Menyediakan pelatihan motivasi spiritual, pendampingan, e-book dan konsultasi pemberdayaan diri Islam, WA/CALL 087823659247

e-Book Munir Hsan Basri

e-Book Munir Hsan Basri

Jika Allah itu Maha Adil, maka mengapa kita tidak percaya ?

Sifat dan perilaku kita seringkali tidak sejalan dengan apa yang kita percayai, misalkan kita ingin sehat. Benarkah kita ingin sehat ? Faktanya kita tidak selalu menjaga makan dan minum kita dengan makanan dan minuman yang sehat. Lalu kita ingin membantah atau membenarkannya,"iya makan yang enak (kurang sehat) sekali saja nggak apa-apa". Perhatikanlah ternyata tidak hanya sekali dan tidak pernah dibantah lagi, lihatlah kesehatan kita apakah semakin sehat ? apakah kita sering sakit ? apakah kita mudah capek ? apakah kita tidak mampu beraktivitas dengan benar ?
Ternyata semua pikiran dan apa yang kita percayai itu mesti didorong dengan tindakan nyata, lalu hanya karena emosional lah kita tidak menjalaninya.
Jika ditanya, apakah Allah itu Maha Adil ? Pasti jawabannya,"iyalah dan saya mempercayainya". Lalu apakah cukup sampai di situ ? Seperti halnya tentang sehat, Mengimani dan mempercayai Allah Maha Adil itu WAJIB. Apa buktinya dan tindakan kita yang sesuai dengan hati dan pikiran kita.
Pertama yang paling mudah, apakah kita merasa mendapatkan keadilan itu dari Allah ? "Apa ya". Pasti sulit kita menemukan keadilan itu. Bisa jadi Allah telah Adil memberi kita kehidupan ini. Apalagi ya. Kita merasa Allah itu adil karena kita tidak pernah mengalami suatu masalah. Tapi berbeda saat kita mengalami masalah, misalkan kita dizalimin orang lain. Maka kita dengan reaksi cepat meminta orang yang menzalimin kita dibalas oleh Allah lewat doa kita yang cenderung buruk. Disinilah Allah dimata kita tidak Adil. Atau kehidupan kita yang tidak menjadi semakin baik ... maka muncul doa untuk kebaikan kita. Semua itu tanpa kita sadari ternyata kita tidak percaya bahwa Allah itu Maha Adil.
Mari kita renungkan, di saat hati tenang. Kezaliman itu menunjukkan Allah itu Adil. Dimana adilnya ? Allah ingin memberi keadilan itu pada diri kita sendiri dengan mengajak kita untuk selalu berbuat baik dan berdoa yang baik BUAT DIRI KITA SENDIRI dan orang LAIN. Karena selama ini kita jarang melakukannya. Allah adil, Adil terhadap hak diri kita untuk menjadi seimbang dalam hidup ini. Hanya karena emosi saja kita mengatakan "Allah itu tidak adil". 
Kedua yang bisa saja terjadi pada diri kita sendiri adalah sifat iri. Apa hubungannya iri dengan tidak adil ? Sifat iri itu diantaranya membandingkan diri kita dengan orang lain yang lebih baik. Misalkan bisa saja muncul pertanyaan seperti ini,"kok dia yang tidak shalat dan kerja hanya begitu aja bisa sukses". Padahal saya sudah berbuat baik dan segala hal masih begini aja. Ungkapan ini memang tidak secara tersurat mengatakan Allah itu tidak Adil, tapi secara tersirat ya. Mengapa hal ini terjadi ? Sekali lagi karena emosi kita terpancing atau tergoda dengan keadaan yang tidak semakin baik. Bukankah jika kita mau semakin baik, hanya kita lah yang bisa merubahnya dengan melakukan yang baik dan diizinkan Allah. Kita balik pernyataan di atas dengan mengatakan "Jika saya percaya Allah itu adil maka saya tetap terus melakukan hal baik dan keadilan itu milik Allah. Saya hanya percaya akhirnya Allah itu pasti membalas dengan adil apa yang telah saya lakukan".
Mari kita renungkan dengan menyingkirkan emosi kita dan menyakini Allah itu adil dengan terus beramal saleh yang Allah rahmati. Inilah motivasi terbesar kita agar diri menjadi semakin baik

Allah selalu ingin menyempurnakan amal kita

Ingin beramal yang baik (saleh) terasa berat, sekalipun sudah ada niat. pengen sedekah saja, masih banyak pertimbangan (pikiran), padahal sedekah ya nggak pake pikiran tapi pake hati berupa keyakinan. Berat dalam beramal saleh itu menunjukkan kita belum baik imannya, alias belum yakin kepada Allah.
Semua kejadian dalam beramal saleh itu selalu diiringi niat baik tapi dihambat oleh pertimbangan pikiran. Bahkan saat kita beramal saleh itu pun masih muncul lingkungan yang tidak bersahabat sehingga membuat kita urung beramal saleh. Saat kita memberi sedekah, ternyata orang yang mau dikasih nggak ada alias tidak sesuai kriteria kita atau kesibukan yang membuat kita tidak beramal saleh. Banyak sekali penghambat jika kita ingin beramal saleh.
Jika kita telusuri keberatan (hambatan) kita dalam beramal saleh itu berasal dari kita sendiri. Niat yang sudah ada tidak dikuatkan dengan niat benar-benar kepada Allah. Niat ini memerlukan pemahaman yang benar tentang amal salehnya agar menjadi pendorongnya. Niat itu mesti membuat kita yakin dan yakin dengan apa yang ingin kita amalkan. Ucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim
Niat yang sudah benar itu sudah menjadi koneksi (kesadaran) kita kepada Allah. Allah "tahu dan melihat" kita. Insya Allah pada saat itu kita diberi kekuatan untuk menggerakkannya dalam beramal saleh.
Bisa jadi kesempurnaan amal saleh itu masih dihambat oleh emosional dan pikiran yang digoda oleh syetan. Pikiran kita selalu membuat kita berpikir,"jika sedekah, maka uang kita berkurang. dan berkurangnya uang itu bisa bikin kita miskin". Dan secara emosional, "ngapain juga sedekah yang nggak bikin kita seneng" atau "yang dikasih aja ngga berubah tetep aja minta-minta". Niat yang sudah ada tapi melawan pikiran dan emosional kita sendiri.
Lalu ilmu dan pengetahuan (pemahaman) kita tentang sedekah yang kuatlah yang membuat kita ingin melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. "saya pernah baca kok, orang banyak sedekah malah jadi berkah hidupnya". kesungguhan dalam beramal saleh pun wajib mengikuti petunjuk yang telah Allah sampaikan dalam Al Qur'an dan hadist. Dengan kesungguhan ini Allah pun menyempurnakan amal saleh kita dengan menyingkirkan segala hambatan tersebut. 
Sebaliknya ketidaksempurnaan kita dalam beramal saleh disebabkan dari dalam diri kita sendiri. Maka sepantasnyalah kita berlatih dan menambah pemahaman tentang Allah dan amal saleh itu sendiri. 
mau dekat atau bersama Allah, mari beramal saleh. Insya Allah kita diberi kemampuan untuk memahami Allah dan petunjukNya. Aamiin

Berdoa minta rezeki ..

Seringkali kita meminta pertolongan dengan seseorang, "mas bantu saya, saya tidak punya uang untuk makan". Atau "mas pinjam uang karena saya ada keperluan". Meminta pertolongan seperti itu tidqk salah, tapi banyak orang yang diminta pertolongan merasa nggak nyaman. Tapi ada beberapa orang yang tidak minta uang tapi meminta atau "mengemis" agar barang yang dimilikinya dibeli. Masih lebih baik caranya. Ada yang membeli dan barang yang dibeli tidak digunakan, atau ada yang membeli tapi barang yang dibeli diberikan kepada orang lain atau tidak membeli karena merasa tidak membutuhkan barangnya dan hanya memberi uang sekedar rasa kasihan.
Ada cara lain untuk mendapatkan uang yaitu dengan bekerja yang dihargai orang. Maka dengan cara ini, ada orang yang meminta pertolongan dengan cara meminta pekerjaan. Semua cara di atas jika dilaksanakan dengan ikhlas bagi orang yang membantu tidak jadi persoalan bahkan menjdi ladang amal. Yang menjadi bahasan adalah yang meminta, apakah dengan meminta dengan cara di atas bisa membuat kita semakin baik ? Semua tergantung kondisi dan kesadaran kita kepada Allah. Cara yang terakhir lebih mendidik kita semakin baik.
Sekarang kita bayangkan jika kita juga melakukan yang sama kepada Allah dengan meminta rezeki karena merasa kurang atau bahkan kita pun tetap meminta rezeki sekalipun ada uang. Pertanyaannya, apakah Allah memberi atau membalas doa kita dengan memberi rezeki (uang) ? Pastinya tidak langsung. Yang adalah memberi kesempatan amal atau kerja yang berujung kepada kita mendapatkan uang. Jika begitu boleh dong biar tepat kita pun memohon pertolongan agar diberi pekerjaan atau amal yang berbuah kepada rezeki yang kita minta. Sudahkah kita berdoa seperti ini, ya Allah yang Maha razzaq, bimbing kami untuk selalu taat kepadaMU dan izinkan kami untuk selalu mampu bekerja dalam meraih rezekiMU. Aamiin
Insya Allah uraian ini bisa kita renungkan agar semakin hari semakin baik keislaman kita.  

Beriman atau percaya kepada yang ghaib


Beriman atau percaya, dua kata berbeda dan kita sepakati sama beriman yang berasal dari bahasa Arab dan terjemahannya percaya. Jika kita percaya kepada sesuatu, misalkan percaya pada teman. Maka maknanya bahwa kepercayaan itu ada karena kita dapat menerima pembuktian atas janji orang tersebut dengan kita. Saya percaya sama dia karena kepintarannya, dan memang dia membuktikan dia lebih pintar. Sama halnya kita percaya omongannya, berarti kita percaya dia berkata jujur.
Efek dari kita percaya kepada seseorang hanya sekedar percaya saja, tapi tidak membuat kita melakukan yang sesuatu atas apa yang kita percayai. Atau kita pun belum tentu mau menuruti apa yang dikatakan teman kita tadi. menjadi berbeda jika kita percaya kepada Allah, maka kita pun mau melakukan apa yang diperintahkanNya.
Ada perbedaan lain agar kita semakin benar-benar percaya kepada Allah dengan mengamalkan perintahNya. Saat kita percaya kepada teman, sebenarnya kita tidak pernah tahu tentang teman kita itu 100%, sifatnya dan keperibadiannya dan banyak hal yang tertutupi. Yang kita tahu saat kita bertemu dengannya. Dan tidak ada juga informasi dan pengetahuan serta petunjuk tentang teman kita itu yang mutlak kebenarannya. Menjadi berbeda dengan percaya kepada Allah, sesuatu yang tidak nyata (ghaib) dimana kepercayaan kita itu tidak asal tapi percaya karena ada petunjuk, ilmu, hidayah, pengetahuan serta informasi tentang Allah yang mutlak kebenaranNya yang bersumber dari Al Qur'an dan hadist Rasulullah. Maka kita percaya kepada Allah itu wajib diikuti dengan membaca dan memahami Al Qur'an sehingga dengan percaya kepada Allah itu kita pun beribadah kepadaNya. bagaimana jika kita percaya kepada Allah tanpa diikuti ilmu yang benar, maka kepercayaan itu menjadi lemah, kondisi ini menyebabkan kita lemah pula dalam ibadah dan amal.
Dalam Al Qur'an, difirmankan bahwa "orang yang beriman dan beramal saleh". Dua kalimat yang menjadi satu dan tidak terpisahkan, menunjukkan iman seseorang itu sudah benar karena dibekali atau didasari petunjuk Allah dalam Al Qur'an.  Saya percaya kepada Allah yang Maha segalanya dan pemilik alam semesta ini, maka saya pun beribadah dan beramal kepadaNya.
Saat kita beramal menjadi tidak sempurna atau kehidupan kita yang tidak memberi ketentraman di hati, maka yang perlu kita renungkan adalah bisa jadi iman kita semakin lemah karena tergerus oleh kepercayaan kita kepada yang lain. Kita percaya sukses memgantarkan kita kepada kehidupan yang lebih baik, atau kita percaya uang yang banyak bisa membahagiakan diri kita, kerja keras menjadi kunci kesuksesan dan banyak lagi. Percaya kepada sesuatu selain Allah bisa menjadikan kita lalai percaya kepada Allah alias menomerduakannya. Mari kita koreksi iman kita dengan konsisten membaca Al Qur'an dan mengamalkannya. INsya Allah dengan terus membaca dan memahami Al Qur'an mampu menyempurnakan iman kita kepada Allah, lalu menjadikan kita yakin untuk melaksanakan apa yang diperintahkanNya. Aamiin

Featured post

Apa iya karyawan itu mesti nurut ?

  Judul ini saya ambil dari pengalaman memimpin sebuah team. Ada karyawan yang nurut dan ada yang "memberontak". Apakah keduanya a...