Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Koin 2 muka

koin selalu memiliki 2 muka, yang pertama ada gambar dan sisi yang lain angkanya. Jika dilempar ke atas maka keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk terlihat di atas setelah jatuh di lantai. Dengan keahlian seorang pesulap yang sudah terlatih, maka dia mampu memunculkan lebih sering bagian muka yang diinginkan. Tapi tidak bisa seratus persen. Hal ini dilakukan juga oleh wasit sepakbola sebelum pertandingan untuk mengundi team mana yang harus mendang bola duluan.
Kehidupan kita juga sama dengan hal diatas, yaitu selalu ada 2 hal seperti laki-laki dan perempuan, barat dan timur, makan dan minum, baik dan buruk dan sebagainya. Kedua hal itu mempunyai kesempatan yang sama untuk terjadi. Kadang kita baik dan terkadang kita buruk, atau kadang banyak laki-laki yang tampil tapi bisa juga perempuan yang tampil. Semua itu sangat tergantung keahlian seseorang yang mengelolanya dalam pikiran dan latihan. Seorang yang sering berbuat kebaikan, maka bisa jadi dia sudah terbiasa dengan kebaikan dan pikirannya dipenuhi hal positif.
Kali ini motivasi kan diri kita untuk selalu bisa mengambil hikmah lewat motivasi spiritual dan motivasi islam yang telah Allah berikan. Mau motivasi yang baik ? Terusin baca ya
Seseorang yang ingin beriman lalu menjadi kurang beriman mesti merenungkan hal di atas. Keinginan untuk beriman itu sudah bagus, lalu yang penting adalah mewujudkannya dalam amal saleh. Bisakah hal itu terjadi ? Bisa asal kita mau belajar ilmunya dan sering berlatih, maka beriman itu menjadi semakin baik. Sudahkah kita belajar petunjuk Allah untuk beriman ? Dan sudahkah kita melatihnya ? Jawaban ini adalah ukuran keberhasilan untuk beriman.
Jika keinginan beriman itu tidak didukung oleh usaha yang sungguh-sungguh untuk belajar dan melatihnya, maka otomatis seperti halnya koin yaitu muncullah keinginan untuk tidak beriman alias melakukan perbuatan sia-sia dan buruk. Hal ini terjadi tanpa diminta dan yang lebih hebat lagi tidak perlu dilatih karena ilmunya muncul dengan sendirinya.
Kadang baik kadang buruk, segera untuk mengevaluasi diri ... Seberapa besar ilmu dan latihan kebaikannya atau dengan kata lain seberapa banyak di hati dan pikiran kita memuat yang baik ? Atau seberapa sering kebaikan yang sudah kita miliki selalu mengisi pikiran dari waktu ke waktu ?
Insya Allah kita diberi keinginan yang dirahmati Allah seperti keinginan untuk semakin beriman dan dibukakan hati dan pikiran untuk mampu memahami petunjukNya. Dan diberi waktu dan kesempatan untuk mengamalkannya. Aamiin

Petunjuk sebagai buku manual

Setiap kita membeli produk elektronik dan sejenisnya, selalu ada buku petunjuk yang berisi cara menggunakan dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan produknya. Bahkan ada pula cara untuk memeliharanya. Buku petunjuk itu dibuat oleh yang menciptakan produknya yang betul-betul paham. Dan saat terjadi ketidaknormalan pada produk maka sang pencipta produk menyarankan beberapa sebagai langkah awal. Pokok buku petunjuk itu sangat bermanfaat bagi pemakainya.
Tapi kebanyakan dari kita yang membeli produk elektronik tidak ingin tahu banyak hal, yang penting hanya menghidupkan dan mematikannya. Apakah produk itu bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin ? tidak bisa. Dengan kata lain produk itu tidak dipergunakan sebagaimana mestinya sesuai apa yang diinginkan oleh penciptanya. Ditambah lagi bahwa produk itu ada usianya dan bisa digaransi untuk waktu tertentu.
Bagaimana dengan petunjuk Allah ? Sepertinya kita pun tidak banyak tahu tentang yang Menciptakan kita dan hanya menjalani apa yang terjadi. Bernapas, bekerja, makan, minum, isitirahat dan sebagainya. Bukankah petunjuk Allah sekalipun tidak sama dengan buku petunjuk di atas, tapi maknanya hampir sama. Garansi dari Allah berlaku jika kita mengikuti petunjukNya sehingga kita bisa menjadi manusia seutuhnya. Jika kita tidak mengikuti petunjuk Allah maka garansi tidak diberikan Allah lagi, artinya bisa jadi kita menjadi manusia yang "sesat" atau rusak.
Usia pemakaian atas diri kita oleh Allah dibatasi oleh kematian, artinya kita pun diberi kesempatan untuk memanfaatkannya. oleh karena itu apakah ada keinginan kita untuk menjadi manusia seutuhnya ? Dan sudahkah kita membaca petunjuk Allah untuk keinginan kita itu ? Semua jawaban itu pasti kita mau dan sudah membacanya. Tapi yang belum adalah kita tidak benar-benar menggunakan petunjuk itu dalam hidup kita.
Mari kita sadarkan diri kita untuk itu dan mampu menjalaninya. Insya Allah kita diberi cahaya dalam hati agar mampu mengikuti apa yang Allah perintahkan dalam petunjukNya. Aamiin

Hidup susah

Motivasi diri menjadi lebih penting dari motivasi yang diberikan orang lain. Salah satu kebaikannya adalah kita diajak untuk evaluasi diri dan berpikir untuk membangun diri serta motivasinya merupakan pemberdayaan diri yang luar biasa.
Motivasi diri berasal tentang diri dan diri merupakan aspek agama, maka motivasi diri berarti membangun motivasi agama atau motivasi spiritual. Persoalan diri dalam hidup merupakan persoalan  hidup dalam beragama.
Teman bilang,"hidup susah sekarang". Saya yakin ungkapan itu bisa mewakili banyak orang. Jawab pertanyaan" 1 + 1 =" dengan mudah Kita menjawab. Apa artinya ? Kita sudah tahu alias kita tahu ilmunya dan sudah pernah mengalaminya, kemampuan kita lebih tinggi dari persoalan atau pertanyaannya. Lalu saat ditanya dengan cepat tanpa kita mencatatnya,"berapa satu ditambah 8 ditambah 345 ditambah lagi 27468 ?" Kita bingung dan tidak bisa menjawab dengan benar. Apa artinya ? Kita belum pernah belajar berhitung cepat tanpa mencatat sehingga kita bilang bahwa soal itu SUSAH.  Tapi bagi mereka yang kursus hitung cepat persoalan itu MUDAH.
Bisa jadi kita pernah belajar trigonometri dan setelah lulus tidak pernah digunakan lagi. Saat kita menemui persoalan seperti itu maka kita pun bilang soalnya SUSAH. Mengapa ? Karena kita tidak pernah menggunakannya lagi. Sebaliknya seorang guru yang mengajarkan trigonometri yang setiap hari mengajar, maka persoalan trigonometri itu MUDAH.
Bagaimana dengan hidup yang susah ? Susah itu perkara yang berhubungan dengan kemampuan, dan kemampuan bisa meningkat karena belajar dan berlatih. Proses belajar dan berlatih itu mesti kontinu. Persoalan hidup yang susah merupakan ungkapan terhadap diri kita sendiri berupa nasehat bahwa kemampuan kita belum cukup. Kesusahan itu tidak selesai jika kita tidak belajar dan berlatih. Belajar apa ? Belajar ilmu yang menuntun kita bisa menyelesaikan persoalan hidup, tidak cukup uang berarti kita mesti cari kerja yang menghasilkan uang. Sudahkah kita berlatih ? Berlatih dan berlatih bekerja agar semua yang kita kerjakan semakin ringan.
Tapi pertanyaan berikutnya, masihkah kita susah ? Inilah persoalannya. Sedikit orang yang berhasil tapi banyak lainnya masih susah. Baca awal paragraf, bahwa hidup susah bukan sekedar kemampuan dan berlatih, tapi lulus atau berhasilnya kita setelah dinilai dari yang kasih persoalan hidup. Siapa ? Allah. Maka bisa jadi kita mesti membaca petunjuk yang diberikan Allah dalam menghadapi persoalan hidup yang susah. Lalu kita amalkan saja petunjukNya. Insya Allah kita selalu diberikan iman yang terjaga agar kita selalu mampu melibatkan Allah dalam setiap langkah kehidupan kita. Aamiin

Kami dengar dan kami taat

kalimat dari judul di atas bisa menunjukkan keseharian kita. Spontan Anda jawab belum tentu dan sepertinya banyak salahnya. Ngga apa-apa jika Anda bilang salah. Perhatikan fakta yang terjadi, saat anak Anda minta beliin mainan, maka seketika itu juga Anda membelinya. Apa maknanya bukankah hal itu Anda mendengar dan kami taat.  Apalagi disuruh oleh isteri, kita pun mengikuti rumus di atas,"saya dengar dan saya taat"
Dalam bisnis begitu juga apa yang konsumen ucapkan maka yang terjadi kita dengar dan kita taat atas. Jika hal ini tidak dilakukan, maka bisnis kita menjadi semakin terpuruk.
Apa artinya "kami dengar dan kami taat", contoh nyata adalah sesaat Nabi Muhammad melakukan isra' mi'raj yang diceritakan kepada Abu Bakar, dimana Abu Bakar langsung percaya tanpa berpikir dan tanpa melibatkan perasaan. Kepercayaan itu soal hati bukan harus berpikir dulu dan berperasaan.
Saat kita diperintahkan shalat, maka adakah kita berpikir dulu untuk apa shalat dan apa manfaatnya ? Atau kita merasa (perasaan) shalat itu berat. Seharusnya tidak demikian. Shalatlah apa yang telah diperintahkan dan lengkapi ilmu perintahnya dari petunjuk yang benar dalam Al Qur'an. Lalu Allah membeti kebaikan dari shalat itu, hidup menjadi lebih mudah atau kita lebih sehat dan sebagainya. Bahkan banyak orang telah mendapatkan kebaikan berupa ilmu yang tahu menfaat shalat yang bisa menyembuhkan penyakit dan sebagainya.
Sebaiknya "kami dengar dan kami taat" benar-benar kita jadikan dasar dalam beriman kepada Allah dan diaplikasikan dalam kehidupan ini dengan beramal saleh ("kami taat") sesuai petunjuk Allah. Insya Allah kita memperoleh banyak kebaikan. Tetapi coba kita renungkan adalah ada hal yang bisa jadi kita lakukan saat ini bisa menjerumuskan kepada pola beriman yang tidak tepat, seperti ada orang shalat karena untuk atau dapat sembuh dengan shalat. Sebagai petunjuk awal untuk beriman bagus tapi jangan sampai hal ini dijadikan dasar untuk shalat. Karena ingat shalat itu perintah, kami dengar dan kami taat sedangkan kebaikan dari shalat berupa kita sembuh dari penyakit adalah kebaikan shalat. Artinya bukan karena kebaikan shalat kita melakukan shalat. Insya Allah pandangan ini membuka hati kita untuk selalu dibuka Allah menjadi beriman yang benar. Aamiin

Mendekat tapi sudah dekat

mendekat tapi sudah dekat, apa ya ? Judul di atas merupakan fakta tentang kita hamba dengan Allah. Kita ingin mendekat tapi betulkah kita jauh dari Allah. Mari kita perhatikan apakah kita itu memang jauh dari Allah sehingga ingin mendekat ? Kata mendekat berhubungan dengan tempat, yaitu dimana Allah dan dimana kita. Jika ada yang bilang Allah itu di atas langit ketujuh, maka memang kita yang berada di bumi ini mempunyai jarak yang sangat jauh. Apakah mungkin kita mendekat kepada Allah ? Kayaknya secara fisik tidak mungkin. Lalu mengapa kita mesti mendekat ?
Kata mendekat bukan berarti kita jauh secara fisik. Pahami bahwa Allah itu meliputi segala sesuatu dan Allah itu meliputi apa yang kita kerjakan. Ada yang bilang "Allah itu ada di hati dan bahkan lebih dekat dari urat nadi kita". Maka kata mendekat itupun tidak berlaku karena Allah sangat dekat dan bahkan ada didiri kita. Lalu mengapa juga kita mesti mendekat ....
Mendekat bukan dari fisik, tapi juga bukan diukur dari perasaan ... Atau parameter lainnya. Mendekat  kepada Allah berarti kita menjadi bagian dari Allah, yaitu dengan mengikuti apa yang diperintahkanNya. Jadi mendekat kepada Allah tidak perlu mendekatkan apapun dari diri kita kepada Allah, tapi ikutiLah apa yang diperintahkanNya. Bayangkan contoh yang bukan sepadan tapi dapat menjadi gambaran, jika seekor anjing ingin mendekat kepada majikannya, maka majikannya mengumpan makanan yang harus dimabil anjing lalu majikan pun memberikan reward atas apa yang dikerjakan anjing.
Allah mempunyai perintah dan larangan, lalu jika kita lakukan hal itu maka kitapun semakin dekat denganNya. Apa yang kta peroleh dengan kedekatan itu ? Allah memberi balasan untuk kita. Jadi maukah kita mendekat kepada Allah BUKAN lagi dengan berbagai cara seperti meditasi, renungan atau aktivitas lain. Tapi Beramal salehlah.

Saya tidak mau beriman

Judul di atas kayaknya nggak bener, tapi jangan protes dulu. Jika didalami dan melihat fakta pada diri kita atau kebanyakan orang, maka rasanya kita melakukannya. Melakukan apa ? Hampir banyak hal yang kita lakukan itu bernilai tidak beriman. Yang paling sederhana adalah kita tidak memanfaatkan waktu dengan hal baik. Memilih santai atau istirahat dibanding dengan berbuat kebaikan.
Bisa jadi Anda protes, tapi saya tunjukkan masih banyak hal negatif kita lakukan seperti berbuat zalim atau berbohong dan sebagainya. Bukankah semua itu adalah perbuatan dimana kita lagi tidak beriman ? 
Jika ditanya mau beriman nggak sih kita ? Jawabannya iya. Tapi seperti keinginan untuk beriman itu hanya lisan saja dan tidak melakukan upaya yang besar untuk beriman. Bahkan kita bilang,"mengalir aja". Contoh kemauan kita untuk beriman tidak ditunjukkan oleh keinginan kita untuk meningkatkan ibadah seperti shalat. Pernahkah dan seberapa sering kita berupaya untuk meningkatkan kualitas shalat ? Atau lebih detail lagi, adakah kita membaca pengetahuan tentang shalat yang semakin baik ? Ternyata kemauan tinggal hanya kemauan, tapi tidak diikuti upaya yang serius untuk melaksanakannya. Dengan demikian apa yang kita lakukan selama ini bisa jadi kita "tidak" mau beriman.
Disisi lain kalimat "saya tidak mau beriman" bermakna positif bagi otak. Karena kata "tidak" tidak membuat kita tidak beriman ... Yang membuat kita penasaran bahwa mengapa mau beriman ? Dalam hal ini saya contohkan, anak kecil jika dilarang "tidak boleh naik tangga" maka bagi anak itu diterjemahkannya malah "boleh naik tangga". Banyak berita buruk tentang Islam di dunia Barat, tapi ternyata bukan membuat dunia Barat benci Islam tapi malah banyak orang yang masuk Islam. Jadi kalimat "saya tidak mau beriman" bisa mendorong kita penasaran untuk mau beriman.
Apakah "saya tidak mau beriman" ? Saya yakin kita yang muslim menjawab "tidak", saya mau beriman. Kalimat pertanyaan jauh bermakna semakin baik dibanding kalimat "saya mau beriman". Jawaban atas pertanyaan membuat pikiran mencari jawabannya berupa apa yang sudah kita lakukan. Dan jawabannya belum ada, maka pikiran terus pikiran untuk menjawabannya dengan perbuatan. Akhirnya kalimat menjadi "saya mau beriman". Ada banyak cara menuju roma dan ada banyak cara untuk beriman asal mengikuti petunjuk Allah. Insya Allah kita dibimbing untuk selalu membaca Al Qur'an sebagai petunjuk agar pikiran kita selalu didorong untuk mengamalkannya. Aamiin

Belajar dari orang Bodoh

Seringkali kita merasa pintar karena tahu lebih dulu tentang sesuatu, dan jangan lupa kepintaran itu adalah bukan sekedar kita telah belajar tapi karena masih ada orang bodoh disekitar kita. Jika ada seorang murid bisa menjawab 100 pertanyaan matematika dengan benar, maka belum tentu murid itu pintar. Dikatakan pintar jika tidak ada murid lain yang bisa menjawab 100 pertanyaan.
Pintar adalah ukuran relatif terhadap orang lain yang tidak pintar. Bagaimana jika kita pintar satu ilmu ...lalu apakah kita disebut pintar ? bisa jika dibandingkan sama yang tidak tahu ilmu itu di sekitar kita. Lalu kepintaran itu menjadi tidak ada nilainya saat kita bertemu orang yang sudah tahu dan bahkan lebih pintar lagi. Kalau begitu kita tidak boleh sombong dengan kepintaran kita karena selalu ada yang lebih pintar lagi.
Lalu bagaimana kita bersikap tentang kepintaran itu ? Kepintaran bisa memberi motivasi kita belajar untuk lebih pintar dari orang lain, tapi bisa juga merasa minder menghadapi orang pintar. Sebaiknya tidak perlu membandingkan ilmu yang kita miliki (pintar) dengan orang lain tapi jadilah orang yang pintar menerapkan ilmu (kepintaran) itu dalam amal saleh yang memberi kebaikan bagi banyak orang. Artinya kita tidak perlu merasa pintar tapi benar-benar serius untuk menerapkan ilmu sekalipun sangat sedikit dengan amal saleh.
Siapakah yang hebat antara orang pintar dan orang bodoh ?  Atau seperti cerita perlombaan kancil dan kura-kura, dimana yang menang adalah kura-kura. Apa yang bisa kita pelajari dari orang bodoh :
1. Orang bodoh pastilah ilmunya tidak banyak, maka dia hanya mampu mempraktekkan ilmu yang sedikit yang dia miliki. Artinya dia lebih fokus bekerja daripada menambah ilmu untuk jadi pintar. Bagaimana dengan orang pintar ? Cenderung terus menambah ilmu dan sombong sehingga lalai bekerja (amal saleh).
2. Orang bodoh itu menjadi pintar dengan belajar dari kesalahan atau kegagalannya sehingga apa yang dia kerjakan selalu semakin baik setiap hari. Bagaimana dengan orang pintar ? Rasanya ilmu yang dimiliki hanya dianalisa dan dikembangkan sendiri (teoritis) dan menganggap ilmunya sudah paling hebat, padahal belum terbukti.
3. Orang bodoh memiliki motivasi besar untuk menjadi pintar, tapi sebaliknya orang pintar tidak cukup motivasinya untuk lebih pintar.
4. Orang bodoh menjadi lebih rendah hati dibandingkan orang pintar.
Dalam Al Qur'an orang yang bodoh karena ketidaktahuannya bisa dimaafkan, tapi sampai kapan dimaafkan ? Ketidaktahuan (kebodohan) itu mestinya mendorong kita untuk belajar terus agar semakin tahu. Semakin tahu membuat kita semakin yakin (beriman) dan semakin mendorong kita untuk mempraktekkannya (beramal saleh), begitulah rangkaian kata "beriman dan beramal saleh" itu tidak bisa dipisahkan.
Di ayat yang lain, seorang yang bertaqwa saja bisa berbuat salah. Maka orang yang bertaqwa itu sudah mengamalkannya dan salah. Artinya orang bertaqwa itu selalu belajar dan memperbaiki kesalahannya. Uraian dua paragraf terakhir ini merupakan sikap positif dari orang bodoh. Sudahkah kita merenungkan kebaikan dari orang bodoh ? Bukankah orang bodoh itu selalu dikaitkan dengan kesalahan atau kegagalan. tapi mereka selalu belajar untuk semakin baik.
Alangkah indahnya saat kita tahu dan sudah mengamalkannya, lalu tidak merasa pintar. Dalam hal ini kita tidak perlu membandingkan kepintaran kita kepada orang lain, tapi selalu melihat ke dalam diri untuk mengetahui hal lain yang belum kita ketahui. Bukankah tidak perlu melihat seseorang itu lebih bertaqwa dari orang lain, tapi teruslah bertaqwa untuk yakin kepada Allah dan beramal saleh.
Insya Allah kita diberi petunjuk untuk selalu belajar dan beramal saleh. Sadari dan mampukan kami untuk menjalaninya. Aamiin

Pagi dan doa

Pagi menjadi awal dari kehidupan  dan doa berupa permohonan kita kepada Allah. Apa yang terjadi di pagi hari ? Ada yang melewatkan pagi alias masih tidur dan bertemu siang. Masalah nggak ? nggak masalah kali ya. Tetapi dalam kehidupan ini mereka yang bangun siang berarti tidak memulai dari titik start yaitu pagi hari. Mereka memasuki kehidupan tanpa titik start dan melanjutkan di siang hari. Apa maknanya
1. Mereka yang bangun di siang hari bahasa perlombaan sudah disqualifikasi. Mengapa ? Karena mereka tidak memulai di titik start, pagi hari. Allah yang membuat perlombaan amal pun tidak melihat dan meperhatikan mereka yang bangun siang. Terserah mereka lah.
2. Mengawali kehidupan ini di siang hari sudah membuat kita "buru-buru" untuk beraktivitas atau bahkan di saat hari libur kita bangun siang maka membuat kita malas beraktivitas.
3. Dan jarang sekali berdoa.
Jika benar kita orang muslim yang benar-benar beriman, maka bangun pagi menjadi sebuah keharusan dan bahkan ada orang yang mempersiapkan titik start dengan bangun pagi (shalat malam). Pastilah Allah yang Maha melihat itu senang atas hambanya yang mempersiapkan kehidupan ini dengan baik.
Semua awal yang baik itu dengan persiapan yang bangun lebih pagi membuat kita lebih siap dan tenang dalam menghadapi kehidupan ini. Dan selalu ada doa dalam mengawali kehidupan ini dengan shalat Tahajjud dan shalat subuh atau mengaji.
Yang luar biasa lagi, saat kita bangun pagi dapat menikmati kehidupan pagi yang banyak memberi kebaikan bagi kesehatan, proses belajar (pikiran), dan banyak hal lain membuat kita semakin sehat jasmani dan rohani.
Dengan kondisi itu sudah semestinya kita yang bangun pagi lebih optimis menghadapi kehidupan ini karena sudah siap dan selalu diiingi doa. Insya Allah kita selalu dibangunkan oleh Allah dalam setiap awal kehidupan dan dimampukan untuk mempersiapkan semua hal. Masihkah kita tidak berusaha untuk bangun pagi ?

Keinginan dan fakta

Keinginan dan fakta bisa jadi sesuatu yang berbeda, ada kalanya bisa sama. Keinginan adalah harapan sesuatu yang belum kita miliki di masa depan. Misalkan,"saya sih pengennya punya bisnis dan dengan itu saya bisa banyak beramal". Sedangkan faktanya sesuatu yang terjadi oleh kebiasaan, bukan yang bersifat emosional sesaat.
Contoh sederhana, kita ingin beli smartphone yang bisa nulis (note), harapannya adalah kita nantinya banyak menulis ide dan sebagainya. Kita berusaha untuk membeli dengan cara apapun karena kita sangat ingin. Setelah membeli smartphone tersebut, kita pun membuktikan mulai banyak menulis. Tapi fakta sebenarnya berjalan setelah 2 minggu .... kita sudah malas menulis. Maka dapat kita disimpulkan bahwa keinginan memang cenderung emosional sesaat karena keinginan menulis di smartphone itu BELUM menjadi kebiasaan kita.
Dalam kehidupan beragama kitapun bisa terjadi seperti itu, pengen sih punya mobil agar nanti bisa shalat di Masjid-masjid besar. karena dengan mobil semua jadi mudah. Tapi ingat itu hanya keinginan dan keinginan itu tidak didukung oleh kebiasaan yang kuat. Perhatikan setelah membeli mobil ... fakta menunjukkan keinginan itu tidak terjadi.
Bagaimana dengan keinginan kita saat ini ? Banyak. Dan lihatlah keinginan kita itu tidak didukung kebiasaan (kemampuan). Contoh lain, Kalau nanti saya sudah kaya, maka saya pasti banyak sedekah. Artinya saat ini karena kita belum kaya maka sedekahnya sangat sedikit. Karena tidak terbiasa sedekah maka saat kaya nanti juga sulit untuk bersedekah.
Allah mengingatkan bahwa keinginan itu cenderung membawa kita kepada keburukan kecuali keinginan yang dirahmati Allah. Boleh nggak punya keinginan ? Boleh saja, tapi mulailah saat ini untuk belajar dan berlatih atas keinginan itu. Jika kita sudah terbiasa maka siapkan diri kita untuk memenuhi keinginan kita. Insya Allah keinginan itu menjadi kebaikan buat kita.
Kalaupun keinginan itu tidak tercapai atau tidak kita paksakan .... Ingatlah bahwa Allah itu Maha mengetahui yang bathin (yang tersembunyi) dan juga Allah Maha melihat apa yang kita kerjakan. Kita beriman dengan apa yang kita kerjakan (kebiasaan) dan Allah pun membalasnya dengan adil.

Belajar dari perampok

Judul di atas aneh, masak sih kita belajat dari perampok ? Bukankah perampok itu oang yang nggak bener dan menyesatkan. Mari dengan tenang kita menyimk lebih dalam, bukankah perampok itu manusia yang bisq bener dan bisa juga salah. Jadi tidak salah dong kita belajar dari perampok BUKAN melihat orangnya tapi apa yang dikerjakannya.
Seorang penceramah bilang,"yang bener itu datang dari Allah dan yang salah itu datang dari saya". Jika yang bicara seperti dari seorang perampok bisa juga dong. Maka yang penting bukan melihat orangnya tapi apa pesannya.
Pesan dari seorang perampok :
1. Perampok selalu punya rencana. Bukankah rencana itu rencana keberhasilan. Bagaimana dengan kita yang mengaku orang baik, sudahkah selalu merencanakan sesuatu dengan benar ?
2. Rencana yang sudah dibuat memerlukan persiapan dan ilmu yang mateng, begitulah seorang perampok melakukannya. Jika ilmunya tidak cukup, maka mereka belajar dan berlatih. Bagaimana dengan kita ? 
3. Seorang perampok menjadi sangat sabar dalam aksinya menunggu waktu yang tepat. Apakah kita sabar dalam amal kita ?
4. Perampok itu tidak banyak menabung, tapi lebih banyak bersedekah ke masjid atau memberikannnya ke orang jalanan. Setelah habis mereka merampo lagi. Bisa jadi kita beramal tapi hasilnya banyak ditabung daripada sedekah ? 
Dari 4 pesan atau perilaku perampok tadi sebenarnya baik tapi salah menempatkannya.  Dengan niat bercermin yang ikhlas, perampok ternyata menerapkan petunjuk Allah. Bagaimana dengan kita yang merasa jadi orang baik ? Bukankah Allah itu adil, maka orang jahat dapat rizki ... Lalu mengapa kita yang merasa diri orang baik seret rezekinya ? Mari muhasabah diri ... Hasil atau rizki kita hari ini bisa menjadi kita belum mengamalkan petunjuk Allah dengan benar.
Insya Allah kita diberi kemampuan mengevaluasi diri agar mampu melihat kekurangan kita lalu dimampukan pula untuk mengamalkannya.

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...