Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Berdoa dan menangis

Dalam satu kasus, ada orang berdoa dengan menangis. Terlihat doanya khusyuk, berdoa dengan hati. Tapi jika kita mau mengakui dan mengevaluasi doa kita, maka bisa jadi doa kita itu tidak khusyuk ... Kok bisa ? Mari kita renungkan beberapa point penting
Bisa jadi kita menangis bukan karena apa-apa tapi saat berdoa kita merasakan penderitaan yang kita saat ini dan kita tidak kuat untuk menanggungnya. Misalkan saking susahnya sedih membuat kita sedih dan berdoa untuk diselesaikan oleh Allah dengan kondisi yang lebih baik. Maknanya bisa karena sedih dengan penderitaan dan bikin kita menangis BUKAN karena Allah berkuasa atas kita yang sepantasnya kita takut dan bersedih karena kita tidak mampu mengakui itu.
Bandingkan orang kaya berdoa, bisa jadi mereka tidak menangis karena kehidupan mereka baik-baik saja. Dan orang kaya juga bisa berdoa itu sebagai formalitas sebagai bagian dari shalat atau ibadah lainnya. Bisa jadi doa mereka yang kaya bukan ingin mengatakan bahwa Allah lah yang menjadikan mereka kaya dan bukan juga ingin mengatakan bahwa mereka memuji dan bersyukur atas kekayaannya.
Mari kita lihat ... Mereka yang jadi karyawan yang diberi sanksi atau ingin dipecat memohon kepada atasannya untuk tidak dipecat. Mereka mengakui mereka salah dan sangat mengakui atasannya adalah orang yang berkuasa. Untuk itu mereka meminta maaf atas kesalahan dan berjanji untuk memberikan kerja yang lebih baik lagi. Aktivitas ini bisa kita sebut sebagi doa (permohonan) kepada atasan.
Lalu introspeksi yang kita dalam berdoa .... Karena doa itu memohon maka kita harus betul-betul menyadari kita ini hamba Allah yang lemah sebagai ciptaanNya. Mengikuti petunjukNya adalah rasa syukur. Mulailah dengan berdzikir memanggil Allah lalu memujiNya .... Karena Allah yang Maha SegalaNya kita wajib mengakui apa yang kita terima saat ini dalam keadaan lapang atau sempit adalah dengan izin Allah. Maka kita berharap dengan kekuasaan Allah yang Maha itu hati kita tersentuh dan sangat takut yang membuat kita menangis. Menangis karena kekuasaanNya. Maka kita pun mau merubah keadaan kita menjadi semakin baik dengan mengikuti petunjuk Allah. Harapan kita bukan kepada hasilnya tapi berharap diizinkan diberi waktu, diberi petunjuk, diberi kesempatan, diberi hati yang lapang untuk mengikuti petunjuk Allah, diberi kemampuan untuk mengamalkannya. Maka berdoa bukan menunggu lagi tapi berdoa selalu memberi dorongan dan motivasi luar biasa bagi kita untuk mengamalkan petunjuk Allah semakin baik lagi. Dan Allah lah yang mengizinkannya terjadi dan membalas apa yang kita lakukan.
Insya Allah tulisan ini bisa memberi inspirasi bagi kita untuk menjadi semakin baik dalam berdoa. 

Logika banyak atau sedikit

Fbanyak atau sedikit bisa berarti baik buat seseorang. Jika uang yang banyak, maka diyakini semua orang ingin memilikinya. Tapi sebaliknya jika pekerjaan yang banyak, maka diyakini pula sedikit yang pengen. Artinya banyak atau sedikit itu menjadi baik buat seseorang sangat tergantung konteknya.
Demikian juga makna banyak ditafsirkan usia yang banyak (panjang) sampai tua menjadi doa setiap mereka yang berulang tahun sejak dulu. Tapi sekarang ada beberapa orang tidak mau umur panjang yang penting sehat dan bahagia di sisa umurnya. Jika kita tahu umur pendek itu ada baiknya, maka tidak banyak dosa yang kita lakukan. seperti anak kecil yang belum baligh meninggal, maka secara logis anak itu masuk syurga. Tapi persoalannya muncul, kita tidak bisa mengatur kematian itu. Jadi bukan soal banyak umurnya (usia panjang) atau pendek usianya tapi bagaimana kita mengabdi kepada yang menciptakan umur kita.
Terus ada ungkapan "banyak anak banyak rezeki", fakta yang ditunjukkan orang zaman dulu cenderung banyak anak yang berjumlah lebih dari 4 bahkan 10 anak. Prinsip ini tidak diyakini profesional muda dan menyakini bahwa banyak anak semakin susah. Banyak atau sedikit tidak menjadi masalah atau cenderung mengalami kesulitan dalam mendidik dan mencukupkan anak sangat tergantung keyakinan kita kepada Allah dan mengamalkannya dalam amal saleh. Orang tua zaman dulu masih kuat iman dan budi pekertinya dan banyak dari mereka menyakini pula rezeki datang dari Allah.  Tapi saat ini mungkin bisa jadi iman masih ada ... Dan mulai fokus bahwa rezeki bergantung usaha dan kerja keras. Allah ditempatkan diakhir jika diperlukan yaitu saat kita merasa rezeki kurang atau mengalami kesulitan. Jika kita bertanya kepada orang tua yang hidup di masa lalu, maka mereka sangat yakin kepada Allah dan siap untuk bekerja di jalan Allah. Dan hasilnya anak-anaknya sampai bisa berhasil. Bagaimana dengan profesional muda saat ini ? Bukankah mereka mengedankan hidup mewah dan bisa membahagiakan anaknya. Bisa jadi logika mereka beriman tapi hati mereka belum tunduk. Maka mereka tahu rezeki datang dari Allah, tapi mereka ragu apakah hasil dari pekerjaan mereka bukan datang dari Allah tapi dari penilaian manusia. Untuk itu mereka berlomba yang menjadi yang terbaik dimata dunia tapi tidak dimata Allah. Sejak mulai bekerja profesional tidak berpikir untuk menerima amanah Allah dengan anak atau mau menerima cukup maksimal 2 saja. Disinilah muncul godaan untuk semakin berkurang iman kita dan syetan merasuki dengan dukungan penuh.
Dari makna banyak atau sedikit BUkan perkara suka dan tidak suka, semua terjadi atas izin Allah. jika sungguh-sungguh beriman maka kita tidak perlu risau dengan banyak atau sedikit karena yang apa yang perlu kita lakukan adalah bagaimana amalan itu menjadi disukai (dirahmati) Allah dan diizinkan untuk menerima balasan Allah yang lebih baik.
Insya Allah kita selalu dipelihara imannya dengan dimampukan untuk selalu yakin kepada Allah lewat perbuatan yang dirahmatiNya. Aamiin

Kacamata Allah

Tentu judul di atas merupakan kiasan yang berarti cara pandang Allah. Apakah kita bisa melakukannya ? Buat apa memahami kacamata Allah ? dan pasti juga kita tidak sanggup.
Saat kita masih sekolah di SD, ditanya tentang pelajaran SMP maka jawabannya tidak tahu. Tapi saat ditanya pelajaran SD dimana kita tidak tahu jawabannya. Yang kita lakukan adalah bertanya kepada saudara yang sudah SMP dan dia menjawab dengan lancar. Atau kita bertanya kepada guru yang lebih tahu. Artinya semakin mudah jawaban atas persoalan yang kita hadapi jika kita memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teman juga ada yang bilang, "cari duit susah banget sekarang ". Dan temen melanjutkan," kerja ini susah dan kerja yang itu juga susah". Berbagai cara kita lakukan tapi hasilnya tidak memberikan hasil yang lebih baik. Kemudian kita bertemu teman yang sudah jadi pengusaha. Ternyata setelah ngobrol ternyata teman yang pengusaha tadi memberi jalan keluar atas persoalan kita. Begitulah kacamata kita sulit menemukan jawaban atas persoalan yang kita hadapi tapi saat orang lain dengan kacamatanya memberi kemudahan atas persoalan yang kita hadapi.
Dilain cerita kita merasa tidak mudah juga menjalani hidup, tapi saran teman memberi wawasan solusi sementara. Lalu kita pun masih bergelut dengan kesulitan. Bukankah kita menjadi hamba yang beriman dimana Allah itu Maha SegalaNya yaitu Maha Pemberi solusi. Mengapa kita tidak menggunakan kacamata Allah ? Kacamata Allah mampu melihat secara komprehensif persoalan kita dan solusinyapun luar biasa. Yang jadi persoalan adalah bagaimana kita tahu kacamata Allah ? Tidak mungkin kita "menjadi Allah" atau menguasai ilmu Allah. Allah yang rahman itu memberi kita petunjuk Sebagai pedoman hidup atau solusi  yang merupakan cara pandang Allah melihat makhlukNya. Yang menjadi persoalannya adalah kita tidak atau jarang atau sekedar membaca Al Qur'an (tidak tahu artinya) sehingga kita tidak pernah melihat dengan kacamata Allah. Pengen persoalan kita semakin mudah dan ada solusinya ? Mudah saja baca Al Qur'an dengan arti dan maknanya. Insya Allah kita adalah manusia tapi berpikir dan berpandangan dengan kacamata Allah sehingga mampu melihat banyak kebaikan. Ya Allah beri kami kemampuan untuk memahami Al Qur'an agar kebaikannya memberi petunjuk atau solusi bagi kehidupan  didunia yang Engkau rahmati. Aamiin

Ketakutan dan kekurangan

Kedua kata sebagai judul di atas membuat kita menghindar. Maka banyak lebih suka berani sebagai lawan kata dari takut. Tapi fakta menunjukkan hanya sedikit orang yang berani. Berani nggak bisa dan takut dihindari ... Apa yang kita inginkan ? Berdiri kedua sisi tersebut semakin membuat kita terpuruk.
Waktu dulu kita pernah test masuk organisasi sekolah, dimana salah satunya dibawa ke kuburan dengan mata ditutup di malam hari. Muncul perasaan takut luar biasa, mengapa itu terjadi ? Memang organisasi sekolah itu membuat skenario agar kita takut dan resiko dari ketakutan itu sudah diantisipasi lewat senior yang survey lokasi dan menyiapkan team dokter dan mereka berjaga-jaga di sekitar kuburan. Hikmahnya yang bisa kita ambil bahwa ketakutan itu diciptakan dan disiapkan untuk menguji apakah kita mampu melewatinya apa nggak ? Jika kita mampu melewati sesuai petunjuk senior maka kita bisa melewatinya atau jika kita pun takut maka ketakutan menjadi sirna dengan waktu. Ada ketakutan tapi ketakutan untuk dilewati dengan mengoptimalkan potensi kita menjadi sebuah keberanian.
Waktu kecil kita pun sering ditakut-takuti dengan malam atau sesuatu yang dibilang seram. Lalu  hal itu membuat kita penasaran lalu menghadapinya. Dengan percaya diri bahwa ketakutan itu hanya cerita dan belum terbukti membuat kita semakin berani. Perubahan menjadi berani memberi nilai kepuasaan.
Di dalam Al Qur'an Allah menguji manusia dengan ketakutan dan kekurangan bahkan kelaparan. Allah yang Maha Kuasa dan Maha Rahman dan Rahiim sudah menyiapkan resiko terburuk saat kita mengalami ketakutan tersebut. Untuk mampu melewati Allah sudah menyiapkan Al Qur'an sebagai pedoman untuk menghadapi ketakutan dan Allah pun siap mendampingi kita. Jadi ketakutan itu diharapkan semakin menyakinkan kita bahwakita mesti percaya dan beriman kepada Allah, ketakutan itu pelajarqn dari Allah untuk taat mengikuti petunjukNya dan ketakutan itu semakin membuat kita percaya pula bahwa Allah berada dibelakang smua itu untuk embantu kita.
Insya Allah kita diberi kekuatan  siqp menghadapi apa yang Allah berikan kepada kita dan kita punmau mengikuti petunjukNya. Aamiin

Koin 2 muka

koin selalu memiliki 2 muka, yang pertama ada gambar dan sisi yang lain angkanya. Jika dilempar ke atas maka keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk terlihat di atas setelah jatuh di lantai. Dengan keahlian seorang pesulap yang sudah terlatih, maka dia mampu memunculkan lebih sering bagian muka yang diinginkan. Tapi tidak bisa seratus persen. Hal ini dilakukan juga oleh wasit sepakbola sebelum pertandingan untuk mengundi team mana yang harus mendang bola duluan.
Kehidupan kita juga sama dengan hal diatas, yaitu selalu ada 2 hal seperti laki-laki dan perempuan, barat dan timur, makan dan minum, baik dan buruk dan sebagainya. Kedua hal itu mempunyai kesempatan yang sama untuk terjadi. Kadang kita baik dan terkadang kita buruk, atau kadang banyak laki-laki yang tampil tapi bisa juga perempuan yang tampil. Semua itu sangat tergantung keahlian seseorang yang mengelolanya dalam pikiran dan latihan. Seorang yang sering berbuat kebaikan, maka bisa jadi dia sudah terbiasa dengan kebaikan dan pikirannya dipenuhi hal positif.
Kali ini motivasi kan diri kita untuk selalu bisa mengambil hikmah lewat motivasi spiritual dan motivasi islam yang telah Allah berikan. Mau motivasi yang baik ? Terusin baca ya
Seseorang yang ingin beriman lalu menjadi kurang beriman mesti merenungkan hal di atas. Keinginan untuk beriman itu sudah bagus, lalu yang penting adalah mewujudkannya dalam amal saleh. Bisakah hal itu terjadi ? Bisa asal kita mau belajar ilmunya dan sering berlatih, maka beriman itu menjadi semakin baik. Sudahkah kita belajar petunjuk Allah untuk beriman ? Dan sudahkah kita melatihnya ? Jawaban ini adalah ukuran keberhasilan untuk beriman.
Jika keinginan beriman itu tidak didukung oleh usaha yang sungguh-sungguh untuk belajar dan melatihnya, maka otomatis seperti halnya koin yaitu muncullah keinginan untuk tidak beriman alias melakukan perbuatan sia-sia dan buruk. Hal ini terjadi tanpa diminta dan yang lebih hebat lagi tidak perlu dilatih karena ilmunya muncul dengan sendirinya.
Kadang baik kadang buruk, segera untuk mengevaluasi diri ... Seberapa besar ilmu dan latihan kebaikannya atau dengan kata lain seberapa banyak di hati dan pikiran kita memuat yang baik ? Atau seberapa sering kebaikan yang sudah kita miliki selalu mengisi pikiran dari waktu ke waktu ?
Insya Allah kita diberi keinginan yang dirahmati Allah seperti keinginan untuk semakin beriman dan dibukakan hati dan pikiran untuk mampu memahami petunjukNya. Dan diberi waktu dan kesempatan untuk mengamalkannya. Aamiin

Petunjuk sebagai buku manual

Setiap kita membeli produk elektronik dan sejenisnya, selalu ada buku petunjuk yang berisi cara menggunakan dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan produknya. Bahkan ada pula cara untuk memeliharanya. Buku petunjuk itu dibuat oleh yang menciptakan produknya yang betul-betul paham. Dan saat terjadi ketidaknormalan pada produk maka sang pencipta produk menyarankan beberapa sebagai langkah awal. Pokok buku petunjuk itu sangat bermanfaat bagi pemakainya.
Tapi kebanyakan dari kita yang membeli produk elektronik tidak ingin tahu banyak hal, yang penting hanya menghidupkan dan mematikannya. Apakah produk itu bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin ? tidak bisa. Dengan kata lain produk itu tidak dipergunakan sebagaimana mestinya sesuai apa yang diinginkan oleh penciptanya. Ditambah lagi bahwa produk itu ada usianya dan bisa digaransi untuk waktu tertentu.
Bagaimana dengan petunjuk Allah ? Sepertinya kita pun tidak banyak tahu tentang yang Menciptakan kita dan hanya menjalani apa yang terjadi. Bernapas, bekerja, makan, minum, isitirahat dan sebagainya. Bukankah petunjuk Allah sekalipun tidak sama dengan buku petunjuk di atas, tapi maknanya hampir sama. Garansi dari Allah berlaku jika kita mengikuti petunjukNya sehingga kita bisa menjadi manusia seutuhnya. Jika kita tidak mengikuti petunjuk Allah maka garansi tidak diberikan Allah lagi, artinya bisa jadi kita menjadi manusia yang "sesat" atau rusak.
Usia pemakaian atas diri kita oleh Allah dibatasi oleh kematian, artinya kita pun diberi kesempatan untuk memanfaatkannya. oleh karena itu apakah ada keinginan kita untuk menjadi manusia seutuhnya ? Dan sudahkah kita membaca petunjuk Allah untuk keinginan kita itu ? Semua jawaban itu pasti kita mau dan sudah membacanya. Tapi yang belum adalah kita tidak benar-benar menggunakan petunjuk itu dalam hidup kita.
Mari kita sadarkan diri kita untuk itu dan mampu menjalaninya. Insya Allah kita diberi cahaya dalam hati agar mampu mengikuti apa yang Allah perintahkan dalam petunjukNya. Aamiin

Hidup susah

Motivasi diri menjadi lebih penting dari motivasi yang diberikan orang lain. Salah satu kebaikannya adalah kita diajak untuk evaluasi diri dan berpikir untuk membangun diri serta motivasinya merupakan pemberdayaan diri yang luar biasa.
Motivasi diri berasal tentang diri dan diri merupakan aspek agama, maka motivasi diri berarti membangun motivasi agama atau motivasi spiritual. Persoalan diri dalam hidup merupakan persoalan  hidup dalam beragama.
Teman bilang,"hidup susah sekarang". Saya yakin ungkapan itu bisa mewakili banyak orang. Jawab pertanyaan" 1 + 1 =" dengan mudah Kita menjawab. Apa artinya ? Kita sudah tahu alias kita tahu ilmunya dan sudah pernah mengalaminya, kemampuan kita lebih tinggi dari persoalan atau pertanyaannya. Lalu saat ditanya dengan cepat tanpa kita mencatatnya,"berapa satu ditambah 8 ditambah 345 ditambah lagi 27468 ?" Kita bingung dan tidak bisa menjawab dengan benar. Apa artinya ? Kita belum pernah belajar berhitung cepat tanpa mencatat sehingga kita bilang bahwa soal itu SUSAH.  Tapi bagi mereka yang kursus hitung cepat persoalan itu MUDAH.
Bisa jadi kita pernah belajar trigonometri dan setelah lulus tidak pernah digunakan lagi. Saat kita menemui persoalan seperti itu maka kita pun bilang soalnya SUSAH. Mengapa ? Karena kita tidak pernah menggunakannya lagi. Sebaliknya seorang guru yang mengajarkan trigonometri yang setiap hari mengajar, maka persoalan trigonometri itu MUDAH.
Bagaimana dengan hidup yang susah ? Susah itu perkara yang berhubungan dengan kemampuan, dan kemampuan bisa meningkat karena belajar dan berlatih. Proses belajar dan berlatih itu mesti kontinu. Persoalan hidup yang susah merupakan ungkapan terhadap diri kita sendiri berupa nasehat bahwa kemampuan kita belum cukup. Kesusahan itu tidak selesai jika kita tidak belajar dan berlatih. Belajar apa ? Belajar ilmu yang menuntun kita bisa menyelesaikan persoalan hidup, tidak cukup uang berarti kita mesti cari kerja yang menghasilkan uang. Sudahkah kita berlatih ? Berlatih dan berlatih bekerja agar semua yang kita kerjakan semakin ringan.
Tapi pertanyaan berikutnya, masihkah kita susah ? Inilah persoalannya. Sedikit orang yang berhasil tapi banyak lainnya masih susah. Baca awal paragraf, bahwa hidup susah bukan sekedar kemampuan dan berlatih, tapi lulus atau berhasilnya kita setelah dinilai dari yang kasih persoalan hidup. Siapa ? Allah. Maka bisa jadi kita mesti membaca petunjuk yang diberikan Allah dalam menghadapi persoalan hidup yang susah. Lalu kita amalkan saja petunjukNya. Insya Allah kita selalu diberikan iman yang terjaga agar kita selalu mampu melibatkan Allah dalam setiap langkah kehidupan kita. Aamiin

Kami dengar dan kami taat

kalimat dari judul di atas bisa menunjukkan keseharian kita. Spontan Anda jawab belum tentu dan sepertinya banyak salahnya. Ngga apa-apa jika Anda bilang salah. Perhatikan fakta yang terjadi, saat anak Anda minta beliin mainan, maka seketika itu juga Anda membelinya. Apa maknanya bukankah hal itu Anda mendengar dan kami taat.  Apalagi disuruh oleh isteri, kita pun mengikuti rumus di atas,"saya dengar dan saya taat"
Dalam bisnis begitu juga apa yang konsumen ucapkan maka yang terjadi kita dengar dan kita taat atas. Jika hal ini tidak dilakukan, maka bisnis kita menjadi semakin terpuruk.
Apa artinya "kami dengar dan kami taat", contoh nyata adalah sesaat Nabi Muhammad melakukan isra' mi'raj yang diceritakan kepada Abu Bakar, dimana Abu Bakar langsung percaya tanpa berpikir dan tanpa melibatkan perasaan. Kepercayaan itu soal hati bukan harus berpikir dulu dan berperasaan.
Saat kita diperintahkan shalat, maka adakah kita berpikir dulu untuk apa shalat dan apa manfaatnya ? Atau kita merasa (perasaan) shalat itu berat. Seharusnya tidak demikian. Shalatlah apa yang telah diperintahkan dan lengkapi ilmu perintahnya dari petunjuk yang benar dalam Al Qur'an. Lalu Allah membeti kebaikan dari shalat itu, hidup menjadi lebih mudah atau kita lebih sehat dan sebagainya. Bahkan banyak orang telah mendapatkan kebaikan berupa ilmu yang tahu menfaat shalat yang bisa menyembuhkan penyakit dan sebagainya.
Sebaiknya "kami dengar dan kami taat" benar-benar kita jadikan dasar dalam beriman kepada Allah dan diaplikasikan dalam kehidupan ini dengan beramal saleh ("kami taat") sesuai petunjuk Allah. Insya Allah kita memperoleh banyak kebaikan. Tetapi coba kita renungkan adalah ada hal yang bisa jadi kita lakukan saat ini bisa menjerumuskan kepada pola beriman yang tidak tepat, seperti ada orang shalat karena untuk atau dapat sembuh dengan shalat. Sebagai petunjuk awal untuk beriman bagus tapi jangan sampai hal ini dijadikan dasar untuk shalat. Karena ingat shalat itu perintah, kami dengar dan kami taat sedangkan kebaikan dari shalat berupa kita sembuh dari penyakit adalah kebaikan shalat. Artinya bukan karena kebaikan shalat kita melakukan shalat. Insya Allah pandangan ini membuka hati kita untuk selalu dibuka Allah menjadi beriman yang benar. Aamiin

Mendekat tapi sudah dekat

mendekat tapi sudah dekat, apa ya ? Judul di atas merupakan fakta tentang kita hamba dengan Allah. Kita ingin mendekat tapi betulkah kita jauh dari Allah. Mari kita perhatikan apakah kita itu memang jauh dari Allah sehingga ingin mendekat ? Kata mendekat berhubungan dengan tempat, yaitu dimana Allah dan dimana kita. Jika ada yang bilang Allah itu di atas langit ketujuh, maka memang kita yang berada di bumi ini mempunyai jarak yang sangat jauh. Apakah mungkin kita mendekat kepada Allah ? Kayaknya secara fisik tidak mungkin. Lalu mengapa kita mesti mendekat ?
Kata mendekat bukan berarti kita jauh secara fisik. Pahami bahwa Allah itu meliputi segala sesuatu dan Allah itu meliputi apa yang kita kerjakan. Ada yang bilang "Allah itu ada di hati dan bahkan lebih dekat dari urat nadi kita". Maka kata mendekat itupun tidak berlaku karena Allah sangat dekat dan bahkan ada didiri kita. Lalu mengapa juga kita mesti mendekat ....
Mendekat bukan dari fisik, tapi juga bukan diukur dari perasaan ... Atau parameter lainnya. Mendekat  kepada Allah berarti kita menjadi bagian dari Allah, yaitu dengan mengikuti apa yang diperintahkanNya. Jadi mendekat kepada Allah tidak perlu mendekatkan apapun dari diri kita kepada Allah, tapi ikutiLah apa yang diperintahkanNya. Bayangkan contoh yang bukan sepadan tapi dapat menjadi gambaran, jika seekor anjing ingin mendekat kepada majikannya, maka majikannya mengumpan makanan yang harus dimabil anjing lalu majikan pun memberikan reward atas apa yang dikerjakan anjing.
Allah mempunyai perintah dan larangan, lalu jika kita lakukan hal itu maka kitapun semakin dekat denganNya. Apa yang kta peroleh dengan kedekatan itu ? Allah memberi balasan untuk kita. Jadi maukah kita mendekat kepada Allah BUKAN lagi dengan berbagai cara seperti meditasi, renungan atau aktivitas lain. Tapi Beramal salehlah.

Saya tidak mau beriman

Judul di atas kayaknya nggak bener, tapi jangan protes dulu. Jika didalami dan melihat fakta pada diri kita atau kebanyakan orang, maka rasanya kita melakukannya. Melakukan apa ? Hampir banyak hal yang kita lakukan itu bernilai tidak beriman. Yang paling sederhana adalah kita tidak memanfaatkan waktu dengan hal baik. Memilih santai atau istirahat dibanding dengan berbuat kebaikan.
Bisa jadi Anda protes, tapi saya tunjukkan masih banyak hal negatif kita lakukan seperti berbuat zalim atau berbohong dan sebagainya. Bukankah semua itu adalah perbuatan dimana kita lagi tidak beriman ? 
Jika ditanya mau beriman nggak sih kita ? Jawabannya iya. Tapi seperti keinginan untuk beriman itu hanya lisan saja dan tidak melakukan upaya yang besar untuk beriman. Bahkan kita bilang,"mengalir aja". Contoh kemauan kita untuk beriman tidak ditunjukkan oleh keinginan kita untuk meningkatkan ibadah seperti shalat. Pernahkah dan seberapa sering kita berupaya untuk meningkatkan kualitas shalat ? Atau lebih detail lagi, adakah kita membaca pengetahuan tentang shalat yang semakin baik ? Ternyata kemauan tinggal hanya kemauan, tapi tidak diikuti upaya yang serius untuk melaksanakannya. Dengan demikian apa yang kita lakukan selama ini bisa jadi kita "tidak" mau beriman.
Disisi lain kalimat "saya tidak mau beriman" bermakna positif bagi otak. Karena kata "tidak" tidak membuat kita tidak beriman ... Yang membuat kita penasaran bahwa mengapa mau beriman ? Dalam hal ini saya contohkan, anak kecil jika dilarang "tidak boleh naik tangga" maka bagi anak itu diterjemahkannya malah "boleh naik tangga". Banyak berita buruk tentang Islam di dunia Barat, tapi ternyata bukan membuat dunia Barat benci Islam tapi malah banyak orang yang masuk Islam. Jadi kalimat "saya tidak mau beriman" bisa mendorong kita penasaran untuk mau beriman.
Apakah "saya tidak mau beriman" ? Saya yakin kita yang muslim menjawab "tidak", saya mau beriman. Kalimat pertanyaan jauh bermakna semakin baik dibanding kalimat "saya mau beriman". Jawaban atas pertanyaan membuat pikiran mencari jawabannya berupa apa yang sudah kita lakukan. Dan jawabannya belum ada, maka pikiran terus pikiran untuk menjawabannya dengan perbuatan. Akhirnya kalimat menjadi "saya mau beriman". Ada banyak cara menuju roma dan ada banyak cara untuk beriman asal mengikuti petunjuk Allah. Insya Allah kita dibimbing untuk selalu membaca Al Qur'an sebagai petunjuk agar pikiran kita selalu didorong untuk mengamalkannya. Aamiin

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...