Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Jika Allah itu Maha Adil, maka mengapa kita tidak percaya ?

Sifat dan perilaku kita seringkali tidak sejalan dengan apa yang kita percayai, misalkan kita ingin sehat. Benarkah kita ingin sehat ? Faktanya kita tidak selalu menjaga makan dan minum kita dengan makanan dan minuman yang sehat. Lalu kita ingin membantah atau membenarkannya,"iya makan yang enak (kurang sehat) sekali saja nggak apa-apa". Perhatikanlah ternyata tidak hanya sekali dan tidak pernah dibantah lagi, lihatlah kesehatan kita apakah semakin sehat ? apakah kita sering sakit ? apakah kita mudah capek ? apakah kita tidak mampu beraktivitas dengan benar ?
Ternyata semua pikiran dan apa yang kita percayai itu mesti didorong dengan tindakan nyata, lalu hanya karena emosional lah kita tidak menjalaninya.
Jika ditanya, apakah Allah itu Maha Adil ? Pasti jawabannya,"iyalah dan saya mempercayainya". Lalu apakah cukup sampai di situ ? Seperti halnya tentang sehat, Mengimani dan mempercayai Allah Maha Adil itu WAJIB. Apa buktinya dan tindakan kita yang sesuai dengan hati dan pikiran kita.
Pertama yang paling mudah, apakah kita merasa mendapatkan keadilan itu dari Allah ? "Apa ya". Pasti sulit kita menemukan keadilan itu. Bisa jadi Allah telah Adil memberi kita kehidupan ini. Apalagi ya. Kita merasa Allah itu adil karena kita tidak pernah mengalami suatu masalah. Tapi berbeda saat kita mengalami masalah, misalkan kita dizalimin orang lain. Maka kita dengan reaksi cepat meminta orang yang menzalimin kita dibalas oleh Allah lewat doa kita yang cenderung buruk. Disinilah Allah dimata kita tidak Adil. Atau kehidupan kita yang tidak menjadi semakin baik ... maka muncul doa untuk kebaikan kita. Semua itu tanpa kita sadari ternyata kita tidak percaya bahwa Allah itu Maha Adil.
Mari kita renungkan, di saat hati tenang. Kezaliman itu menunjukkan Allah itu Adil. Dimana adilnya ? Allah ingin memberi keadilan itu pada diri kita sendiri dengan mengajak kita untuk selalu berbuat baik dan berdoa yang baik BUAT DIRI KITA SENDIRI dan orang LAIN. Karena selama ini kita jarang melakukannya. Allah adil, Adil terhadap hak diri kita untuk menjadi seimbang dalam hidup ini. Hanya karena emosi saja kita mengatakan "Allah itu tidak adil". 
Kedua yang bisa saja terjadi pada diri kita sendiri adalah sifat iri. Apa hubungannya iri dengan tidak adil ? Sifat iri itu diantaranya membandingkan diri kita dengan orang lain yang lebih baik. Misalkan bisa saja muncul pertanyaan seperti ini,"kok dia yang tidak shalat dan kerja hanya begitu aja bisa sukses". Padahal saya sudah berbuat baik dan segala hal masih begini aja. Ungkapan ini memang tidak secara tersurat mengatakan Allah itu tidak Adil, tapi secara tersirat ya. Mengapa hal ini terjadi ? Sekali lagi karena emosi kita terpancing atau tergoda dengan keadaan yang tidak semakin baik. Bukankah jika kita mau semakin baik, hanya kita lah yang bisa merubahnya dengan melakukan yang baik dan diizinkan Allah. Kita balik pernyataan di atas dengan mengatakan "Jika saya percaya Allah itu adil maka saya tetap terus melakukan hal baik dan keadilan itu milik Allah. Saya hanya percaya akhirnya Allah itu pasti membalas dengan adil apa yang telah saya lakukan".
Mari kita renungkan dengan menyingkirkan emosi kita dan menyakini Allah itu adil dengan terus beramal saleh yang Allah rahmati. Inilah motivasi terbesar kita agar diri menjadi semakin baik

Allah selalu ingin menyempurnakan amal kita

Ingin beramal yang baik (saleh) terasa berat, sekalipun sudah ada niat. pengen sedekah saja, masih banyak pertimbangan (pikiran), padahal sedekah ya nggak pake pikiran tapi pake hati berupa keyakinan. Berat dalam beramal saleh itu menunjukkan kita belum baik imannya, alias belum yakin kepada Allah.
Semua kejadian dalam beramal saleh itu selalu diiringi niat baik tapi dihambat oleh pertimbangan pikiran. Bahkan saat kita beramal saleh itu pun masih muncul lingkungan yang tidak bersahabat sehingga membuat kita urung beramal saleh. Saat kita memberi sedekah, ternyata orang yang mau dikasih nggak ada alias tidak sesuai kriteria kita atau kesibukan yang membuat kita tidak beramal saleh. Banyak sekali penghambat jika kita ingin beramal saleh.
Jika kita telusuri keberatan (hambatan) kita dalam beramal saleh itu berasal dari kita sendiri. Niat yang sudah ada tidak dikuatkan dengan niat benar-benar kepada Allah. Niat ini memerlukan pemahaman yang benar tentang amal salehnya agar menjadi pendorongnya. Niat itu mesti membuat kita yakin dan yakin dengan apa yang ingin kita amalkan. Ucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim
Niat yang sudah benar itu sudah menjadi koneksi (kesadaran) kita kepada Allah. Allah "tahu dan melihat" kita. Insya Allah pada saat itu kita diberi kekuatan untuk menggerakkannya dalam beramal saleh.
Bisa jadi kesempurnaan amal saleh itu masih dihambat oleh emosional dan pikiran yang digoda oleh syetan. Pikiran kita selalu membuat kita berpikir,"jika sedekah, maka uang kita berkurang. dan berkurangnya uang itu bisa bikin kita miskin". Dan secara emosional, "ngapain juga sedekah yang nggak bikin kita seneng" atau "yang dikasih aja ngga berubah tetep aja minta-minta". Niat yang sudah ada tapi melawan pikiran dan emosional kita sendiri.
Lalu ilmu dan pengetahuan (pemahaman) kita tentang sedekah yang kuatlah yang membuat kita ingin melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. "saya pernah baca kok, orang banyak sedekah malah jadi berkah hidupnya". kesungguhan dalam beramal saleh pun wajib mengikuti petunjuk yang telah Allah sampaikan dalam Al Qur'an dan hadist. Dengan kesungguhan ini Allah pun menyempurnakan amal saleh kita dengan menyingkirkan segala hambatan tersebut. 
Sebaliknya ketidaksempurnaan kita dalam beramal saleh disebabkan dari dalam diri kita sendiri. Maka sepantasnyalah kita berlatih dan menambah pemahaman tentang Allah dan amal saleh itu sendiri. 
mau dekat atau bersama Allah, mari beramal saleh. Insya Allah kita diberi kemampuan untuk memahami Allah dan petunjukNya. Aamiin

Berdoa minta rezeki ..

Seringkali kita meminta pertolongan dengan seseorang, "mas bantu saya, saya tidak punya uang untuk makan". Atau "mas pinjam uang karena saya ada keperluan". Meminta pertolongan seperti itu tidqk salah, tapi banyak orang yang diminta pertolongan merasa nggak nyaman. Tapi ada beberapa orang yang tidak minta uang tapi meminta atau "mengemis" agar barang yang dimilikinya dibeli. Masih lebih baik caranya. Ada yang membeli dan barang yang dibeli tidak digunakan, atau ada yang membeli tapi barang yang dibeli diberikan kepada orang lain atau tidak membeli karena merasa tidak membutuhkan barangnya dan hanya memberi uang sekedar rasa kasihan.
Ada cara lain untuk mendapatkan uang yaitu dengan bekerja yang dihargai orang. Maka dengan cara ini, ada orang yang meminta pertolongan dengan cara meminta pekerjaan. Semua cara di atas jika dilaksanakan dengan ikhlas bagi orang yang membantu tidak jadi persoalan bahkan menjdi ladang amal. Yang menjadi bahasan adalah yang meminta, apakah dengan meminta dengan cara di atas bisa membuat kita semakin baik ? Semua tergantung kondisi dan kesadaran kita kepada Allah. Cara yang terakhir lebih mendidik kita semakin baik.
Sekarang kita bayangkan jika kita juga melakukan yang sama kepada Allah dengan meminta rezeki karena merasa kurang atau bahkan kita pun tetap meminta rezeki sekalipun ada uang. Pertanyaannya, apakah Allah memberi atau membalas doa kita dengan memberi rezeki (uang) ? Pastinya tidak langsung. Yang adalah memberi kesempatan amal atau kerja yang berujung kepada kita mendapatkan uang. Jika begitu boleh dong biar tepat kita pun memohon pertolongan agar diberi pekerjaan atau amal yang berbuah kepada rezeki yang kita minta. Sudahkah kita berdoa seperti ini, ya Allah yang Maha razzaq, bimbing kami untuk selalu taat kepadaMU dan izinkan kami untuk selalu mampu bekerja dalam meraih rezekiMU. Aamiin
Insya Allah uraian ini bisa kita renungkan agar semakin hari semakin baik keislaman kita.  

Beriman atau percaya kepada yang ghaib


Beriman atau percaya, dua kata berbeda dan kita sepakati sama beriman yang berasal dari bahasa Arab dan terjemahannya percaya. Jika kita percaya kepada sesuatu, misalkan percaya pada teman. Maka maknanya bahwa kepercayaan itu ada karena kita dapat menerima pembuktian atas janji orang tersebut dengan kita. Saya percaya sama dia karena kepintarannya, dan memang dia membuktikan dia lebih pintar. Sama halnya kita percaya omongannya, berarti kita percaya dia berkata jujur.
Efek dari kita percaya kepada seseorang hanya sekedar percaya saja, tapi tidak membuat kita melakukan yang sesuatu atas apa yang kita percayai. Atau kita pun belum tentu mau menuruti apa yang dikatakan teman kita tadi. menjadi berbeda jika kita percaya kepada Allah, maka kita pun mau melakukan apa yang diperintahkanNya.
Ada perbedaan lain agar kita semakin benar-benar percaya kepada Allah dengan mengamalkan perintahNya. Saat kita percaya kepada teman, sebenarnya kita tidak pernah tahu tentang teman kita itu 100%, sifatnya dan keperibadiannya dan banyak hal yang tertutupi. Yang kita tahu saat kita bertemu dengannya. Dan tidak ada juga informasi dan pengetahuan serta petunjuk tentang teman kita itu yang mutlak kebenarannya. Menjadi berbeda dengan percaya kepada Allah, sesuatu yang tidak nyata (ghaib) dimana kepercayaan kita itu tidak asal tapi percaya karena ada petunjuk, ilmu, hidayah, pengetahuan serta informasi tentang Allah yang mutlak kebenaranNya yang bersumber dari Al Qur'an dan hadist Rasulullah. Maka kita percaya kepada Allah itu wajib diikuti dengan membaca dan memahami Al Qur'an sehingga dengan percaya kepada Allah itu kita pun beribadah kepadaNya. bagaimana jika kita percaya kepada Allah tanpa diikuti ilmu yang benar, maka kepercayaan itu menjadi lemah, kondisi ini menyebabkan kita lemah pula dalam ibadah dan amal.
Dalam Al Qur'an, difirmankan bahwa "orang yang beriman dan beramal saleh". Dua kalimat yang menjadi satu dan tidak terpisahkan, menunjukkan iman seseorang itu sudah benar karena dibekali atau didasari petunjuk Allah dalam Al Qur'an.  Saya percaya kepada Allah yang Maha segalanya dan pemilik alam semesta ini, maka saya pun beribadah dan beramal kepadaNya.
Saat kita beramal menjadi tidak sempurna atau kehidupan kita yang tidak memberi ketentraman di hati, maka yang perlu kita renungkan adalah bisa jadi iman kita semakin lemah karena tergerus oleh kepercayaan kita kepada yang lain. Kita percaya sukses memgantarkan kita kepada kehidupan yang lebih baik, atau kita percaya uang yang banyak bisa membahagiakan diri kita, kerja keras menjadi kunci kesuksesan dan banyak lagi. Percaya kepada sesuatu selain Allah bisa menjadikan kita lalai percaya kepada Allah alias menomerduakannya. Mari kita koreksi iman kita dengan konsisten membaca Al Qur'an dan mengamalkannya. INsya Allah dengan terus membaca dan memahami Al Qur'an mampu menyempurnakan iman kita kepada Allah, lalu menjadikan kita yakin untuk melaksanakan apa yang diperintahkanNya. Aamiin

Ada dan tidak ada

Judul di atas saya ambil menjadi bagian penting dalam semangat hidup kita. Mengapa ? Terkadang semangat itu ada karena sesuatu yang ada secara fisik yang bisa mendorong kita atau semangat itu menjadi luar biasa karena sesuatu yang tidak nyata (tidak ada).
Memang definisi ada itu sering ditafsirkan secara fisik terlihat atau tidak terlihat secara fisik tapi dapat dirasakan kehadirannya (ada). Begitulah yang terjadi, tapi nggak perlu pusing juga sih yang penting kita dapat memahami secara makna.
Semangat itu bisa mendorong kita termotivasi untuk melakukan apapun karena ada sesuatu yang mendorongnya. Misalkan karena keluarga berarti ada secara fisik yang membuat kita terdorong. Tapi benarkah demikian ? Perhatikan saat kita bekerja luar biasa di kantor, apakah dorongan itu masih ada (keluarga yang terlihat secara fisik) ? jawaban tidak ada, tapi keluarga itu ada karena kita merasakan kehadirannya dihati.
disisi lain ada sesuatu yang mendorong kita bersemangat seperti mimpi yang tidak ada atau tidak nyata yang hanya ada di imajinasi kita saja. Tapi mimpi itu benar-benar mendorong kita bekerja luar biasa.
Kedua hal di atas menjadi penting bagi kita untuk selalu bersemangat untuk bekerja luar biasa. Ada atau tidak ada tidak jadi penting tapi kita bisa merasakannya karena kita fokus. Jika hal ini bisa kita rasakan semangat luar biasa dalam bekerja, maka mesti kita pun bertanya mengapa kita belum beramal saleh yang luar biasa kepada Allah ?
Bekerja luar biasa secara makna sama dengan amal saleh, yaitu melakukan aktivitas karena ada dorongan. Mengapa sih kita shalat (amal saleh) ? Karena kita takut masuk neraka, neraka bisa kita jadikan dorongan yang sebenarnya masih belum nyata hanya berupa gambaran yang menakutkan kita. Tapi neraka itu tidak ada saat kita tidak fokus karena fokusnya kepada hal lain yang menyebabkan kita "kurang" shalatnya. Sama juga saat shalat itu karena syurga. Shalat kita menjadi luar biasa karena kita merasakan betul dorongan itu sangat hadir di hati ini, yang berarti kita lagi fokus atau kita sedang sadar kepada Allah. Neraka atau Syurga itu diciptakan Allah untuk membalas amalan manusia yang tidak mengikuti petunjukNya. Saya yakin semua orang tidak mau masuk neraka atau sangat ingin masuk syurga, tapi yang jadi persoalannya adalah kehadiran neraka atau syurga itu tidak kuat di hati ini. Jadilah kita "kurang" shalatnya atau bahkan kita melakukan dosa ...
Jika syurga atau neraka itu diibaratkan sesuatu yang kita imajinasikan dalam pikiran seperti halnya mimpi, maka setiap orang mempunyai bermacam-macam imajinasinya. Imajinasi itu tidak mutlak kebenarannya, tapi kita mesti membangun imajinasi itu dengan hati yaitu kehadiran Allah di hati yang mampu membuat menjadi sangat kuat untuk mendorong kita shalat luar biasa. Kehadiran Allah di hati bisa memberi imajinasi yang benar tentang syurga dan neraka. Boleh dong kita sekarang untuk bersemangat luar biasa dalam beramal saleh itu didasarkan pada kehadiran (fokus) Allah di hati ini.
Allah ada dan secara kasat mata kita tidak mampu melihatNya (tidak ada), tapi kita bisa merasakan atau mampu melihat kehadiran Allah itu dengan ciptaanNya (kekuasaan dan kebesaranNya). Maka fokus atau menggunakan hati menjadi sangat penting dalam membangun semangat kepada Allah yang membuat kita pun menjadi beramal saleh yang luar biasa. Mari kita bangun fokus kepada Allah dengan selalu melihat sesuatu itu secara fisik (ada) DAN melihat pula secara non fisik. Contoh saat melihat anak kita, yang terlihat adalah fisik anak bisa membangkitkan semangat tapi tidak jarang juga bikin bete. Tapi jika kita dalami lagi maka anak itu adalah titipan Allah, dimana titipan itu bisa baik bisa juga buruk. maka yang dititipkan siapa wajib menjaga tetap baik titipan itu (sekalipun bikin bete) atau mampu membuat titipan itu semakin baik. Inilah yang disebut tidak ada (tidak nyata) dibalik fisik dari anak. Kemampuan ini mesti dibangun dari ilmu Al Qur'an dan hati dengan emosional positif. Dengan demikian kita sebagai orang tua sangat bersemangat mendidik anak BUKAN lagi untuk berbangga dengan prestasi anak tersebut karena didikan kita, tapi sangat ingin mendidik anak itu sebagai uji kemampuan amal saleh yang dinilai oleh sang Pencipta. Mendidik anak sebagai amal saleh yang luar biasa dan sangat ikhlas untuk Allah.
Insya Allah kita diberi kemampuan untuk selalu melihat hal yang ada dan "tidak ada" agar hati ini mampu menghadirkan Allah dan Allah pun selalu ingin masuk ke dalam hati kita. Bimbing dan ajari kami selalu menuju kesadaran kepadaMu ya Allah. Aamiin

Kita lupa ada waktu yang membatasinya

Dunia ini seakan menjadi milik kita saat kita merasa senang karena apa yang kita inginkan terjadi. jadi kita bekerja luar biasa demi apa yang kita inginkan. Maka banyak orang bermimpi dan berusaha. Ada yang berhasil dan ada pula yang belum berhasil, Semua orang berusaha sesuai kadarnya
Yang berhasil menganggap dirinya lah yang menentukan keberhasilannya atas usaha yang dia anggap luar biasa. Dan yang belum berhasil selalu membandingkan bahwa dirinyapun sudah bekerja luar biasa tapi karena Allah yang belum memberikannya saja dia belum berhasil.
Usaha yang luar biasa itu menjadi motivasi bagi siapa saja untuk meraihnya. Hanya karena sebuah keinginan, harapan atau mimpi membuat kita merasa bahwa waktu itu masih panjang. Tapi seringkali kita melupakan faktor waktu. Perhatikan orang di sekitar kita yang meninggal di usia yang kita anggap "masih muda" yang menghentikan usahanya dalam meraih mimpi.
Itulah kita bekerja karena mimpi. Tapi bandingkan jika kita bekerja luar biasa karena batas waktu. Dan batas waktu itu tidak pernah kita tahu, seakan dan memang mengatakan bahwa hari esok itu milik sang Pencipta (maka kita wajib untuk berkata "Insya Allah"). Apa perbedaan kerja yang kita lakukan karena mimpi dengan bekerja demi waktu (usia) ?
Bekerja demi mimpi pastilah cenderung urusan dunia, sebaliknya bekerja pasti luar biasa demi waktu (usia)yang merupakan urusan ibadah. Bekerja demi mimpi melupakan waktu dan tidak saat kita bekerja demi waktu yang menyebabkan kita bekerja luar biasa secara maksimal dengan memberdayakan potensi yang kita miliki. Bekerjanya tidak menghalalkan segala cara tapi bekerja dengan batasan amal saleh.
Tidak salah juga jika kita punya mimpi. Mimpi yang memiliki nilai kebaikan di mata Allah. Maka kita pun bisa bekerja luar biasa demi mimpi itu dan yang pasti kita pun ingat bahwa semua apa yang kita lakukan tetap dibatasi waktu. Bekerja sebagai amal saleh menjadi diri kita selalu bersyukur dengan apa yang kita raih.
Insya Allah kita selalu diberi mimpi yang baik yang dirahmati Allah sehingga membuat kita semakin mencintai Allah dengan banyak berbuat amal saleh yang luar biasa. Aaminn

IYA Sukses

Kesuksesan bisa dibangun dengan menemukan cara-cara yang sudah pernah dilakukan orang lain. Maka kita pun belajar meniru atau menerapkan kesuksesan orang lain pada diri kita. Kita pun bertaruh untuk itu dengan biaya yang tidak sedikit lewat training dan seminar.
Ada banyak cara berupa tip sukses, cara singkat untuk sukses, cara mudah untuk sukses dan banyak lagi. Ingatlah bahwa kesuksesan itu tidak bisa diraih dengan cara singkat, sukses dapat diraih dengan proses yang benar DAN YANG DILUPAKAN banyak orang adalah kesuskesan itu tidak sama setiap orang. Dan YANG PASTI pula kesuksesan itu PEMBERIAN/IZIN ALLAH terhadap apa yang sudah kita lakukan.
Mari kita bangun dasar kesuksesan itu yang ada pada diri kita sendiri dengan cara mensyukurinya. Menyadari kita punya potensi dan memberdayakannya. Mulailah dengan iman kepada Allah, bahwa kesuksesan itu milik Allah dan saya wajib dekat denganNYA. Bekali ilmu yang cukup untuk melaksanakan keimanan yang sudah kita pahami dalam sukses sembari pula membaca dan memahami Suksesnya Nabi lalu terakhir amalkan .... 


Insya Allah bermanfaat dan kita diberi kemampuan untuk menjadi semakin sukses dari hari ke hari

IYA iman yakin dan amalkan


Untuk menjadi manusia yang beriman tidak bisa sekedar beriman saja, tapi mari kita temukan untuk menjadi benar-benar beriman.
IYA merupakan pesan bagi saya sendiri dan Anda semua untuk menjadikan amal itu mudah dan bisa dilaksanakan. I adalah iman yang didasari ilmu, ilmu yang kita peroleh mampu menjadi sebuah keYakinan bagi kita karena telah melihat petunjuk/referensi. Modal Yakin bisa mendorong kita untuk mengAmalkannya
Insya Allah video ini memberi kebaikan dan hikmah bagi kita semua. 

Terima kasih sudah menonton video.

percaya kok nggak nggak percaya

Jika ditanya apakah kita beriman ? Maka jawabannya pasti "saya beriman" dan ada beberapa orang menjawabnya dengan nada tinggi. Bisa jadi pertanyaan ini membuat kita negatif. Padahal pertanyaan adalah pertanyaan yang perlu dijawab. Gunakan logika kita dan hati agar pertanyaan itu bisa menjadi ukuran dari apa yang ditanyakan.
iman itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah percaya. Beriman kepada Allah berarti kita percaya kepada Allah. Ada yang salah ? tidak ada. Tapi jika kita teruskan dengan pertanyaan, "apakah kita beriman ?" Kita pun menjawab "saya beriman". Sampai disini pun sepertinya tidak ada yang salah.
lalu bidang apa saja yang kita beriman kepada Allah ? .. Mari kita perhatikan dan renungkan 
a. apakah kita shalat karena kita percaya kepada Allah ? adakah dalam shalat kita karena meminta Allah mengabulkan doa (keinginan) kita ? adakah shalat kita benar-benar menjadikan kita "bertemu" Allah ? adakah shalat kita hanya menggugurkan kewajiban saja sehingga shalat kita kurang khusyuk ? Jawaban pertanyaan ini bisa mengukur iman kita. Bisa jadi kita percaya tapi kita nggak percaya dengan apa yang Allah perintahkan untuk shalat.
b. apakah kerja kita hari ini merupakan pemberian (rahmat) Allah ? adakah di hati ini bahwa kerja kita saat ini adalah hasil usaha kita ? Mengapa juga jika kita percaya bahwa kerja kita hari ini adalah pemberian Allah, masih ada nggak terima atas hasil yang kita peroleh ??
c. apakah kita percaya bahwa jika kita beramal saleh pasti dibalas Allah dengan kebaikan ? masihkah ada keraguan dari kita dengan apa yang sudah kita lakukan tidak dibalas Allah sampai saat ini ? 
dan bahkan kita percaya kepada Allah tapi kita tidak mengikuti petunjuk Allah. Yang kita lakukan adalah mencari sendiri dengan cara sendiri atau cara dunia.
Untuk mendapatkan kebaikan tentu diukur dari amal saleh kita, dan amal saleh itu sangat bergantung pada iman kita. Yang utama dan pertama yang selalu kita sempurnakan adalah iman kita. Jangan sampai kita berkata "saya beriman (percaya) tapi nggak percaya dengan apa yang ktia kerjakan".
Soal iman itu soal hati, kita tak banyak berkuasa atas hati itu. Yang bisa kita lakukan hanya memelihara hati itu tetap baik dengan menjalani petunjuk yang Allah ridhai. Selebih itu kita berani berdoa agar hati ini disempurnakan dalam menyakini Allah. 

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...