Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

E-Book Semangat kerja yang konsisten

Bismillahirrahmanirrahiim, Insya Allah rekan-rekan terus diberi kebaikan hari ini dan diberikan kemampuan untuk mengerjakan kerja dan aktivitas dengan baik.


Saya ingin berbagi dalam beberapa E-Book tentang kerja dan keyakinan kepada Allah (beriman). Mungkin Anda bilang,"selama ini saya sudah beriman (shalat dan sedekah) dan juga kerja". Tapi apakah iya ? Benar kedua hal itu sudah dikerjakan, tapi seperti apakah hubungannya ? Apakah saling terpisah atau terhubung ? pastilah Anda bilang terhubung, "saya shalat agar kerja lancar, berdoa juga".

baiklah untuk menguji hubungan iman dan kerja, perlu kita cek tentang apakah iman kita bertambah dengan kerja yang kita lakukan ?

1. Bertambah baikkah iman kita (shalat semakin khusyuk dan sedekah makin banyak) dengan kerja yang kita lakukan ? Bagaimana dengan waktu shalatnya, apakah tepat waktu ?

2. Sama halnya jika ibadah (iman) kita semakin meningkat, apakah kerja kita semakin produktif ?

Dua pertanyaan di atas menjadi ukuran keterikatan antara iman dan kerja. Memang kita kerja cari nafkah (rezeki), tapi dimana efek ibadah (iman) nya ?

Kami memberanikan diri untuk mengharmoniskan keduanya, dari satu judul ke judul E-Book merupakan buah pikir dan pengalaman kerja. E-Book pertama ini mengajak kita menjalani sebuah kerja atau aktivitas dengan dorongan yang benar. "saya beriman maka saya bersemangat".

Semangat menjadi energi awal kita bisa mengerjakan sesuatu. Darimana semangat itu bisa hadir ? Apakah mesti dicari atau dihadirkan ? atau semangat itu merupakan respon dari pikiran kita. Semoga pada tulisan berikutnya kita bahas lebih detail tentang semangat kerja.


Respon cepat dan semangat

 Apa yang yang terjadi lagi kerja, dan diminta menghadap ke atasan. Untuk apa ? ternyata atasan Anda memberikan pekerjaan yang harus selesai hari itu juga. Anda bisa jadi menjawab,"tidak bisa pak karena saya masih banyak kerjaan". Apa sih sebenarnya yang terjadi ? 

1. Jawaban itu adalah respon Anda terhadap apa yang dihadapi tidak suka. Yang namanya respon cepat (tanpa berpikir) cenderung negatif dan diikuti dengan tindakan (kerja) negatif, sekalipun Anda kerjakan tapi kerjanya terpaksa. Keadaan ini tidak ada kebaikan sama sekalian, dan bahkan membuat kita tambah malas, tidak semangat semangat turun.

2. Ada jawaban lain yaitu ,"malas". memang diawalnya sudah tidak ada semangat dan menjadi semakin lemah dengan apa yang dihadapi saat itu.

3. Jika yang dihadapin itu sebuah pekerjaan, maka Anda sudah mengukur duluan tentang kemampuan Anda dengan pekerjaan. Jawabannya cenderung,"tidak bisa karena saya belum pernah mengerjakannya atau kok bukan yang lain ?" dan banyak alasannya. 

Ketiga respon atau jawaban di atas seringkali spontan dan terjadi sangat cepat, bisa jadi sudah siap untuk disampaikan. Karena semua itu sudah terdapat di memori pikiran (tersimpan dalam alam bawah sadar). Itulah bawaan emosi atau nafsu yang lebih mudah terjadi dibandingkan Anda mikir dulu. Jika ini yang terjadi (sikap negatif) ini berlanjut kepada tindakan negatif. Bisa saja Anda mengerjakan pekerjaan itu tapi dalam keadaan terpaksa (tidak nyaman), bisa sih selesai pekerjaannya ... Anda mengalami sesuatu yang buruk pada tubuh dan  pikiran, hasilnya tidak berdampak baik kepada Anda. 

Lalu mesti seperti apa ? Perhatikan beberapa kejadian, banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan bukan karena kita memiliki ilmu dan ketrampilan (alasan no. 3), tetapi karena kita memiliki semangat (kerja). Semangat yang ada mendorong kita belajar yang akhirnya membuat kita menemukann cara mengerjakan pekerjaan tersebut (bertambah ilmu kita). Semangat yang hadir itu bertambah (meningkat) karena kita memiliki harapan dengan pekerjaan itu, bisa berupa harapan mendapatkan ilmu, uang, perhatian dan sebagainya. Ada juga harapan itu berupa keridhaan Allah sehingga kita mengerjakannya karena berbuat amal saleh.

Bayangkan saat kita menghadapi pekerjaan yang banyak dan untuk waktu yang pendek, maka spontan kita mengatakan tidak bisa. Tapi bagaimana jika kita mulai menjadi pendengar yang baik (untuk memahami detail pekerjaan tersebut) ? Kita banyak bertanya untuk tahu lebih banyak. Keadaan ini ternyata membuat kita berpikir (tidak lagi emosional/spontan). Saat awal kita sudah memiliki semangat dan bertambah semangat lagi karena kita berpikir ini adalah harapan (asa) jika saya dapat mengerjakannya. Pekerjaan itu adalah amanah dari Allah lewat seseorang untuk menguji kita, apakah kita bersyukur dengan memanfaat pikiran dan fisik untuk mengerjakannya atau kita tidak bersyukur dengan menolak ? Dengan modal semangat yang semakin tinggi dan berbekal komunikasi yang baik menjadi modal untuk memulai. Sekalipun tidak ada ilmu dan ketrampilan, kesungguhan dalam mengerjakannya (jihad beramal saleh) mengantarkan kita dibimbing Allah dengan petunjukNya. Akhirnya step by step semua pekerjaan itu bisa dilalui. Kita bertambah semangat karena hasil yang memuaskan, kita bertambah ilmu dan ketrampilan dan kita disenangi oleh orang yang dititipkan Allah amanah, yang pasti kita bisa beramal saleh. "Jika kita beramal saleh sedang kita beriman dan mengerjakan dengan petunjuk Allah, maka Allah mengampuni kesalahan kita dan memperbaiki keadaan kita (QS Muhammad, 47 : 2).

Insya Allah dengan selalu berpikir utuk mendapatkan keridhaan Allah, maka jadikan semua aktivitas sebagai amal saleh.



                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            

E-book Semangat kerja yang konsisten

 Mulai saat ini saya menerbitkan e-book tentang dunia kerja dan keterkaitannya dengan agama islam (Allah). Banyak hal yang terjadi bahwa kerja itu ya kerja untuk mencari uang, lalu uang yang didapat dikeluarkan untuk kebutuhan hidup. Karena kerja adalah kerja, hanya sebatas mencari uang, maka kita hanya mengaitkannya dengan niat ... Niat saya kerja untuk menafkahi keluarga dan ini kita anggap sudah bernuansa agama.

Sebenarnya semua aktivitas apapun atas izin Allah, maka kerja itupun atas izin Allah. Izin bisa berupa diizinkan tapi tidak diridhai (tidak diberikan petunjuk dan pendampingan) atau izin yang diridhai karena mengerjakannya sesuai petunjuk Allah. Dalam e-book "semangat kerja yang konsisten" membahas bagaimana kita bisa kerja dengan dasar iman, bukan kerja menyesuaikan dengan iman.

Insya Allah e-book "Semangat kerja yang konsisten" terbuka untuk sharing dan konsultasi di WA 087823659247. Saya pun mengeluarkan newsletter tentang rencana aksi tentang semangat. E-Book bisa dipesan dengan harga Rp 50.000 dengan bonus workbook dan power pointnya.



Kerja sepenuh hati

Judul itu seperti tidak mudah dijalani, kerja sepenuh hati. Bukankah kerja sepenuh hati itu tanpa pamrih ? Itulah pandangan orang tentang kerja sepenuh hati.  Cocoknya untuk mereka yang kerja sukarela, lembaga sosial. Pandangan itu tetap saja dipegang sampai hari ini.
Terus apakah mungkin dijalani kerja sepenuh hati itu di kantor dan sejenisnya ? Oke, saya mengikuti pandangan awal bahwa kerja sepenuh hati tanpa pamrih (sukarela). Sebenarnya saya menulis judul kerja sepenuh hati itu maksudnya kerja ikhlas. Kata ikhlas berhubungan dengan hati dan Allah, saya temukan bahasa Indonesianya sepenuh hati.
Perhatikan kata ikhlas atau sepenuh hati, ikhlas berarti untuk Allah. Untuk Allah itu adalah kita mempersembahkan kerja kita untuk Allah. Bukan berarti kita tidak memberi kerja kepada perusahaan/kantor. Apa yang kita kerjakan itu adalah kerja yang diberikan kantor, untuk menjadi kerja yang ikhlas untuk dipertunjukkan kepada Allah adalah dengan mengikuti petunjuk yang Allah berikan. Kerja yang jujur, kerja yang bertanggung jawab, kerja yang berilmu, kerja tuntas, yang sesuai keinginan Allah. Dengan kerja seperti ini tentu membuat kita kerja yang benar dan pasti bisa memenuhi target kerja di kantor. Jadi pola pikir kita mesti dibangun kerja ikhlas/sepenuh hati itu mempunyai nilai lebih tinggi dari apa yang ditargetkan kantor. Akibatnya kita tidak bercabang, kerja ikhlas secara agama dan kerja juga secara dunia. Dalam firman Allah, jika kita mengerjakan agama (akhirat) maka kita mendapatkan dunia dan akhirat. 
Berikutnya .... saat kita kerja untuk Allah, maka "bos" kita sudah lebih tinggi dari bos kantor yaitu Allah. Allah memberi amanah dan kita mesti mempertanggungjawabkannya. Untuk bisa mewujudkannya maka Allah selalu mengawasi kita 24 jam, kalau salah ditegor dan kalau benar disupport (didampingi dan diberi petunjuk). Akibatnya kita kerja jadi bener ... setiap saat dilihat Allah.
Disisi lain, kerja ikhlas atau sepenuh hati itu menjalankan yang wajib ditambah yang sunnah. Sunnah berarti kita mengerjakannya lebih dari yang diminta. Bayangkan saat kita mengerjakan apa yang diperintahkan dengan menambah nilai pekerjaan itu .. sudah menjadi ikhlas/sepenuh hati. Bukankah tambahan nilai yang kita berikan itu tidak diminta (tanpa pamrih) ?
Dari penjelasan di atas, kerja sepenuh hati itu sangat mungkin dilakukan. Dimulai dengan niat kerja (kerjaan kantor) dan melanjutkan dengan mempertunjukkan kerja yang benar di mata Allah dan hasilnya kita bisa "bahagia" dan menghasilkan yang terbaik untuk kantor. Allah pun membalas kita dengan kebaikan di dunia berupa pendapatan dan kebaikan lainnya seperti karir dan dipercaya banyak orang.
 

Bersemangat !!

Saar ini yang sedang pandemi corona, banyak orang kurang semangat kerja. Semangat karena ada dorongan untuk bertahan hidup dan ada pula mulai pasrah dengan keadaan karena gaji dipotong atau terdampak pengurangan karyawan. Apa yang terjadi ? Kita menjadi sangat tergantung dengan keadaan pandemi, mau kerja takut tertular corona dan tidak kerja atau kerja dengan WFH menjadi kurang produktif. Semua tergantung corona dan terasa dampaknya
Selanjutnya kita bisa bertanya dimana Allah ? Ketergantungan kepada keadaan corona membuat kita yakin ... yakin terhadap dampaknya atau akibatnya. Mau keluar rumah takut ? Mau berbisnis takut bertemu orang dan sebagainya bahkan mau shalat di Masjid takut juga.
Bagi yang yang terdampak  dipecat atau dipotong gajinya, maka yang salah adalah corona. Pengurangan atau diPHK menyalahkan corona. Tapi renungkan sesaat, apa benar kita dipecat karena corona. Dalam perusahaan ada yang dipecat atau tidak dipecat. Yang dipecat dipilih 90% karena tidak produktif dalam kerja atau tidak kooperatif dalam team (terutama atasan). Tidak produktif berearti tidak ada kemampuan yang luar biasa. Kemampuan itu tumbuh karena mau belajar dan berubah. Saat kita dipecat maka mulai mengoreksi diri, mengapa dulu saya tidak memulai mandiri ? mengapa dulu saya tidak belajar ? 
Jadi bukan karena corona 100% kita dipecat atau dipotong gajinya. Bayangkan saat dulu kita sudah belajar dan menerapkan ilmunya untuk meningkatkan kinerja kita, bisa jadi tidak terjadi PHK pada diri kita. Bayangkan lagi kalau dulu saya mulai mandiri, bisa jadi saya tidak masalah kalau diPHK karena saya bisa mengerjakan banyak hal.
Tak ingin menyalahkan siapa-siapa lagi dan sudah terjadi, yang terbaik adalah kita menerima dengan ikhlas. Ikhlas berarti menerima keadaan ini bukan karena corona, corona hanyalah perantara dari Allah untuk keadaan kita. Keadaan kita hari inipun karena dulu kita tidak melakukan hal yang berarti. Tak perlu menyalah apa-apa lagi, tapi mulailah memperbaiki diri agar mampu melewati.Tumbuhkan rasa percaya dan beriman kepada Allah agar harni tertuju kepada Allah, Bismillah  

Bukan Ujian keimanan

Banyak kejadian yang sudah kita lewati, salah satunya kita sering bilang,"ini adalah ujian". Ujian apa ? ujian keimanan kita. Apakah salah kita mengatakan ini ? Tidak salah sih. Mari kita dalami dulu makna ujian keimanan, menguji keimanan kita. Umumnya ujian itu sesuai keimanan seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin tinggi pula ujiannya. Apakah benar iman kita sudah siap diuji oleh Allah. Contoh, kadang orang bilang,"sakit itu ujian". Apa yang terjadi jika makna itu benar ? Yang pertama adalah kita yang merasa diuji tadi, merasa iman tinggi mau dinaikkan sama Allah. Apakah kita semakin beriman dengan sakit tadi ? Jika iman kita sudah siap diuji maka sikap kita mesti baik terhadap ujian itu.
Apa yang kita lakukan saat sakit ? Biasanya aktivitas kita menurun dan mulai mengeluhkan kondisi yang semakin lemah. Apakah ini yang kita bilang ujian iman, dimana iman kita ? Bukankah jika iman itu sudah ada memiliki sifat dan karakter yang baik, diantara kita bisa menerima dengan ikhlas ketetapan Allah (sakit tadi). Tak hanya itu jika kita sakit kita cenderung dan fokus untuk berobat lebih dulu dan sangat mengandalkan obat agar sembuh. Dengan apa yang kita lakukan di atas, dimana iman kita ? dimana kita menempatkan Allah dalam masalah sakit ini ? Disinilah kita mulai berpikir dan introspkesi diri
Bisa kita bayangkan .... bisa kan sakit tidak diizinkan Allah karena kita menjaga kesehatan dengan makan yang sehat. Kita bekerja melebihi waktunya sehingga tubuh tidak mendapatkan istirahat. lalu bisa juga kita memang melalaikan pola pikir negatif sehingga tubuh mengikuti pola negatif. Atau memang kita tidak tahu cara hidup sehat dan tidak mau juga belajar. Jika ini yang terjadi maka apakah ini yang disebut ujian keimanan ?
Bagaimana dengan masalah hidup ? musibah dan sejenisnya ... masihkah kita berpikir kita diuji imannya. Saya mulai berpikir memang itu ujian, tapi ujian apa ? Sakit mengingatkan kita diuji, apakah kita sudah bersyukur dengan nikmat sehat ? Sudahkah kita menggunakan pikiran untuk menjalani hidup sehat atau mengabaikannya ? apakah kita bersyukur dengan tubuh yang sehat dengan memperbanyak ibadah dan amal saleh atau melalaikan (kufur) dengan nikmat Allah itu dengan tidak mentaatinya ? Jika pola pikir kita seperti ini membuat kita lebih sadar dan sesuai memang kondisi kita, maka kita pun menjadi mau berubah menjadi semakin baik (tidak merasa iman kita yang sudah baik).
Apapun sikap kita menghadapi sakit dan sejenisnya ? Yang terpenting kita semakin sadar kepada Allah dan kembali kepadaNya untuk menghadapinya bersama Allah. Hal inilah yang menjadi kekuatan kita untuk meningkatkan iman kita.  

Mengeluh atau berhenti

Dimulai tgl 31 Desember Malam ... ada banyak bencana di seluruh Indonesia. Umumnya banjir. Air menggenangi banyak wilayah dan menganggu aktivitas banyak orang. Ada apa ya ?
Ada yang bilang ini bencana, maknanya telah terjadi kerusakan di muka bumi dan laut oleh tangan-tangan manusia. Bencana itu sudah seizin Allah. Bisa jadi bencana ini tadinya belum terjadi karena Allah ingin melihat apakah manusia itu sombong atau nggak. Ada pembangunan yang dibanggakan dan ada banyak karya yang diyakini karya yang luar biasa. Begitulah kita jafi sombong dan sekarang masih mau bicara tanpa hati. Allah pasti lebih tahu ... yang hebat lagi manusia itu mengklaim bencana ini dengan menyalahkan orang lain. Mari kita bercermin, untuk apa kita menyalahkan karena pasti ada orang yang seperti itu. Jadi yawng jauh lebih penting adalah apa yang mesti kita lakukan hari ini. Yang pasti banyak istigfar dan lakukan banyak hal tanpa perlu mengeluh.
Hal lain dari kejadian di atas adalah menetima keadaan dengan terus bersemàngat memperbaiki keadaan sebagai amal kita. Mengeluh dan menyalahkan orang lain tidak merubah keadaan. Bisakah kita ikhlas  ? Ikhlas pun tanpa komentar ya.
Ayo kita menata hati agar dapat menyikapi dan semakin baik dalam bertindak., Bismillah semua itu menjadi baik dan inilah latihannya

Banyak orang sibuk ...

Sepanjang tahun ini ada satu hal yang menarik dan seperti berulang dari tahun ke tahun adalah selalu membuat rencana atau sering dibilang membuat resolusi. hanya sedikit orang dari awal tahun yang mampu meraihnya. Bagaimana dengan tahun ini ??? Bersiap untuk memulai kembali. Apakah ada jaminan kembali berhasil ? Pola mereka sudah ada dan bisa jadi hanya ingin merubah pola agar menjadi lebih baik. Begitulah biasa setiap keberhasilan sudah membuat jalan sendiri yang bisa ita lalui kembali untuk lebih baik, syaratnya menambah dan meningkatkan kualitasnya.
Tahun ini mereka sudah mencapai level A, maka mereka menuntut level lebih tinggi untuk bersaing dengan orang lain yang lebih hebat. Sebuah dorongan yang kuat untuk memulai dengan baik.
Tapi disisi lain, mereka yang lain yang belum mencapai rencana tahun ini, mestinya mulai berpikir bahwa segala sesuatu tidak bisa diraih tanpa kerja. Yang sederhana sih, banyak dari mereka ini memang kerjanya belum maksimal. Perlu bukti ? Mereka menyambut liburan dan merencanakan seperti orang yang sudah berhasil. Sama-sama libur. Yang belum berhasil mengatakan bahwa saya libur untuk rehat sejenak setelah stress kerja. Tapi saat mereka masuk kerja lagi stress pun tiba. dan begitulah siklusnya. Libur dan bila perlu cuti agar tidak stress, apa yang dilakukan mereka adalah sangat sibuk. Disinilah perbedaan sikap mereka yang belum mampu meraih rencananya, mereka melihat kerja sebagai sebuah kesibukan dan stress sehingga sulit untuk meningkatkan kemampuan kerja. Kerja yang sibuk tidak menjamin hasil yang baik, seolah-olah kerja berat tapi hasil tidak ada. Renungkan .... seperti halnya orang sudah shalat tapi tak banyak memberi kebaikan. Periksalah kerja kita, apakah asal kerja atau kerja yang hanya mengerjakan untuk hasil yang direncanakan ?
Bayangkan saat kita kerja 10, jarang kita mendapatkan nilai 10. Probabilitasnya kecil. Tapi bayangkan saat kita kerja 15 maka nilai 10 itu menjadi mudah dan bisa diraih. Jadi sesibuk apapun kita, maka koreksi apa yang kita sibukkan (apa yang kita kerjakan). Jika rencana kita ingin jadi supervisor dalam karir kantor, maka nilai dan kualitas kerja kita tidak boleh sebatas supervisor tapi menetapkan kerja yang melebihi nilai supervisor. Inilah kerja bukan ala kadarnya, tapi kerja dengan sepenuh hati.
Bagaimana shalat kita tadi ? Jika shalat itu ingin dijadikan wasilah untuk permintaan doa kita dikabulkan Allah. Maka kita mulai mikir tidak boleh shalat seadanya. Koreksi kualitas shalat kita, shalat yang dimaknai dengan hati sehingga kita benar-benar shalat, yaitu berkomunikasi dengan Allah. Shalatlah dengan hati bukan sekedar lisan dan perbuatan fisik saja.
Apa hubungan shalat dan rencana kita ? Perhatikan "jika shalatnya benar maka perbuatan lain menjadi benar". Sikap dan paham ini mesti kita bangun agar shalat itu bisa mendorong kerja yang benar, shalat dengan sepenuh hati maka kerjapun menjadi sepenuh hati dan sungguh-sungguh. Insya Allah dengan mengembangkan kualitas shalat yang luar biasa maka kerjapun menjadi ringan untuk dijalani dengan bimbingan Allah. Sibuk ? ya Sibuk dengan kerja yang sudah terbimbing dan hasilnya dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Ingin berhasil shalatlah dengan benar.

Tidak kerja itu lebih baik itu biasa ???

Kata yang berhubungan dengan kerja sering dikaitkan dengan urusan dunia, kerja di kantor, kerja cari uang, kerja yang membahagiakan atau sering kita tafsirkan kerja formal. Orang yang kerja di kantor disebut kerja, sedangkan kerja diluar kantor seperti berdagang "tidak disebut kerja tapi usaha". kerja atau usaha sebenarnya merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan sesuatu.
Awalnya kerja itu menjadi dorongan kuat bagi kita untuk menjalaninya, sering kita mengatakan, "saya kerja yang benar jika ini sudah dimulai atau diberikan kepercayaan". janji dalam diri yang sebenarnya tidak perlu diungkapkan. Keadaan ini sudah menjadi bagian dari awal kita memulai kerja. Selalu punya inisiatif dan proaktif untuk memulai pekerjaan itu bahkan kita lupa waktu, yang penting memberi yang terbaik sampai tuntas. Sampai berapa lama hal ini bisa bertahan ..?
Sampai kita merasa cukup. Benarkah begitu ? Ternyata semua keadaan itu terhenti karena kita sudah mulai bosan. Bosan mengerjakan hal yang sama setiap hari dan hasilnya tidak membuat hasi yang bertambah. Selalu ada kaitan dengan kerja lebih pasti harus menambah uang kita. persepsi inilah yang membuat kita mulai "frustasi" karena hasil tidak mengikuti nilai kerja kita. Akhirnya kita pun berhenti untuk melakukan kerja yang lebih baik
Mulai stress ? mulai tertekan dengan beban kerja yang semakin meningkat karena dunia luar menuntu kita kerja lebih agar bisa bertahan. Lalu hasil juga tidak mengikuti. Gaji atau pendapatan hanya naik setahun sekali dan tidak besar, sedangkan kebutuhan dan keinginan kita berlipat ganda. Mulai sering capek dan tak bergairah. Sudah tahu, kok masih diam saja ?
Boleh dong kita berpikir berbeda dari yang ada selama ini. kerja ya kerja dan hasil adalah hasil dari kerja. Sedangkan hasil itu meliputi kebutuhan dan keinginan kita. Bisa jadi hasil kita peroleh saat ini sudah cukup untuk hidup layak. Agar kerja yang maksimal terjadi maka kita pun mesti memiliki ketenangan jiwa dan kesehatan dan hal terkait lainnya. Ini semua dipenuhi oleh hasil yang kita dapatkan yang bukan saja berupa tapi campur tangan Allah untuk mengelola itu semua. Bagaimana jika kita sakit ? apakah kita bisa kerja ? maka tidak sakit itu adalah pemberian Allah alias wujud dari kerja kita dimana Allah memelihara tubuh kita tetap sehat agar kebutuhan hidup kita lebih baik. kalau begitu menjadi lebih sehat itu baik dong ? Maka kerja yang kita lakukan selama ini tidak hanya sekedar mencari uang tapi mengharapkan Allah memelihara kesehatan kita. masihkah kita berpikir kerja itu apa adanya alias tidak mau kerja yang lebih baik lagi ? Bangun diri kita dengan sehat yang luar biasa agar kerja yang luar biasa dan hasilnya Allah berikan yang lebih baik (barokah). Apa barokah itu ? Uang yang kita terima dari hasil kerja bisa menenangkan diri sehingga kita tidak dibalas oleh Allah dengan azab berupa keluarnya uang untuk hal-hal yang tidak kita duga. Uang bisa sama setiap bulan tapi saat kita dapat barokah maka uang itu terasa dicukupkan.
jadi kita mulai berpikir bahwa kerja itu bukan sekedar cari uang, tapi kerja itu mesti semakin hari ditingkatkan agar nilai barokah Allahnya semakin tinggi. Kehidupan kita dicukupkan ...
teruslah kerja yang membuat Allah tersenyum dan senyuman Allah itu membuat kita semakin beriman. kerja aja susah, apalagi tidak kerja. kerja semakin baik itu sangat berat, apalagi kerja yang tidak lebih baik. Selamat bekerja



Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...