Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Apakah Sekolah menjamin Sukses ?

Membangun motivasi bisa dilakukan dari dalam (motivasi diri). Motivasi diri menjadi semakin luar biasa jika kita dasarkan pada agama, yaitu agama Islam. Maka jadilah motivasi itu bersifat motivasi spiritual yang dikenal motivasi Islam
Banyak orang mengakui bahwa tidak semua orang bisa sukses dan tidak bisa juga diprediksi kapan dan dimana serta bidang kesuksesan bisa diraih. Padahal perjalanan hidup kita sudah direncanakan oleh orang tua kita, mulai tk - sd - smp - sma - kuliah dan diharapkan dengan bekal itu mampu membuat kita mendapatkan kerja yang baik dan punya gaji banyak. Itulah peta atau jalan sukses kita. Tapi sukseskah kita seperti yang diskenariokan tadi ?
Ada beberapa orang meraihnya, dan banyak sekali orang tidak mampu meraihnya. Ada yang terbalik dengan bidangnya, dulu disekolah tidak pintar bisa sukses dan ada juga yang pintar teknik tapi kesuksesannya dibidang sales atau pelayanan. Jika dibuat kesimpulan sepertinya amburadul.
Saya sendiri yang bisa dibilang mengikuti skenario di atas dengan bidang yang tidak sesuai kuliah, ada kesuksesan dalam jabatan dan karir. Tetapi semua tetap saja menjadi "karyawan" yang bekerja buat orang lain. Sangat berbeda jauh dengan mantan anak buah yang sudah bisa selevel malah jabatannya atau ada yang sudah berani berbisnis. Ilmu dari saya tapi mereka punya keberanian. Itulah yang membedakan bahkan ada orang yang sukses berbisnis tapi dia tidak menguasai dengn detail ilmunya (hanya memnfaatkan orang lain yang memahaminya).
Memang bukan untuk dibandingkan, tapi hampir dipastikan semua orang tidak bisa menentukan kesuksesannya. Disinilah kita mulai berpikir bahwa semua dengan izin Allah.
Yang jadi pertanyaan adalah apakah sekolah kita sia-sia ? Tentu tidak sia-sia, semua merupakan akumulasi pengetahuan dan kemampuan yang telah mengantarkan kita seperti ini. Agar lebih pas, boleh dong kita merenungkan .... ada ilmu dan waktu yang jika kita gunakan bisa mengantarkan kita kepada kesuksesan. Apa itu ?
Jika kita percaya (beriman) kepada Allah, dan bahkan dinyatakan oleh Allah dalam firmanNya,"semua atas izinNya, hidayah, daun jatuh, musibah dan sebagainya", maka kita wajib memberikan keimanan dan amal saleh kita kepada Allah agar Allah berkenan atau memberi izin untuk kesuksesan kita.
Akibatnya, mana yang lebih dulu "beriman dan beramal saleh dengan benar" atau sekolah formal dulu ? Mana yang lebih dulu pastilah yang utama dan pertama itu urusan dengan Allah. Barulah kita bangun ilmu pengetahuan dan kemampuan kita, dimana kedua hal itu pun bisa dibangun dan diberikan juga oleh Allah. Jadi kuatkan iman kita terlebih dan banyaklah beramal saleh. Sekolah atau belajar yang pas adalah kita fokus kepada minat dan talenta. Dan terus menggali minat dan talenta semakin tajam agar semakin menguatkan iman dan amal saleh.
Mari mengisi kehidupan diri kita dan anak kita dengan belajar membaca Al Qur'an, memahami Al Qur'an yang didukung pelajaran bahasa Arab, memahami hal terkait dengan isi Al Qur'an secara bertahap. Ketersedian dan fasilitas untuk itu dengan mudah kita peroleh dari internet, hanya kita perlu berhati-hati dan selektif. Porsi belajar Al Qur'an dan mengamalkan dalam wujud akhlak bisa menghabiskan sebagian dari hari kita dan sisanya diisi dengan ilmu dasar seperti di sekolah.
Dengan demikian kita beriman kepada Allah dan kita pun berani untuk mengikuti skenario Allah untuk kebaikan kita di dunia dan di akhirat (kesuksesan di dunia dan kesuksesan di akhirat).
Insya Allah kita selalu dibukakan hati untuk benar-benar memahami untuk beriman kepada Allah dan dibimbing dalam menyempurnakannya. Aamiin

Pantaskah kita dihadapan Allah ?

Saat kita tampil dihadapan publik, yang kita perlukan adalah penampilan dan kemampuan. Diawali dengan penampilan yang bagus dan pantas (tapi terkadang tidak mesti juga bagus yang aneh dan unik pun diterima). Pakaian dan "make up" rambut, muka dan sebagainya menjadi perhatian semua orang. Lalu menjadi diterima oleh publik lewat kemampuan kita yang luar biasa. Disisi lain ada orang yang nggak pantas, penampilan oke tapi kemampuan tidak ada.
Bagaimana dengan Anda ? Setiap aktivitas luar pastilah kita selalu memantaskan diri kepada siapa kita berhadapan. Selain penampilan dan kemampuan, ada hal lain yang perlu dilihat yaitu perilaku.  Bisa jadi dengan kemampuan yang oke bikin seseorang berperilaku sombong.
Begitu juga saat kita melamar seseorang seorang wanita, maka yang selalu dikedepankan adalah penampilan, kemampuan dan perilaku yang menyenangkan si wanita agar kita disebut pantas.  Semua itu urusan dunia.
Urusan akhirat, dengan Allah. Kepantasan itu hanya berhubungan dengan hati dan amal saleh. Kepantasan kepada Allah, tentunya kita berharap Allah ridha dengan keyakinan dan amal saleh yang kita buat. Pantaskah kita terus-menerus diberikan karunia dan rahmatNya sedangkan kita jarang atau tidak pernah berterima kasih ? Pantaskah kita tinggal dibuminya Allah sedangkan kita tidak memeliharanya (merusaknya). ? Pantaskah kita merasa beriman dan sudah mengikuti petunjukNya padahal hanya sedikit sekali atau bahkan kita tak pernah memahami petunjukNya ? Pantaskah kita melakukan keburukan dihadapan Allah yang selalu mencurahkan kebaikan kepada kita ? Jika kita renungkan pertanyaan itu dalam banyak hal, maka kita adalah orang yang tidak pantas hidup di bumi dan menerima segala hal tentang kebaikan Allah. Lalu yang pantas itu adalah mari kita percaya, kita beriman kepada Allah, lalu yang pantas lagi adalah kita memohon ampun dan yakin lagi kita semakin pantas untuk memahami Al Qur'an dan mengamalkannya TANPA perlu meminta apapun Lagi.
Insya Allah renungan pagi ini sangat memotivasi diri kita menjadi semakin baik imannya. Yang memang yang pantas itu adalah menjadi Islam sebagai agama sekaligus motivasi Islam. Inilah yang umum dikenal sebagai spiritula motivation.
Ya Allah tak pantas pakaian yang kami pakai hari ini, pantas juga rasanya kemampuan kami yang sedikit ini, apalagi amal saleh kami sampai hari ini. Kami ingin memohon ampun kepadaMU dan bimbing kami menjadi hambaMu yang pantas yang beriman dan beramal saleh. Aamiin

Mudah puas ..

Motivasi mesti terus dibangun tanpa sedikit kita lalai, mengapa ? Karena saat kita lalai, maka motivasi menjadi lemah dan tidak mudah untuk dibangkitkan lagi. Semua itu butuh waktu dan pemulihan. Jadi motivasi diri yang sangat khusus yang dibangun dengan motivasi spiritual menjadi sangat kuat. Bagi muslim, motivasi Islam menjadi pegangan utama.
Perasaan kita senang melakukan hal baru sampai apa yang kita lakukan itu sudah dilakukan dengan baik. Masih ada sih rasas senang saat menikmatinya. Kerja pertama kali menjadi sangat menyenangkan dan mulai surut selang beberapa waktu. Perasaan senang itu sudah biasa dan ingin yang lebih lagi. Sekalipun kita masih bekerja tapi perasaannya jadi biasa dan menjadi sebuah rutinitas.
Bagaimana dengan pikiran kita ? Pekerjaan baru sangat menantang dan sangat luar biasa untuk menyukseskannya. Setelah itu kita menjadi bisa dan melakukannya terus-menerus. Tidak ada lagi tantangan dan menjadi sebuah rutinitas.
Rutinitas yang dilakukan terasa hambar karena kurang semangat dalam memaknai pekerjaan. Tanpa kita sadari ternyata, semua itu sudah terekam dengan baik di alam bawah sadar sehingga apa yang kita kerjakan (rutinitas) itu bekerka otomatis tanpa perintah yang berarti dari emosi dan pikiran.
Sadarkah kita hal ini bisa merusak kehidupan kita tanpa makna ? Inilah hidup yang tidak berkembang. Perhatikan shalat kita ? Bukankah sebuah rutinitas saja ? Terbukti bahwa bacaan shalat kita sudah hafal tanpa perintah pikiran dan emosi lagi. Adakah ketenangan dalam shalat ? Yang tidak ada keinginan kita untuk memperbarui pelajaran shalat untuk memperbarui shalat semakin baik. Saat ditanya, "sudah paham tentang shalat ?" Jawabannya yang cenderung "gengsi", "emangnya dulu ngga belajar di tk dan sd ? Dengan kata lain .. Kita malu belajar shalat seperti halnya anak sekolahan belajar shalat. Hanya karena itu kita tidak mau memperbarui nilai shalat kita, padahal ini adalah salah satu cara tetap menyemangati diri setiap tindakan untuk semakin baik.
MEneruskan semangat itu menjadi fokus penting apakah yang kita lakukan selanjutnya masih menarik ? Sekalipun menarik tidak mampu membangkitkan semangat beraktivitas. Bisa jadi apa yang kita lakukan sekarang sudah merupakan aktivitas rutin ? Emosi kita mudah puas jika sudah melakukan sesuatu dan mudah bosan. Pikiran kita pun mengatakan, "saya sudah mengerjakannya dan tidak ada tantangan lagi. Lalu disimpan sebagai pikiran bawah sadar yang bekerja otomatis". Mari ciptakan dan pahami bahwa setiap langkah punya makna maka mulailah sesuatu dengan Basmallah dan mengakhirinya dengan hamdallah. Insya Allah kita selalu diberi semangat oleh Allah lewat hati sehingga peunjukNya mampu menggerakkan diri kita untuk melakukan sesuatu dengan semakin baik. Aamiin
Bismillahirrahmaanirrahiim, kesadaran kepada Allah wajib tumbuh terus-menerus. Mengapa ? Bisa jadi kita semakin bosan dengan apa yang kita lakukan seperti ibadah shalat, puasa dan lainnya. Kondisi ini membuat kita kita memaknai ibadah itu sendiri. Terus apa yang terjadi ? Yang terjadi adalah emosional atau nafsu kita mengajak kita untuk mengembara yang membuat perasaan senang, maka muncul pengen ini dan itu. Dan saat bersamaan ibadah kita tadi sudah semakin menjadi kebiasaan yang tersimpan dalam alam bawah sadar. Semua bacaan shalat sudah hafal dan tanpa berpikir lagi. Mengingat Allah untuk berlatih untuk selalu memperbarui niat dan belajar menyempurnakan ibadah adalah yang terbaik yang mesti kita lakukan. Insya Allah hati ini semakin terbuka untuk menerima cahayaMu yang semakin hari semakin beriman. Aamiin

Puasa yang mencerdaskan

Motivasi menjadi kata kunci untuk sukses, tanpa motivasi pada diri kita sendiri menghambat laju aktivitas kita. Agama menjadi salah satu sumber motivasi, yaitu motivasi spiritual atau motivasi Islam.
Puasa masih sering ditafsirkan sebagai tidak makan dan tidak minum dan jangan emosi (marah) (mamimo) mulai Subuh hingga Maghrib. Bahkan kita pun mengajari anak-anak untuk menahan lapar, menahan haus dan tidak boleh menjadi ceramah turun-temurun.
Apa yang terjadi ? Semua pikiran dan emosi kita berpikir tentang 3 hal diatas (mamimo), makan, minum dan emosi sepanjang hari. Berusaha untuk menahan dengan cara mengalihkan kepada aktivitas lain. Misalkan kerja, tapi saat istirahat inget 3 hal tadi bahkan saat kerja pun kita masih kepikiran dengan 3 hal (mamimo) karena sudah tersimpan dalam bawah sadar kita. Merubah pola ini menjadi tidak mudah.
Ilmu fokus yang mengantarkan kita melihat, berpikir dan merasakan sesuatu yang membuat kita menjadi bersemangat. Fokus pada makan, maka kita begitu merasakan yang enak dan nikmat tentang makanan tersebut sekalipun makanan nya biasa saja. Fokus kerja mengarahkan kemampuan dan energi yang membuat kita bekerja menjadi luar biasa, ada masalah menjadi ringan dan waktu pun terasa cepat.
Mari berlatih puasa dengan menggunakan ilmu fokus di atas, bagaimana caranya ? Jika kita bisa fokus kepada 3 hal (mamimo), mengapa kita tidak bisa fokus kepada amal saleh ?? Salah satunya adalah melakukan renungan tentang apa yang ingin kita kerjakan.
1. Lakukan renungan setelah shalat dan berdoa, kondisi ini sangat baik untuk merenung menggunakan hati. Kok pake hati ? iyalah agar fokus kita semakin mudah karena tidak menggunakan pikiran dan emosi sehingga 3 hal (mamimo) hilang. caranya ? Tanyakan pada diri kita sendiri (bicara dengan hati) merupakan aktivitas bicara kepada Allah karena hati itu milik Allah yang menjadi tempat iman bersemayam. Jika kita tanya ke hati berarti kita tanya kepada Allah dan setiap ada jawaban yang muncul maka jawaban itu adalah dari Allah. Maka Jawaban inilah yang membuat kita mendapatkan kecerdasan spiritual yang bisa menembus pola pikir (logika dan emosional).
Contoh, saat membangunkan sahur pasangan atau anak kita. Yang terjadi adalah kita membangun seperti memaksa dan membuat yang dibangunin merasa terganggu. Dan banyak dari membangunkan sahur ini membuatkita emosi. Keinginan yang baik berbuah tindakan yang tidak baik (emosi). Renungkan setelah shalat subuh, kok saya bisa emosinya waktu membangunkan sahur keluarga ? Bagaimana caranya agar saya tidak marah ? Jawabannya boleh dong kita tanya mereka, mau dibangunkannya seperti apa ? atau bisa jadi mereka yang dibangunkan mintanya setelah bangun langsung makan sahur atau ada pertanyaan yang bisa bikin kita mikir (dengan hati), boleh dong saya berdoa agar mereka yang dibangunkan kepada Allah. Setelah muncul jawaban maka ikuti dengan tindakan (amal saleh) ikhlas kepada Allah.
2. mempersiapkan niat dan semangat untuk beramal saleh dengan dorongan dari hati. mau kerja tapi capek ? Karena puasa. Oke. Tanya pada diri kita, bukankah kita bekerja untuk Allah ? Dan Allah membalas kerja yang luar biasa di bulan puasa. Bagaimana caranya ? Mulai dengan Basmallah dan ikuti pekerjaan dengan semangat beramal saleh dan akhiri dengan hamdallah. saat mulai melemah, tanya kembali, kok saya menyia-nyiakan waktu puasa dengan yang tidak bermanfaat ? atau tanya diri kita dengan tenang ... jadi malas karena puasa ? nggak dong, karena logika dan emosional kita yang mempengaruhinya ... malas itu karena merasa lapar dan kondisi fisik berubah dari bulan sebelumnya maka jadi malas. Apakah begitu jawaban kita kepada Allah,"karena puasa saya jadi malas". Padahal Allah memerintahkan puasa seperti kaum sebelum kita untuk menjadi bertaqwa. Apakah kita tidak mau bertaqwa ? Mau dong. Dan saat inilah waktu yang tepat untuk kerja yang dibalas dengan berlipat-lipat dan ampunan Allah.
Dengan dua langkah di atas, semakin membuat kita fokus kepada amal saleh dan seolah tidak ingat lagi 3 mamimo. Memeliharanya menjadi sangat penting dengan terus fokus dan kita dapat merasakan nikmat yang luar biasa. Mau ? Buktikan. Insya Allah puasa seperti ini mampu mencerdaskan diri kita dan Allah bersama kita dalam setiap langkah.
Mari berlatih BUKAN lagi memikirkan MAMIMO tapi FOKUS HATI dengan bertanya dan mewujudkan jawabannya (FOTI).
Ya Allah berikan kami rahmatMU dengan memberikan cahaya pada hati kami agar berani menerima petunjukMu dan sempurnakan dalam amal saleh kami. Aamiin.

Monyet dan perampok

Renungan hari ini sedikit lebih dalam dan Insya Allah tidak tersinggung. Minimal kita memahami apa yang terjadi pada diri kita sampai saat ini. Mari kita bangun motivasi diri dengan motivasi spiritual yang islami agar mampu membangkitkan semangat untuk semakin baik.
Apa hubungan monyet dan perampok dengan motivasi hari ini ? Monyet dan perampok itu bisa kita jadikan renungan tentang makna hidup kita, karena keduanya adalah makhluk hidup seperti kita. Apa perbedaannya ? Mari kita renungkan satu persatu
Perhatikan gambar berikut ini ... Apa yang bisa katakan

Monyet bisa merokok, monyet menikah dan punya keluarga, monyet bisa naik motor, monyet juga makan untuk hidup, monyet bisa berantem (emosi juga), dan monyet juga bisa sujud. Kok bisa ? Karena semua itu bisa dilatih (diajarkan). Sama halnya dengan kita sebagai manusia, bukankah mestinya kita malu jika tidak bisa dilatih menjadi semakin baik ?
Jika hidup kita sebagai manusia sama dengan aktivitas monyet di atas, lalu apa bedanya ? Kita jawab berbedalah, monyet binatang dan kita manusia. Terus ? kita adalah manusia yang kedudukannya lebih tinggi ? Apa ya ? Bukankah jika kita tidak mengikuti petunjuk Allah yang hanya mengandalkan nafsu bisa lebih rendah dari binatang ? 
Jika kerja kita hanya cari uang untuk makan lalu menghabiskan waktu istirahat, apa bedanya dengan monyet ? Perbedaan yang mendasar adalah kita punya hati sehingga bisa memahami lalu beriman kepada Allah. Maka sujud kita berbeda dengan monyet, makan kita berbeda dengan monyet dan seterusnya. Monyet mencari makan, manusia beriman menyakini beriman kepada Allah yang Maha Pemberi Rezeki dan kita pun dicukupkan Allah dengan rezekiNya (sehat, upah, dan kebaikan lainnya).
Terus jika udah dapat renungan di atas, semakin mempertegas lagi. Mari kita renungkan apa bedanya kita sebagai manusia beriman (benar-benar beriman) yang profesinya  pedagang, pekerja, ibadah dengan perampok. Perampok mencari makan dan aktualisasi diri dengan merampok, dimana pekerjaannya tidak terlihat sama orang lain. Yang terlihat adalah kekayaannya, kebaikan dan apa saja yang ditampilkannya. Bahkan dengan sempurna dia menunjukkan "orang baik".
Bagaimana dengan kita yang berprofesi sebagai pedagang, pekerja dan ibadah ... kok kita lebih suka menampilkan aktivitas kita, seolah-olah kita sebagai orang baik karena pekerjaan kita. Ria nggak ? Hanya kita yang tahu. Intinya kita mencari uang dengan pekerjaan itu 
Lalu apa bedanya ? Jawabannya adalah hatinya yang beda, perampok tidak menggunakan hatinya untuk beriman kepada Allah. Bagaimana dengan kita ? Ungkapan yang menyentuh yang mesti kita renungkan "orang jahat (perampok) dapaet rezeki, masak orang baik ngga dapat rezeki yang lebih baik"
Apa maknanya .... bisa jadi sampai hari ini kita memang melakukan pekerjaan yang baik tapi belum menggunakan hati. Tentunya kita masih berbeda dengan perampok, tapi jika kita renungkan lebih dalam kita beriman kepada Allah tapi kita masih menyimpan keraguan di pikiran,"kok rezeki ku hari ini seret atau kok hidup kita semakin berat" dan banyak lagi ungkapan yang muncul seolah tidak percaya bahwa itu MUTLAK BALASANNYA untuk mereka yang beriman dan beramal saleh.
Jika memang kita bekerja untuk cari uang, bukankah sama halnya dengan perampok ? Jika kita bilang tidak sama, maka sentuh hati kita untuk memahami bahwa Allah selalu ada dan siap memberikan petunjuk dan keyakinan pada hati yang kita buka.
Insya Allah kita diberi petunjuk di hati ini agar semakin percaya BUKAN hal yang harus dibuktikan terlebih dahulu, tapi dengan iman ini kita bekerja sebagai amal saleh yang Allah ridhai. Sempurnakan iman dan amal saleh kami. Aamiin

Referensi hidup masih dunia

Jika ditanya kepada banyak orang tentang apa yang menjadi cita-citanya, maka jawabannya adalah ingin sukses. Kesuksesan yang dimaksud adalah memiliki banyak materi seperti punya mobil, rumah, jabatan dan sebagainya. Dan bagi sebagian muslim jika ditanyakan lebih detail, bagaimana cara mereka meraih kesuksesan itu ? Tentunya dengan usaha (bekerja) dengan ibadah yang disempurnakan dengan doa. Adakah yang salah ? Tidak ada dan sesuatu yang luar biasa, tapi selanjutnya saya ingin berbagi tentang renungannya. Hal ini masih menunjukkan kepada kita bahwa tujuan dan referensi hidup kita masih tentang dunia alias materi
Secara umum kita memiliki formula seperti berikut :
Tindakan A untuk mendapatkan hasil A.
Contoh untuk lulus dengan dengan terbaik, maka kita mesti belajar tentang apa yang diuji. Ada yang berhasil dengan nilai baik karena memang belajar dengan benar, dan ada beberapa kejadian juga yang aneh yaitu yang tidak belajar bisa lulus juga atau ada yang udah belajar tidak lulus. Dengan fakta ini ada beberapa orang berpendapat sebenarnya ada faktor lain yang menjadi penentu kelulusan di atas selain belajar. Tapi sebenarnya ada yang sama yaitu mereka yang lulus itu memahami materi ujian.  Adapun mereka yang tidak belajar bisa jadi sudah memahami materi, sedangkan yang belajar bisa jadi terlihat belajar tapi tidak bisa memahaminya.
Cerita di atas bisa kita jadikan analogi dalam menjelaskan paragraf pertama. Keinginan untuk sukses itu bisa jadi harus tahu terlebih dahulu "kesuksesan seperti apa yang ingin diraih". Agar lebih jelasnya sebagai berikut :
Sukses menjadi manager atau orang kaya atau pengusaha memerlukan kerja keras. Maka tidak serta merta yang kerja keras itu sukses. Berarti kita yang ingin sukses harus tahu dengan detail kesuksesan seperti apa yang kita inginkan dan bekerja keras sesuai kesuksesan itu. Sampai sini nggak masalah
Berikutnya kita renungkan ...
Kesuksesan (dunia) karena jabatan, materi dan sebagainya tentulah harus menggunakan cara keduniaan. Bisa jadi mereka yang mengerjakan dengan dominan kerja keduniaan dapat meraihnya. Maka fakta dan apa yang kita lihat, tidak saja orang muslim yang sukses tapi ada juga orang non muslim yang sukses. Begitulah Allah membalas setiap kerja keras (amal baik) dari mereka yang ingin meraih kesuksesan dunia.
Tapi dapat kita renungkan lebih dalam .... banyak dari orang Islam menjadikan tujuan dunianya dengan bantuan Allah. Salahkah ? Sah-sah saja, tapi apakah pantas kita menjadi Allah sebagai "pembantu" kita dalam meraih kesuksesan dunia ?? Dan bisa jadi ada yang berpendapat bahwa bukankah Allah sendiri yang mau menolong hambaNya jika meminta bantuan. Nggak salah juga, bahkan Allah memberi pertolongan dengan sabar dan shalat. Tapi kita lupa bahwa bantuan itu diberikan Allah kepada mereka yang MEMILIKI TUJUANnya adalah Allah itu sendiri (kehidupan akhirat).
Disinilah kita mulai merasa ada yang tidak pantas. Tujuan dunia dengan cara akhirat.  Bukankah cara akhirat itu memberikan hasil kepada akhirat juga. Maka yang mesti kita renungkan agar menjadi kebaikan buat kita adalah .... kita sih ingin sukses, dan ingin juga meraih kehidupan akhirat yang baik pula, seperti halnya dalam doa sapujagat kita, ya Allah berilah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat.
Bagaimana jika merubah keinginan kita tadi dengan merubah saja, yaitu kesuksesan di akhirat berupa kesuksesan yang banyak amal salehnya. Amal saleh yang seperti apa ? Amal saleh yang sesuai dengan ilmu dan kemampuan kita. Jika kita adalah manajer, maka banyaklah beramal saleh untuk menuntun dan memelihara team dengan cara Allah agar bisa melayani konsumen dengan baik. Jika kita adalah pedagang, maka banyaklah beramal saleh dengan ilmu dagang lewat kejujuran, senyum dan silaturahmi. Insya Allah dagangan kita juga bisa sukses. Dan kesuksesan yang melekat dari apa yang kita kerjakan merupakan balasan dari Allah dan kita diberi waktu untuk menikmatinya.
Sukses akhirat dilakukan dengan cara Allah dan pasti pula kita memohon pertolongan denganNya. Insya Allah kita diberikan kesuksesan dunia yang menjadi amanah Allah kepada kita.
Insya Allah renungan ini menjadi motivasi yang kuat buat diri kita menjadi semakin baik. Motivasi diri yang tidak sekedar hanya sesaat tapi motivasi yang langgeng dan menguat, itulah dia motivasi yang dibangun dalam spiritual kita. Motivasi spiritual yang didasarkan kepada agama yang benar yaitu agama Islam. Maka jadilah motivasi Islam yang selalu membangkitkan kita untuk semakin baik dan benar.
Alhamdulillahi rabbil alamin atas petunjukMu ini dan berikan kepada kami untuk selalu menyempurnakan amal saleh kami dan hanya kepadaMu lah kami menuju. Aamiin

Jika Allah itu Maha Adil, maka mengapa kita tidak percaya ?

Sifat dan perilaku kita seringkali tidak sejalan dengan apa yang kita percayai, misalkan kita ingin sehat. Benarkah kita ingin sehat ? Faktanya kita tidak selalu menjaga makan dan minum kita dengan makanan dan minuman yang sehat. Lalu kita ingin membantah atau membenarkannya,"iya makan yang enak (kurang sehat) sekali saja nggak apa-apa". Perhatikanlah ternyata tidak hanya sekali dan tidak pernah dibantah lagi, lihatlah kesehatan kita apakah semakin sehat ? apakah kita sering sakit ? apakah kita mudah capek ? apakah kita tidak mampu beraktivitas dengan benar ?
Ternyata semua pikiran dan apa yang kita percayai itu mesti didorong dengan tindakan nyata, lalu hanya karena emosional lah kita tidak menjalaninya.
Jika ditanya, apakah Allah itu Maha Adil ? Pasti jawabannya,"iyalah dan saya mempercayainya". Lalu apakah cukup sampai di situ ? Seperti halnya tentang sehat, Mengimani dan mempercayai Allah Maha Adil itu WAJIB. Apa buktinya dan tindakan kita yang sesuai dengan hati dan pikiran kita.
Pertama yang paling mudah, apakah kita merasa mendapatkan keadilan itu dari Allah ? "Apa ya". Pasti sulit kita menemukan keadilan itu. Bisa jadi Allah telah Adil memberi kita kehidupan ini. Apalagi ya. Kita merasa Allah itu adil karena kita tidak pernah mengalami suatu masalah. Tapi berbeda saat kita mengalami masalah, misalkan kita dizalimin orang lain. Maka kita dengan reaksi cepat meminta orang yang menzalimin kita dibalas oleh Allah lewat doa kita yang cenderung buruk. Disinilah Allah dimata kita tidak Adil. Atau kehidupan kita yang tidak menjadi semakin baik ... maka muncul doa untuk kebaikan kita. Semua itu tanpa kita sadari ternyata kita tidak percaya bahwa Allah itu Maha Adil.
Mari kita renungkan, di saat hati tenang. Kezaliman itu menunjukkan Allah itu Adil. Dimana adilnya ? Allah ingin memberi keadilan itu pada diri kita sendiri dengan mengajak kita untuk selalu berbuat baik dan berdoa yang baik BUAT DIRI KITA SENDIRI dan orang LAIN. Karena selama ini kita jarang melakukannya. Allah adil, Adil terhadap hak diri kita untuk menjadi seimbang dalam hidup ini. Hanya karena emosi saja kita mengatakan "Allah itu tidak adil". 
Kedua yang bisa saja terjadi pada diri kita sendiri adalah sifat iri. Apa hubungannya iri dengan tidak adil ? Sifat iri itu diantaranya membandingkan diri kita dengan orang lain yang lebih baik. Misalkan bisa saja muncul pertanyaan seperti ini,"kok dia yang tidak shalat dan kerja hanya begitu aja bisa sukses". Padahal saya sudah berbuat baik dan segala hal masih begini aja. Ungkapan ini memang tidak secara tersurat mengatakan Allah itu tidak Adil, tapi secara tersirat ya. Mengapa hal ini terjadi ? Sekali lagi karena emosi kita terpancing atau tergoda dengan keadaan yang tidak semakin baik. Bukankah jika kita mau semakin baik, hanya kita lah yang bisa merubahnya dengan melakukan yang baik dan diizinkan Allah. Kita balik pernyataan di atas dengan mengatakan "Jika saya percaya Allah itu adil maka saya tetap terus melakukan hal baik dan keadilan itu milik Allah. Saya hanya percaya akhirnya Allah itu pasti membalas dengan adil apa yang telah saya lakukan".
Mari kita renungkan dengan menyingkirkan emosi kita dan menyakini Allah itu adil dengan terus beramal saleh yang Allah rahmati. Inilah motivasi terbesar kita agar diri menjadi semakin baik

Allah selalu ingin menyempurnakan amal kita

Ingin beramal yang baik (saleh) terasa berat, sekalipun sudah ada niat. pengen sedekah saja, masih banyak pertimbangan (pikiran), padahal sedekah ya nggak pake pikiran tapi pake hati berupa keyakinan. Berat dalam beramal saleh itu menunjukkan kita belum baik imannya, alias belum yakin kepada Allah.
Semua kejadian dalam beramal saleh itu selalu diiringi niat baik tapi dihambat oleh pertimbangan pikiran. Bahkan saat kita beramal saleh itu pun masih muncul lingkungan yang tidak bersahabat sehingga membuat kita urung beramal saleh. Saat kita memberi sedekah, ternyata orang yang mau dikasih nggak ada alias tidak sesuai kriteria kita atau kesibukan yang membuat kita tidak beramal saleh. Banyak sekali penghambat jika kita ingin beramal saleh.
Jika kita telusuri keberatan (hambatan) kita dalam beramal saleh itu berasal dari kita sendiri. Niat yang sudah ada tidak dikuatkan dengan niat benar-benar kepada Allah. Niat ini memerlukan pemahaman yang benar tentang amal salehnya agar menjadi pendorongnya. Niat itu mesti membuat kita yakin dan yakin dengan apa yang ingin kita amalkan. Ucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim
Niat yang sudah benar itu sudah menjadi koneksi (kesadaran) kita kepada Allah. Allah "tahu dan melihat" kita. Insya Allah pada saat itu kita diberi kekuatan untuk menggerakkannya dalam beramal saleh.
Bisa jadi kesempurnaan amal saleh itu masih dihambat oleh emosional dan pikiran yang digoda oleh syetan. Pikiran kita selalu membuat kita berpikir,"jika sedekah, maka uang kita berkurang. dan berkurangnya uang itu bisa bikin kita miskin". Dan secara emosional, "ngapain juga sedekah yang nggak bikin kita seneng" atau "yang dikasih aja ngga berubah tetep aja minta-minta". Niat yang sudah ada tapi melawan pikiran dan emosional kita sendiri.
Lalu ilmu dan pengetahuan (pemahaman) kita tentang sedekah yang kuatlah yang membuat kita ingin melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. "saya pernah baca kok, orang banyak sedekah malah jadi berkah hidupnya". kesungguhan dalam beramal saleh pun wajib mengikuti petunjuk yang telah Allah sampaikan dalam Al Qur'an dan hadist. Dengan kesungguhan ini Allah pun menyempurnakan amal saleh kita dengan menyingkirkan segala hambatan tersebut. 
Sebaliknya ketidaksempurnaan kita dalam beramal saleh disebabkan dari dalam diri kita sendiri. Maka sepantasnyalah kita berlatih dan menambah pemahaman tentang Allah dan amal saleh itu sendiri. 
mau dekat atau bersama Allah, mari beramal saleh. Insya Allah kita diberi kemampuan untuk memahami Allah dan petunjukNya. Aamiin

Berdoa minta rezeki ..

Seringkali kita meminta pertolongan dengan seseorang, "mas bantu saya, saya tidak punya uang untuk makan". Atau "mas pinjam uang karena saya ada keperluan". Meminta pertolongan seperti itu tidqk salah, tapi banyak orang yang diminta pertolongan merasa nggak nyaman. Tapi ada beberapa orang yang tidak minta uang tapi meminta atau "mengemis" agar barang yang dimilikinya dibeli. Masih lebih baik caranya. Ada yang membeli dan barang yang dibeli tidak digunakan, atau ada yang membeli tapi barang yang dibeli diberikan kepada orang lain atau tidak membeli karena merasa tidak membutuhkan barangnya dan hanya memberi uang sekedar rasa kasihan.
Ada cara lain untuk mendapatkan uang yaitu dengan bekerja yang dihargai orang. Maka dengan cara ini, ada orang yang meminta pertolongan dengan cara meminta pekerjaan. Semua cara di atas jika dilaksanakan dengan ikhlas bagi orang yang membantu tidak jadi persoalan bahkan menjdi ladang amal. Yang menjadi bahasan adalah yang meminta, apakah dengan meminta dengan cara di atas bisa membuat kita semakin baik ? Semua tergantung kondisi dan kesadaran kita kepada Allah. Cara yang terakhir lebih mendidik kita semakin baik.
Sekarang kita bayangkan jika kita juga melakukan yang sama kepada Allah dengan meminta rezeki karena merasa kurang atau bahkan kita pun tetap meminta rezeki sekalipun ada uang. Pertanyaannya, apakah Allah memberi atau membalas doa kita dengan memberi rezeki (uang) ? Pastinya tidak langsung. Yang adalah memberi kesempatan amal atau kerja yang berujung kepada kita mendapatkan uang. Jika begitu boleh dong biar tepat kita pun memohon pertolongan agar diberi pekerjaan atau amal yang berbuah kepada rezeki yang kita minta. Sudahkah kita berdoa seperti ini, ya Allah yang Maha razzaq, bimbing kami untuk selalu taat kepadaMU dan izinkan kami untuk selalu mampu bekerja dalam meraih rezekiMU. Aamiin
Insya Allah uraian ini bisa kita renungkan agar semakin hari semakin baik keislaman kita.  

Beriman atau percaya kepada yang ghaib


Beriman atau percaya, dua kata berbeda dan kita sepakati sama beriman yang berasal dari bahasa Arab dan terjemahannya percaya. Jika kita percaya kepada sesuatu, misalkan percaya pada teman. Maka maknanya bahwa kepercayaan itu ada karena kita dapat menerima pembuktian atas janji orang tersebut dengan kita. Saya percaya sama dia karena kepintarannya, dan memang dia membuktikan dia lebih pintar. Sama halnya kita percaya omongannya, berarti kita percaya dia berkata jujur.
Efek dari kita percaya kepada seseorang hanya sekedar percaya saja, tapi tidak membuat kita melakukan yang sesuatu atas apa yang kita percayai. Atau kita pun belum tentu mau menuruti apa yang dikatakan teman kita tadi. menjadi berbeda jika kita percaya kepada Allah, maka kita pun mau melakukan apa yang diperintahkanNya.
Ada perbedaan lain agar kita semakin benar-benar percaya kepada Allah dengan mengamalkan perintahNya. Saat kita percaya kepada teman, sebenarnya kita tidak pernah tahu tentang teman kita itu 100%, sifatnya dan keperibadiannya dan banyak hal yang tertutupi. Yang kita tahu saat kita bertemu dengannya. Dan tidak ada juga informasi dan pengetahuan serta petunjuk tentang teman kita itu yang mutlak kebenarannya. Menjadi berbeda dengan percaya kepada Allah, sesuatu yang tidak nyata (ghaib) dimana kepercayaan kita itu tidak asal tapi percaya karena ada petunjuk, ilmu, hidayah, pengetahuan serta informasi tentang Allah yang mutlak kebenaranNya yang bersumber dari Al Qur'an dan hadist Rasulullah. Maka kita percaya kepada Allah itu wajib diikuti dengan membaca dan memahami Al Qur'an sehingga dengan percaya kepada Allah itu kita pun beribadah kepadaNya. bagaimana jika kita percaya kepada Allah tanpa diikuti ilmu yang benar, maka kepercayaan itu menjadi lemah, kondisi ini menyebabkan kita lemah pula dalam ibadah dan amal.
Dalam Al Qur'an, difirmankan bahwa "orang yang beriman dan beramal saleh". Dua kalimat yang menjadi satu dan tidak terpisahkan, menunjukkan iman seseorang itu sudah benar karena dibekali atau didasari petunjuk Allah dalam Al Qur'an.  Saya percaya kepada Allah yang Maha segalanya dan pemilik alam semesta ini, maka saya pun beribadah dan beramal kepadaNya.
Saat kita beramal menjadi tidak sempurna atau kehidupan kita yang tidak memberi ketentraman di hati, maka yang perlu kita renungkan adalah bisa jadi iman kita semakin lemah karena tergerus oleh kepercayaan kita kepada yang lain. Kita percaya sukses memgantarkan kita kepada kehidupan yang lebih baik, atau kita percaya uang yang banyak bisa membahagiakan diri kita, kerja keras menjadi kunci kesuksesan dan banyak lagi. Percaya kepada sesuatu selain Allah bisa menjadikan kita lalai percaya kepada Allah alias menomerduakannya. Mari kita koreksi iman kita dengan konsisten membaca Al Qur'an dan mengamalkannya. INsya Allah dengan terus membaca dan memahami Al Qur'an mampu menyempurnakan iman kita kepada Allah, lalu menjadikan kita yakin untuk melaksanakan apa yang diperintahkanNya. Aamiin

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...