sering salah dan Allah siap menerima taubat kita. Jalan yang Allah berikan adalah sederhana yaitu ikuti petunjukNya dan Allah siap membimbing dengan ikhlas. Dan yang luar biasa hasilnya diberikan kepada kita di dunia dan di akhirat. Jika kita ingin tambah uang, maka Allah mengajarkan kita berinvestasi ibadah dan sedekah. Tapi kita malah mencari uang dengan kerja yang luar biasa dengan sering mengabaikanNya. Ayo kita tanamkan agar kita tidak menjadi fasik karena keluar dari petunjuk Allah dan bahkan berlaku zalim terhadap kita sendiri dengan mengabaikan hak-hak tubuh ini (pikiran, tubuh, perasaan dan hati) untuk menghadap Allah. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang fasik dan zalim. Insya Allah kita diberikan hidayah untuk menjadi semakin baik


Kok bete ?

Adakalanya seseorang bete, kondisi yang tidak nyaman. Mau ngapa-ngapain nggak enak. Serba salah. Inilah situasi yang membuat diri kita tidak produktif dan terkadang bisa merembet kepada orang lain. Bete bisa disebabkan oleh suasana dimana kita tidak menyenanginya, misalkan kita berada di lingkungan dimana ada orang yang tidak kita sukai atau memang lokasinya tidak kita sukai juga seperti berada di tempat yang jorok dan bau. Kita bilang bahwa bete itu penyebabnya di luar kita, baik itu suasana, orang, lokasi dan sebagainya.
kalau perspesi bete itu benar, maka begitu sulitnya kita hidup karena kita pasti menemui yang kita tidak sukai. Lalu kita tak sadar sudah menunjukkan diri kita yang sebenarnya yaitu kita tidak bisa nyaman dengan kondisi tertentu. Kita membatasi diri dan hanya bisa berada di kondisi yang kita sukai saja.
Perhatikan jika kita hanya nyaman dengan situasi nyaman saja, itu hal biasa. Dan orang melihat diri kita dari kondisi sebaliknya bagaimana sikap dan tindakan kita saat berada di kondisi tidak nyaman ? semakin sering orang bete menunjukkan nilai dirinya rendah. Kondisi yang tidak nyaman itu memberi kesempatan bagi kita untuk unjuk diri, itu nilai diri kita.
jadi jangan menganggap bahwa bete hal yang biasa dan mesti dicari jalan keluarnya. Sudahkah berpikiran seperti ini ? Inilah jalan kita untuk menjadi semakin baik. Bayangkan jumlah bete dalam sehari, maka sejumlah itu pula nilai diri kita hilang, Alangkah indahnya jika kita belajar agar tidak bete sehingga hari selanjutnya kita menjadi orang yang semakin baik.


Kerjakan apa yang kita doakan

Fakta menunjukkan apa yang kita dapatkan dari apa yang kita kerjakan banyak tidak sesuai. Maka ada banyak pertanyaan, mengapa bisa begitu ? Apakah Allah tidak mendengar dan mengabulkan apa yang kita kerjakan (sudah juga berdoa) ? Apakah yang kita kerjakan belum benar atau tidak benar ? dan banyak lagi pertanyaan .... dan kitapun mencari jawaban-jawabannya. Akhirnya kita pasrah dan menerima keadaan.
Sisi positif dari judul di atas adalah untuk mendekatkan hasil yang sesuai harapan kita. maka sebaiknya kita bertanya, Bagaimana caranya kerjakan dan doakan itu menghasilkan lebih baik ?
Banyak jawaban kita dalah kerja keras dan kerja sungguh-sungguh. Apakah kita paham dengan kerja keras ?  atau kerja seperti apa sih yang disebut dengan kerja keras ? apa ya, pasti Anda bingung. Anda bingung mencerminkan pikiran (otak) kita bingung, Bingung mau mengerjakan apa ?  Maka apa ayng sudah menjadi harapan kita dan kita doakan mesti didetailkan apa yang seharusnya kita kerjakan
Misalkan : kerja keras adalah
1. Saya mulai kerja pukul 05:00 sampai 19:00.
2. Saya mesti membuat rencana kerja
3. Saya mesti mengevaluasi apa yang sudah kerjakan pada akhir kerja pukul 18:30 dan saya jadikan perbaikan untuk kerja hari selanjutnya
4. Saya mengerjakan dengan niat dan sayapun mendoakan apa yang sudah saya rencanakan agar diizinkan Allah
5. Saya mengerjakan dari hal kecil dan kontinu
6. Saya mengerjakan dengan dasar ilmu yang cukup, kalau tidak tahu saya bertanya
7. dan sebagainya
Dengan membuat kata kerja keras dengan detail, maka pikiran menjadi paham. Maka pikiran pun memberi perintah ke tubuh (tindakan) menjadi jelas dan bisa dilaksanakan tubuh kita sendiri. Detail kerjaan membuat kita fokus melakukannya. dengan penjelasan ini kita mesti membuat doa kita pun semakin detail dan dapat dipahami pikiran.
apakah kita tetap untuk mendekatkan hasil kerja dengan harapan kita lewat kerja keras atau membuat pikiran memahami apa yang kita kerjakan (mengerjakan apa yang kita doakan) ?
Semakin detail dan mudah dipahami apa yang kita pikirkan membuat kita tidak bingung lagi ingin mengerjakan apa yang mesti kita kerjakan.
Insya Allah kita selalu diberi petunjuk yang jelas agar kita pun mampu mengerjakannya dengan mudah. 

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...